Dalam diamnya malam, tinta hitam dalam genggamannya menapak pada selembar kertas untuk menulis berbagai huruf yang telah diajarkan di sekolahnya tadi pagi. Membaca setiap kata yang tertulis di buku catatan. Mempelajari berulang-ulang sampai dirinya betul-betul paham. Membenarkan kacamata yang membingkai apik matanya.Sekarang sudah tengah malam, dirinya masih sibuk mengerjakan soal latihan. Tak peduli dengan waktu yang terus berlanjut. Sampai pada suara ayam jantan berkokok. Ia menoleh, menatap jam waker kesayangannya.
"Ck, padahal banyak soal yang belum terjawab," kesalnya. Melepas kacamatanya dan beranjak berbaring di kasur miliknya. Menatap langit-langit kamar yang telah usang. Dirinya merasa kesepian, rumah yang selalu ia huni sendiri, orang tuanya selalu sibuk bekerja di luar kota. Ia tak peduli jika sendiri, tapi dia sangat benci terhadap kesepian.
Memajamkan matanya dan mencoba tidur dalam kedamaian malam. Menyelami alam mimpi yang begitu indah.
-
"Woy, Ardan!"
Teriakan berasal dari belakang, harus membuat Ardan menoleh ke belakang. Menautkan kedua alisnya, melirik dan melanjutkan jalannya ke arah kelas. Yaps, dia adalah Ardan. Orang yang tak pernah menang dalam kisah hidupnya.
"Ishh, Lo kenapa nggak nungguin gue, sih?" sungut Agam seraya menjajarkan kakinya.
"Maksut Lo gue ninggalin Lo gitu, iya?" Agam menganggukkan kepalanya."Lo aja yang lelet, coba jalan cepat," sungut balik Ardan .
"Hilih, sok iye banget heran,"kekehan kecil keluar dari mulut Ardan.
"Bukannya Ardan dari dulu sok iye?"sahut orang yang dibelakang mereka. Mereka langsung saja menoleh, menatap horor kepada Alyn. Yaps, pemilik nama Alyn Maheswara . Berjalan memisahkan dua manusia yang berjalan berdampingan dan merangkul mereka.
Mereka melempar senyum satu sama lain, menandakan bahwa pagi ini cukup bahagia. Aneh ya, mereka semua bilang bahagia itu susah dicari, padahal kebahagiaan bisa kita ciptakan sendiri. Senyum merekah mereka tebar di sepanjang koridor kelas IPA. Memancarkan raut kebahagiaan.
Menyahuti beberapa sapaan yang dilayangkan beberapa siswa disana. Ardan seketika berhenti menatap ke arah dua orang yang sedang bercengkrama di depan sana.
"Udah, ga perlu di lihatin, bikin sakit hati,"ucap Alyn sembari meraup muka Ardan.
"Apaan sih, tangan Lo bau ikan asin!"sungut Ardan seraya menjauhkan wajahnya dari tangan Alyn.
"Yeee, Apaan tanganku bau wangi gini , bau ikan asin darimana? Ngadi-ngadi ni bocah."
"Hahahaha, muka Lo kaya orang ngeliat dompet akhir bulan, sepet banget."Agam tertawa keras dan sedikit menoyor kepala Ardan.
"Udah bego, berisik.Ribut mulu Lo berdua." Agam menghentikan tawanya dan Ardan melirik Alyn.
"Ngaca!"
-
"Eh gila, ya kali tadi kaga istirahat, mana lapar banget gue. Untung ada roti di kolong meja gue,"ucap Alyn sembari duduk di bangku halte dekat sekolahnya.
"Roti kapan? Bukannya Lo lama ngga beli roti ya?"tanya Agam heran. "Bego itu roti udah dari sebulan yang lalu!"
"Hah?"Alyn sedang dalam mode lemot.
"Semoga Lo sehat ya besok,"ucap Agam mendoakan Alyn agar tetap sehat.
Mereka mengamati kendaraan yang berlalu, entah mobil, motor, becak atau pejalan kaki yang melewati mereka. Rasanya mereka ingin membeli es degan di sebrang jalan, tapi mereka malas sekali untuk mengantri. Melihat warungnya yang ramai, mereka lebih memilih menahan dahaga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMTEKA
Teen Fictionterlihat kokoh, padahal hampir saja roboh. start up : 02/03/23 end up :