Lembar Pertama

233 36 33
                                    

Karena luka tak selamanya harus ditunjukkan, tak selamanya harus di sembuhkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena luka tak selamanya harus ditunjukkan, tak selamanya harus di sembuhkan. Pada beberapa keadaan, luka harus bisa disembunyikan bahkan harus dengan cepat dilupakan.

***

Kedua kakinya bergerak begitu cepat menyurusi koridor yang lengang. Suara riuh sepatunya yang bergesekan dengan lantai terdengar menggema memenuhi sudut-sudut ruangan. Hatinya menggebu, ketika pintu yang ia tuju sudah terlihat di depan.

Dia tak lagi peduli dengan kondisinya sendiri. Seragamnya yang kusut, ujung bajunya keluar dari celana, atau jaket yang tersampir di bahu tanpa sempat dikenakan, tak lagi menjadi perhatian.

Rasa panik menyerang, tak kala ujung matanya menatap sekilas kepada langit di atas, bentangan berwarna oranye itupun sudah hampir menghilang.

Setelahnya, suara pintu yang di tabrak keras membuat seseorang di dalam ruangan itu tersentak kaget. Orang itu menolehkan kepala kearah pintu, hanya untuk menemukan Jovan dengan nafas memburu berdiri di sana dengan kondisi yang sangat berantakan. Sorot matanya redup, menatap lurus dirinya yang hanya diam terpaku di balik bangku.

"Sa, maafin aku."

Perlahan, cowok itu menyeret langkahnya mendekat kepada Salsa. Dia sedikit meringis ketika mendapati tatapan menusuk yang Salsa berikan sejak tadi.

"Aku buat kamu nunggu lama, ya?" Suaranya serak, tenggorokannya seperti tercekat. Entah bagaimana, tetapi sorot mata cewek itu berhasil mengintimidasinya.

Bahkan sampai tangannya berhasil Jovan raih, tajam mata Salsa masih belum melunak.

"Maafin aku, beneran, aku gak maksud buat kamu nunggu. Tadi emang niatnya cuma mau latihan bentar, sambil rapat sedikit buat lomba minggu depan." Lagi, Jovan merasa terlalu takut untuk menatap mata Salsa. Dia sampai harus menelan ludahnya beberapa kali karena gugup.

"Tapi Galih malah ngajak diskusi buat project baru dan nyobain eksekusi langsung tadi. Gak tau kalau bakal sampai sesore ini," lanjutnya pelan.

Salsa menaikkan sebelah alisnya, setangah menatap tidak minat kepada Jovan yang sudah menundukkan kepalanya dengan sorot bersalah. Cewek itu berdecak keras sebelum akhirnya menghentakkan tangan Jovan. Tanpa menunggu respons Jovan yang terkesiap karena getakannya yang tiba-tiba, Salsa berdiri dan langsung berlalu, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun.

Jovan menarik nafas sedalam yang dia bisa. Remasan kuat yang terasa mengikat ini benar-benar seperti meremukan hatinya.

Salsa ... sudah bukan Salsa yang dulu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lembaran untuk JovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang