Something -- 5

495 76 4
                                    

"Oohhhh..begitu ya ceritanya," Kiba menutup obrolan dengan menyeruput habis minuman bersoda.

"Ya. Uhmm..bagaimana menurutmu ? Apalagi yang harus kulakukan ?" keluh Naruto, jemarinya masih bergerak memainkan sedotan. Sesekali safir birunya menatap lurus ke mata hazel Kiba.

"Sejak kapan kau kehabisan ide untuk menjinakkan para gadis, huh ?" Kiba mencemooh. Jika perihal menggoda,mengompori atau mencemooh sahabatnya sekaligus, ia sangat jago. Naruto terdiam, masih memikirkan hal apalagi yang akan ia katakan. Tarikan napas putus asanya terdengar di indra pendengaran Kiba.

Melihat Naruto sedemikian frustasi, bukannya menyemangati. Ia malah memberi seringai mengejek."Menyerah ? Tumben.." goda Kiba, tersenyum geli.

Tatapan kesal Naruto layangkan ke arah Kiba."Enak saja, tentu saja tidak,"sergah Naruto, tak mau kalah.

Kiba membenahi tempat duduknya dan berdiri."Dia berbeda, Naruto. Kuharap kau tidak bermain-main dengan perasaannya, karma berlaku !!" ucapan terakhir Kiba mampu membungkam Naruto di tempat duduknya.

Kiba meraih ranselnya dan memberi isyarat kepala untuk beranjak."Ayo pergi."

Naruto mengikuti Kiba, pikirannya mulai tak terkendali, terlebih mengingat kata-kata menohok yang Kiba ucapkan barusan. Jujur saja, pemuda ini tiba-tiba merasa gentar.

©©©

Berjalan pelan melewati koridor, Hyuuga Hinata tak mampir ke lokernya. Ia langsung bergegas menuju ke ruang kelas, karena menurutnya, ia merasa sedikit terlambat hari ini. Sesampai di ambang pintu, ia tersentak saat melihat seseorang sedang duduk di kursi dosen dengan kedua kaki yang disilangkan di atas meja. Pandangan netra kelabunya beralih ke kelas yang dimana tidak ada satu orang pun di dalamnya. Kemana mereka semua ? apakah semua ini sudah direncanakan ? Begitulah pemikiran si gadis.

Mengenyahkan segala pemikiran negatifnya, tanpa rasa takut, ia melangkah masuk. Si pemuda tampak memperhatikan gelagat santai Hinata, pandangan safir birunya fokus pada kedua kakinya yang sedang berjalan amat berhati-hati. Pemuda berambut sebahu dengan tindikan di alis kanan itu mengikuti langkahnya dari belakang dan juga ikut duduk bersebelahan dengannya. Tampak ragu-ragu untuk membuka suara, Hinata mendahuluinya."untuk apa kau datang kemari ?" tanyanya dingin. Tanpa menatap lawan bicaranya, Hinata bertutur demikian hingga membuat Naruto salah tingkah. Salah satu ekspresi yang tak pernah ia tunjukkan kepada gadis lain, kecuali yang satu ini.

"A-aku hanya ingin ... minta maaf," cicitnya pelan, menunduk penuh penyesalan. Sesekali safir birunya bergerak, melirik ke wajah cantik yang sangat ia rindukan dari dekat. Bibir mungil yang penuh dikedua sisi. Pipi tembam kemerahan. Hidung mungil yang proposional dengan bentuk wajah bulatnya, tidak terlalu mancung ataupun pesek. Kulit putih layaknya porselen mampu membuat Naruto gemas setengah mati.

Hinata tak menggubris ucapan Naruto, hatinya terlanjur kesal dengan presensi si pemuda. Gadis itu malah sibuk dengan salah satu buku bacaannya, membukanya lembar demi lembar."Apakah buku itu lebih menarik daripada wajah tampanku ini ?" leher Naruto menjulur, ingin tahu apa yang Hinata baca. Gadis itu tetap tak menggubris sama sekali. Netra kelabunya bergulir mengamati barisan kata yang tertera di buku tentang bisnis setebal 500halaman itu.

Dengusan napas terdengar, tatkala Naruto tampak frustasi dan kehabisan akal untuk mendapatkan kata maaf dari Hinata. Ia menggaruk pelipis kirinya. Jemarinya tanpa ragu bergerak untuk mengguncang bahu kiri Hinata.

"Hinata.." rengeknya, layaknya seorang anak remaja yang berharap maaf dari pacarnya.

Terdengar tarikan napas tajam,  putaran bola mata kelabu yang menandakan kejenuhan, Hinata lakukan. Melirik singkat ke arah bahunya yang diguncang."Pergilah dari sini, sebentar lagi Bu Mei Terumi masuk," usirnya, menepis jemari Naruto yang bertengger di bahunya.

Something (End) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang