Perfection in Imperfection [2]

300 61 16
                                    

"Karena, pertemuanku dan kamu, telah di takdirkan oleh-Nya."

.
.
.

Musim semi biasanya dimulai pada bulan Maret sampai Mei, dan cuaca di London sangat labil. Ada kalanya cuaca akan terasa hangat dan ada kalanya hujan tiba-tiba turun.

Sayangnya, hari ini bukan hari mujur untuk Canna, musim seminya kali ini disambut dengan rintikan air yang turun dari langit London.

Dengan malas dan kesadaran yang belum penuh dia membuka sedikit jendela kamarnya, mempersilahkan cahaya matahari pagi memasuki istananya itu.

Perlahan dia menyeret kakinya memasuki kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan menggosok gigi, setelah itu barulah dia melangkahkan kakinya ke ruang makan.

"Muffin?" ucapnya dengan nada bertanya, lalu menarik kursi dan duduk.

"Makan saja. Tidak usah protes." komentar Adelle, kakak Canna.

Canna mengambil sebuah muffin coklat lalu dilahapnya secara perlahan, "Mama mana?" tanyanya dengan mulut yang dipenuhi makanan.

"Tadi pagi-pagi mama pergi ke kantor. Katanya ada meeting sama kliennya dari Korea." ujar Adelle menjelaskan kepada Canna.

Setelah menghabiskan sarapannya, Canna kembali ke kamar tidur dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Dengan paduan coat berwarna cream, celana hitam serta hijab hitam, ditambah dengan ankle boots yang membuat gadis berdarah Inggris-Jepang itu semakin terlihat menarik.

Setelah selesai bersiap-siap, Canna mengambil tas selempang dan turun ke lantai 1 rumah lalu menghampiri Adelle yang sedang santai menonton tv.

"Ka, aku pergi kerja, nanti kakak yang nganter Hana sekolah ya." ujar Canna.

Adelle hanya mengacungkan jempolnya tanda mengiyakan.

Canna memperhatikan setiap detail gaun mewah berwarna navy itu, senyum kecil tersungging dari bibir indahnya itu. Dia merasa puas melihat hasil rancangan gaun yang dia buat dengan tangannya sendiri. Apalagi gaun itu akan dia berikan untuk hadiah pernikahan kakaknya.

Siapa sangka seorang Canna Keiko Clayton yang mempunyai wajah polos dan fisik yang tidak sempurna bekerja di salah satu perusahaan fashion terkenal di London, dan dia merupakan seorang designer.

Setelah puas menikmati keindahan gaun itu, Canna melirik ke arah jam tangan miliknya, lalu beranjak meninggalkan kantor dan menuju kedai yang terletak tepat di seberang kantornya.

Canna memesan segelas orange crush, grilled chicken salad dan french fries. Setelah pesanan datang, Canna terlebih dahulu berdoa lalu melahap makanannya.

"Canna?"

Suara seorang perempuan yang memanggil namanya membuat Canna menghentikan aktivitasnya.

Ditolehkan kepalanya ke arah asal suara itu, dan dia menemukan seorang gadis bertubuh jangkung dengan mata kecil dan rambut blonde.

Canna memperhatikan wajah gadis itu, "Clovis? Kau Clovis kan?" tebaknya.

Gadis itu lalu duduk di meja Canna, "Iya. Ya Tuhan, kau ..." ucapan gadis bernama Clovis itu terputus tetapi matanya masih terus memperhatikan Canna, "Kau semakin cantik." lanjutnya.

Canna tersenyum malu mendengar kalimat Clovis tadi, "Kau bisa saja. Kamu yang semakin cantik."

Clovis adalah teman lama sekaligus teman satu kampus Canna semasa kuliah dulu, hanya saja mereka berbeda jurusan. Canna memilih jurusan fashion sementara Clovis memilih jurusan kecantikan.

Canna menyeruput orange crush pesanannya, lalu mengeluarkan hpnya, "Berapa nomor telponmu?" tanya Canna kepada Clovis.

"Ini kartu namaku." Clovis memberikan sebuah kartu kecil kepada Canna, lalu Canna mengambilnya.

"By the way, apa kegiatanmu sekarang?" tanya Canna.

"Aku mempunyai beberapa salon. Dan kau tau, aku baru saja menikah." katanya dengan wajah sumringah dan penuh arti.

"Kau mendahuluiku." ucap Canna bercanda sambil tertawa kecil lalu melanjutkan, "Selamat ya. Maaf aku tidak memberimu hadiah. Ini." ujar Canna sambil membuka tas dan memberikan sebuah undangan berwarna navy kepada Clovis.

"Siapa yang akan menikah? Kau mau menikah?" tanya Clovis dengan mata melotot.

Canna yang melihat ekspresi wajah teman lamanya itu tertawa terbahak-terbahak. "Makanya dibaca dulu. Kau kira aku berminat nikah saat karirku belum ada apa-apanya."

"Kau ingat kakak ku?" tanya Canna masih dengan tawa yang belum sepenuhnya reda.

"Kak Adelle? Adelle Kagami Clayton? Dia akan menikah? Ya Tuhan aku tidak percaya, dengan siapa dia akan menikah?" Clovis memberikan pertanyaan beruntun dengan histeris.

Canna menyeruput sisa minumannya lalu menjawab pertanyaan Clovis, "Iya, Kak Adelle akan menikah. Kalau tidak salah, dia orang London juga, namanya Aldrich Brayden Edwards." ujarnya.

"Aku akan datang."

Setelah mereka berdua puas berbincang-bincang dan menghabiskan pesananan masing-masing, mereka berdua beranjak keluar dari kedai.

"Aku yang traktir." ujar Canna sambil mengeluarkan uang.

"Thank's Can. Aku duluan ya, suamiku sudah ada di depan." kata Clovis lalu berlalu meninggalkan Canna, sementara Canna memesan segelas coffee untuk dibawa ke kantor.

Setelah selesai, Canna beranjak meninggalkan kedai. Tiba-tiba hpnya berdering, saking sibuknya dia mencari hpnya di dalam tas dia sampai tidak memperhatikan apa yang ada di hadapannya.

Canna menabrak seorang pria yang sedang berjalan masuk ke kedai dan menumpahkan coffee di kemeja pria itu.

"Astaga." Canna tersentak saat menyadari bahwa dia menabrak seorang lelaki ditambah lagi dia menumpahkan coffee ke kemeja lelaki itu.

Dengan tangan yang sedikit gemetar Canna mengambil tissu dari tasnya dan membersihkan kemeja lelaki itu, "Aku minta maaf." ucapnya masih sambil membersihkan kemeja lelaki itu.

Lelaki itu tak bergerak sedikitpun saat melihat wajah gadis di hadapannya yang terlihat khawatir.

Lelaki itu menahan tangan Canna lalu memegang dagu Canna dan mendongakkannya ke arah wajahnya.

"Lain kali sebaiknya kau berhati-hati." ujar lelaki itu dengan nada dan raut wajah datar tapi terlihat dingin yang membuat Canna tertegun.

"Sekarang bisakah kau minggir? Kau menghalangi jalanku." suara lelaki itu membuat Canna tersadar dari pikirannya sendiri.

Dengan sigap Canna melangkahkan kakinya dua langkah ke kanan untuk mempersilahkan lelaki itu lewat.

"Kamu mau tau, satu kata untukmu. Ceroboh. Lain kali sebaiknya kamu berhati-hati." ujar lelaki itu kemudian berlalu meninggalkan Canna yang masih diam mematung.

Sedetik kemudian Canna mengangkat ujung alisnya dan ekspresi wajah dan moodnya seketika berubah.

Perfection in ImperfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang