Setiap orang punya versi mereka masing masing,gak selamanya apa yang orang lain anggap buruk pada kita itu benar keburukan.
Jaemin salah satu orang yang percaya penuh dengan kalimat itu. Sebesar apapun dan sebanyak apapun ocehan orang lain terhadap dia, dia gak pernah terlihat terusik dengan hal itu.
Apakah kita berdua di sebut Introvet? Bukan,gue sama Jaemin di bilang bisu sama orang lain.
"Kamu kenapa?" Jaemin menarik ujung baju gue,matanya berbicara. Gue hanya menggeleng menanggapi. "Gak papa" Gue menggenggam tangannya,tapi dia menepis cepat.
Menarik sedikit lengan baju yang dia pakai,menunjukkan beberapa bekas luka baru di tangannya.
Sial gue lupa sama lukanya. Wajahnya cemberut mengatakan. "Sakit tau kalau di pegang" Gue hanya tersenyum lalu mengusap tengkuk kepalanya, memohon maaf.
Kita gak bisu,tapi kita terlanjur hilang kepercayaan sama omongan. Gue yang tiba tiba takut mengeluarkan suara kepada orang lain ketika berumur dua tahun,dimana sebagian anak sudah belajar untuk memanggil kedua orang tuanya. Katanya SM (selective mutism) ini bukan gangguan kemampuan berbicara seperti bisu,tapi bisa di bilang ini Fhobia Berbicara? Entalah, penjelasannya sedikit rumit jika berkaitan lagi dengan kehidupan gue.
Pak! Jaemin memukul lengan kiri gue ,mengalihkan pandangan lagi padanya.
"Apa?" Tanya gue menaikkan alis.
Jaemin menggerakkan kepalanya,menatap ke depan. "Liat jalanan nanti kesandung"
Gue tersenyum sambil menganggukki gesturnya.
Berdasarkan penjelasan yang pernah gue dengar,SM ini bisa memaksa untuk berbicara kepada orang orang tertentu,tapi entah karena pada dasarnya gak ada yang benar benar masuk dalam kategori tertentu menurut gue dan jaemin,jadi gue sama jaemin sama sekali gak pernah berbicara pada siapapun.
Sekalipun itu kita berdua.
Langkahnya terhenti,gue berbalik untuk berdiri tepat di hadapannya. Menatap matanya dalam berusaha menangkap sinyal yang dia berikan.
"Aku sudah harus pulang,Nanti Ayah marah lagi"
Kepalanya menunduk dalam. Sembilan tahun bersahabat dalam diamnya kita,gue jelas tau betul seperti apa keadaan dia dan hubungannya dengan keluarga.
Entah ini takdir atau hanya sekedar keuntungan kecil buat kita,Tapi keadaan gue dan Jaemin sama persis,kita gak ada bedanya.
"Yaudah hati hati" Gue mengusap kepalanya pelan. "Kamu bisa telfon aku kalau butuh" Gue mengangkat tangan berbentuk telfon meletakkan nya di telinga.
Senyumnya mengembang sambil mengangguk. "Iya,kamu juga hati hati"
Rumah kita satu komplek,hanya beda blok saja,Jadi setiap mau ketemuan jalan tengahnya adalah taman komplek ini,dimana jaemin jaemin belok kanan dan gue lurus di persimpangan.
"Gimana mau bisa ngomong kamu kalau temannya sama yang bisu juga" Mami melipat kedua tangannya di dada, berjalan lurus duduk di sofa.
Gue hanya bisa diam.
"Cuci piring, kamu jangan cuman jadi beban dan gak berguna" Wajah mami memang terkesan angkuh,tapi setiap kalimat yang keluar dari bibirnya selalu penuh dengan kelembutan. Kalian jangan salah paham dengan hal itu.
Jadi sulit bagi gue untuk menolak setiap permintaan dia pada gue. Gue berjalan ke arah dapur,siap siap mencuci tumpukan piring yang gak bisa di bilang sedikit.
Praangg!!!
Gue terperanjat ketika sebuah piring yang tertumpuk jatuh menghantam lantai.
"Jenoo! Ngapain kamu?"
Mami sedikit berteriak dari ruang keluarga.suara langkah kakinya perlahan mendekat.
Gue berbalik untuk mendapati wajahnya yang datar tapi tetap cantik. Matanya menatap tajam ke arah gue. "Kalau kamu sekali lagi pecahin piring,Mami gak segan segan buat lempar semua piring piring itu ke kepalamu" Tubuh kecilnya berbalik meninggalkan gue yang masih setia menunduk sembilan puluh derajat,untuk memohon maaf. Kaki gue rasanya bergetar,terlalu takut dengan ancaman Mami yang gak pernah keluar sekedar omongan.
Dengan tangan bergetar gue memunguti pecahan piring itu di lantai, memastikannya benar benar bersih biar gak mencelakai orang rumah.
"Mau gue batu gak?" Suara bariton dari belakang membuat gue sedikit tersentak. Dia abang gue,anak pertama dari keluarga ini. Namanya Bang Mark.
Dia mendekat meraih satu piring kotor,berniat membantu gue untuk mencuci. Tapi gue langsung menggeleng kuat,mendorong tubuhnya untuk menjauh sambil menarik piring di tangannya.
Mata gue memohon ke bang Mark untuk gak usah bantuin gue.Mami bisa marah nanti kalau dia tau Bang Mark juga ikut nyuci piring.
Dia berdecak,kembali mencuci tangannya dari bekas sabun.
"Yaudah terserah Lu aja" Gue menghela nafas ketika dia pergi meninggalkan dapur,Bang Mark memang suka peduli dan mencampuri urusan gue. Dan itu membuat gue merasa sedikit aneh,pasalnya..perhatian yang sama sekali gak pernah gue dapatkan, tiba tiba bang mark selalu datang untuk memberikan nya.
Terus kenap gue selalu menolak? Karena gue takut untuk merasa butuh dengan semua itu.
Gue takut suatu saat diri gue yang gak berguna ini menuntut untuk terus di kasihi.
Karena gue sudah mengalami tuntutan Hati yang sering membuat gue lupa.
Siapa sebenarnya gue ini bagi mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
#note Jangan tungguin cerita ini..karena murni buat konsumsi pribadi sebenarnya 🙏😁