Part 3 - Lamuel

10 2 0
                                    

Bernyanyi udah jadi salah satu kesukaan Jihoon. Sedari dirinya kecil hingga dirinya berumur dua puluh lima tahun, dirinya sudah banyak memenangi piala dari berbagai ajang perlombaan.

Tentu saja dirinya sudah di tawari oleh berbagai agensi yang mengetahui potensinya tersebut tapi dirinya menolak. Alasannya sederhana, dia tidak mau menjadi seseorang yang di lihat oleh ratusan bahkan ribuan orang. Dirinya ingin menjadi orang biasa yang bisa bernyanyi dengan bebas dan tidak terikat tentunya.

Salah satunya dengan mengisi live music di sebuah restoran milik sang kakak. Dirinya bisa kapan saja bernyanyi di sini dan itu membuat dirinya senang. Bahkan tanpa bayaran pun dirinya dengan senang hati akan bernyanyi karena itu adalah kesukaannya.

Namun belakangan sang kakak mulai merecokinya, seperti tadi pagi misalnya sebelum sang kakak yang merupakan seorang model itu pergi untuk melakukan pekerjaannya.

"Muel kamu gak capek nyanyi terus di restoran? Gak pengen nyari suasana baru? Kayak kerja kantoran gitu?" ucap Jeonghan saat mereka berdua sedang menyantap sarapan yang di buat oleh asisten rumah tangga mereka.

"Gak bosen. Nyanyi itu kesukaan aku kak." ucap Jihoon sambil menyuap sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Tau. Tapi mau sampai kapan kamu nyanyi terus? Kamu juga butuh uang buat diri kamu sendiri. Kakak bisa ngebiayain kamu tapi apa kamu gak malu? Kamu udah gede gini tapi masih di biayain sama kakak?" ucap Jeonghan membuat kunyahan di mulut Jihoon berhenti.

Nah kalau sudah membahas ini Jihoon rasanya ingin cepat-cepat pergi. Pasalnya, Jihoon tentu saja pernah berpikir demikian tapi dirinya sendiri tidak tahu harus bekerja dimana. Keahliannya hanyalah bernyanyi dan untuk perkuliahan pun yang dirinya ambil adalah sastra. Jauh sekali memang dari kesukaannya tapi itulah kebisaannya yang lain.

"Aku gak tau mau kerja apa kak." ucap Jihoon pada akhirnya.

"Kamu lulusan sastra kan? Kakak ada kenalan yang lagi nyari tim editor buat penulis buku. Kamu mau gak?"

Editor. Tidak buruk pikir Jihoon toh dirinya hanya harus membaca draft yang telah di kirim dan memperbaiki kalimat mana yang tidak sesuai serta kata-kata yang mungkin mengalami kesalahan penulisan.

"Dimana kak?"

"Di Tujuhbelas publishing company." kata Jeonghan membuat kedua bola mata Jihoon membulat terkejut.

"Iya itu perusahaan penerbit ternama. Kamu mau? Kalau mau kakak bisa bantu masukin kamu kesana." ucap Jeonghan lagi terkekeh karena reaksi Jihoon yang menurutnya lucu.

Berpikir, Jihoon menimbang-nimbang keputusan apa yang sebaiknya di ambil.

"Aku pikirin dulu ya kak Aileen." ucap Jihoon pada akhirnya membuat Jeonghan tersenyum senang.

Karena di usik oleh pemikiran itu, Jihoon pun memutuskan untuk pergi ke restoran dan bernyanyi disana. Dirinya senang berada di sini. Namun sepertinya malam ini tidak seperti malam kemarin. Malam ini cenderung lebih dingin dan lebih gelap maka sebuah lagu yang cukup mellow pun menjadi pilihannya.

Kebiasaan Jihoon jika sedang bernyanyi adalah melihat satu persatu pengunjung untuk melihat reaksi mereka atau sekedar mengamati apa yang sedang mereka perbuat dan malam ini matanya fokus kepada meja bernomor tiga belas.

Dimana ada sepasang laki-laki yang mungkin sepantaran dengan dirinya sedang duduk dan makan. Kalau di perhatikan lebih jauh lagi sepertinya mereka sepasang kekasih terlihat dari sebuah buket bunga yang ada di samping pemuda berkacamata.

Merasa tidak sopan melihat terlalu jauh, Jihoon pun mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya lagi namun lagi dan lagi matanya tetap tertuju pada meja bernomor tiga belas itu.

Jika tadi dirinya melihat mereka yang saling duduk dan berdiam, sekarang dirinya melihat pemuda berkacamata itu berdiri dan pergi dengan bucket bunga yang di bawa begitu saja meninggalkan seorang pemuda yang menatapnya sedih.

Bahkan lagu ketiganya belum lama di mulai hingga sang pemuda yang di tinggal itu memilih untuk pergi meninggalkan restoran dan itu semua tidak lepas dari pandangan Jihoon.

"Muel, lanjut gak nih?" ucap sang gitaris ketika lagu yang di nyanyikan oleh dirinya berakhir.

Bahkan dirinya tidak sadar jika lagu tersebut telah habis karena terlalu larut memandangi pintu restoran yang bahkan tidak menampilkan siapapun.

"Udahan deh. Capek gue." alasan Jihoon pada sang gitaris yang di angguki tanda paham.

"Oke kalau gitu cukup ya. Gue mau ke belakang dulu. Ikut gak lo?"

"Gak deh. Thankyou ya Dik udah ngegitarin gue." ucap Jihoon yang di ancungi jempol oleh sang gitaris.

Sekarang cuma ada dirinya di atas panggung dengan tanpa iringan musik. Sepertinya Jihoon hari ini cukup banyak mendapatkan distraksi baik yang di harapkan maupun tidak.

Dan sepertinya lagi pulang ke rumah adalah opsi paling tepat saat ini. Kasur di rumah yang sangat empuk membuat Jihoon berdiri dari tempatnya dan menuju ke arah parkiran motor untuk mengambil motor maticnya dan bergegas pulang.

Namun di sepanjang perjalanan itu pula, wajah sedih lelaki di meja nomor tiga belas itu tidak dapat menghilang dari pikirannya.

————
Dika Mahardika. 24 Tahun.
Gitaris Lamuel. Karyawan resto Aileen.

————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

————

Aku kembali dengan update terbaru.
Gimana nih? Udah ada gambaran belum tentang lamuel?

Apakah yang Jihoon ceritakan itu adalah Soonyoung atau bukan?

Anywayy thankyou banget yang udah ngikutin cerita ini. Sampai ketemu di updatean selanjutnya yaa ><

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sarkara - SoonhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang