d u a .

0 0 0
                                    


Orang-orang berlalu lalang, sibuk kesana kemari. Mengatur acara yang diselenggarakan nanti malam. Syukuran atas terbelinya rumah baru dan juga atas rasa syukur telah diberikan titipan momongan, walaupun masih calon. Era begitu senang, jelas terukir senyum tulus di wajahnya. Mengelus perut ratanya dengan tulus. Era menoleh ketika ada yang mengelus kepalanya. Dia menoleh, melihat suaminya tengah tersenyum manis kepadanya. Walaupun sudah terbilang cukup lama mereka berdua menikah, tetapi tetap ada rasa malu yang tercipta diantara keduanya.

"Cie, cie berduaan aja ini pasutri, Bang Mahen mending bantuin mereka,”ucap Alyn seraya duduk di samping Era.

"Halah, bilang aja iri,”celetuk Agam yang lewat di depan mereka sembari menyeret karpet.

"Apa sih Lo, bawa karpetnya yang bener. Laki kok ga kuat, laki macam apa Lo?”sungut Alyn.

"Ga usah banyak bacot!”Agam mendengus lalu mengangkat karpetnya.

"Nah gitu dong jadi laki, oh iya Teh, Ardan mana kok tidak nampak?”Alyn mengamati sekitar mencari orang yang bernama Ardan tersebut. Memang dari dia datang kesini tak dirinya tak melihat manusia itu.

"Oh, masih nganter Bunda Marya nyari bahan banyak yang kurang.” Era nampak mengamati sekitar dan menjawabnya.

"Oh, Tante Marya pasti baik ya, beruntung banget teteh punya bunda kayak Tante Marya.”

Mereka semua tau, Marya adalah sosok ibu yang didambakan oleh anak-anak. Menyayangi semua orang, memperlakukan dengan baik, tak pernah menuntut lebih. Tak pernah sekalipun beliau membentak anak atau siapapun. Beliau berbicara dengan nada halusnya yang berhasil membuat orang-orang menatap kagum.

"Bang Mahen lanjut bantu mereka dulu ya.”

Mereka sibuk dengan urusan masing masing, Alyn dan Era mengobrol ringan. Para laki-laki menata karpet, dan sebagian ada yang sedang bersantai. Memang ya, melihat orang bekerja itu lebih nikmat daripada melakukannya.

"Assalamualaikum!”salam yang berasal dari depan pintu cukup mengalihkan pandangan mereka yang sedang sibuk.

"Waalaikumsalam!”

"Om Wildan!”Alyn menghampiri orang yang tengah berjalan masuk ke dalam rumah yang lumayan besar itu, dengan beberapa kantong plastik di tangannya.

"Halo, Alyn! Apa kabar kamu?”Wildan yang melihat Alyn berjalan ke arahnya tersenyum.

"Baik dong, Om. Apa tuh, Om? Ada jajan nggak buat Alyn?”Alyn mengintip isi kantong plastik yang dibawa oleh Wildan.

"Ada kok, buat Agam juga ada. Ardannya mana kok ngga keliatan?”

Agam yang merasa namanya disebut, menghampiri Wildan dan Alyn. Lalu duduk di sebelah Wildan yang menaruh kantong plastik di meja ruang tamu.

"Ardannya tadi pergi sama bunda Marya. Ngapain Lo kesini?”sungut Alyn.

"Capek,”balas Agam.

"Era, gimana kabar calon dedek bayinya?”tanya Wildan.

"Sehat kok, Om. Mana Tante Rika sama Arka? Ngga ikut?”

"Masih di mobil. Om tadi duluan, kangen banget sama anak cantik dan manis ini,”balas Wildan seraya mengelus kepala Agam dan mengamati tingkah keduanya, merebutkan jajanan yang dibawa oleh Wildan.

"Ngga, boleh rebutan astaga, sama kok tadi isinya,”kekeh Wildan melihatnya.

"Tapi, Om liat punya Agam rasa jeruk, sedangkan punya Alyn rasa mangga!”sungutnya tidak suka.

"Udah dikasih, bukan terima kasih malah protes. Anak siapa sih Lo?”sungut Agam balik.

Era dan Wildan dibuat geleng-geleng. Mereka semua teralihkan ketika mendengar suara anak kecil yang memanggil Agam.

EMTEKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang