Memory

63 4 0
                                    

"TYRA!!"

Aku bergidik ngeri. Suara wanita tua itu begitu nyaring dan memekakan telinga. Seandainya bisa, aku akan meneriaki wanita itu juga agar dia tahu betapa sebalnya ketika namanya dipanggil dengan begitu kasar. Tapi aku tidak bisa. Atau lebih tepatnya, belum.

"Hei! Apa yang kau lakukan diatas sana?!" Seorang pemuda melempariku dengan kerikil tepat mengenai perut.

"Kenneth!" Aku melotot padanya dari atap dan hendak membalas jika saja dia tidak terlebih dahulu menghilang seperti angin, melompat dan muncul duduk di sampingku.

"Kabur lagi, heh?" Bisik Kenneth dan tertawa.

"Ada apa lagi memangnya? Kalian membuat waktu tidur siangku terganggu saja."

Kenneth memandangi langit sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bodoh sekali kau ini!" Katanya. "Memangnya kasur di kamarmu tidak empuk sampai kau memilih tidur di atap seperti ini?"

"Disini hangat kok..." Kataku cuek.

Kenneth memandangku dengan tatapan aneh dan mengacak-acak rambutku berkali-kali. "Lihat kulitmu! Warnanya sudah tidak merata lagi dan kulitmu sangat kering!"

"Oh c'mon... Memangnya kau ini ahli salon atau apa?"

"TYRAAAA!!!"

"Oh astaga! Aku akan mendapat masalah besar." Aku melompat turun dari atap dan mendarat dengan mulus "Bye."

***

34... 35.. 36... "...oh Tyra!" Sudah tiga luluh tujuh kali wanita tua ini mengeluh menyebut namaku dengan tampang frustasi--dan ujur saja, dia terlihat menyeramkan dengan wajah begitu--padaku.

"Demi apapun juga! Harusnya kau berterima kasih masih ada pria di dunia ini yang mau denganmu!"

"Baiklah... Baiklah... Aku akan menemui dia sekarang. Jadi tolonglah berhenti mengeluh begitu, Susan." Kataku dan segera meninggalkan Susanah.

Bagaimanapun wanita tua itu bersikap sangat menyebalkan dan membuatku naik pitam, aku tetap menghormatinya. Yeah, dia pemimpin organisasi, ingat?

Oops... Kukira aku sudah menjelaskannya tadi.
Susanah, si wanita tua cerewet yang berat badannya empat kali lipat dari berat badanku adalah seorang pemimpin organisasi penentang pemerintah. Foxter. Dan aku adalah salah satu anggotanya.

Jangan salah paham tentang 'organisasi penentang pemerintah' kami. Kau boleh saja membayangkan kami sebagai organisasi ilegal yang tujuannya untuk menghancurkan sistem pemerintahan negeri jika saja negeri kami adalah negeri yang damai. Tapi tidak.

Tidak dengan Alchest. Negeri ini bukan tempat dimana kau bisa datang dengan sejuta angan-angan dan berharap adanya kedamaian yang bisa mengantarkanmu dan mungkin pasanganmu ke dalam bulan madu yang indah. Coret negeri ini dari daftarmu! Alchest negeri para berandalan!

Kembali ke topik. Foxter terbentuk dari adanya cara berpikir yang lebih maju. Sejak dulu masyarakat hidup dalam keadaan paling menyedihkan. Pemerintah--mereka yang memiliki jabatan, uang, tapi tak berhati--menggelapkan banyak sekali uang pembangunan negara demi hal-hal tidak manusiawi, maksudku adalah tidak ada yang pernah tahu kemana dan untuk apa uang-uang rakyat digunakan!

Itulah kenapa kami terbentuk, kami terpanggil, mencari tahu dan tidak segan-segan mengotori tangan kami dengan darah mereka yang serakah. Markas? Tidak ada. Kami menyebar disemua tempat, dan aku bekerja di bar kecil dipinggiran kota. Singkatnya, kami melakukan perbuatan baik dengan cara yang jahat. Selesai.

"Hai!" Seorang pemuda melambai padaku. Dia begitu antusias saat melihat kehadiranku dari jauh.

"Hai Jov. Ada perlu apa kau mencariku?" Aku melompat duduk berhadapan dengan Jovan--pelanggan yang isunya paling setia datang hanya untuk menemuiku--.

TyraWhere stories live. Discover now