Sasaki Hoshiko dengan kebahagiaan tidak akan pernah sejalan. Dunia yang tercipta sedemikian rupa ini membuatnya merasakan demikian. Ia melewati fase kehidupan yang tak semua orang mampu menjalaninya. Kadang ia bertanya akan keberadaan dirinya yang tak layak untuk dicipta.
Ia lahir dalam keluarga yang tak baik-baik saja. Ibu dan Ayahnya memang ditakdirkan sebagai soulmate. Namun, di pertengahan pernikahan mereka, Ayahnya mencintai orang lain. Pria itu melawan takdir yang telah digariskan. Meninggalkan dirinya yang masih berusia 7 tahun dengan sang ibunda demi kebahagiaan diri sendiri.
Selepas ditinggal, Ibunya juga mulai meninggikan ego. Menganggap Sasaki adalah sebuah sampah yang harus dimusnahkan. Sasaki dianggap sebagai peninggalan yang menyakitkan dari pria itu bagi ibunya. Ibunya mulai hidup serampangan dan Sasaki berusaha mati-matian untuk bertahan.
Oleh karena itulah, mental Sasaki sudah terasah. Perlahan ia merasa kebas dengan kesedihan akibat ia terlalu sering merasakannya. Gadis itu mati rasa. Hidupnya menjadi menyedihkan. Tapi, nasib ibunya lebih menyedihkan. Berakhir tewas dengan menabrakkan diri di jalan raya karena tak bisa menyembuhkan patah hati selama lima tahun.
Hak asuh dirinya sudah berpindah tangan pada bibirnya. Namun, nasib baik enggan menghampiri Sasaki. Bibinya menganggap dirinya orang asing yang menumpang di rumahnya sehingga Sasaki harus membayarnya untuk itu.
Kehidupan sekolah menengah pertamanya menjadi kehidupan terberat yang ia jalani. Sembari menimba ilmu, ia juga harus bekerja sebagai pegawai gelap di salah satu restoran ketika malam hari. Tentu saja pegawai gelap karena ia tergolong masih di bawah umur. Selama SMP, kesehariannya hanya seputar sekolah dan bekerja. Ia tak memiliki kenangan indah layaknya remaja lainnya.
Ketika lulus SMP, Sasaki memutuskan untuk tidak melanjutkan ke SMA. Ia ingin fokus bekerja untuk mendapatkan penghasilan agar ia bisa keluar dari rumah bibinya. Setelah berhasil keluar, Sasaki pikir hidupnya akan baik-baik saja. Namun, nyatanya tidak. Ia di-PHK lantaran inspeksi kepolisian atas pegawai di bawah umur.
Sasaki tidak masalah jika setelah dipecat kehidupannya ditanggung sementara sampai ia memasuki usia legal untuk bekerja. Namun, nyatanya ia tak diberi apapun. Baik tunjangan dari restoran maupun balai sosial. Inspeksi kepolisian yang benar-benar tak berguna karena tidak memiliki penyelesaian.
Pada akhirnya, Sasaki semakin terjerembab. Ia memasuki kehidupan malam. Tidak—ia tidak menjual diri. Ia menjadi pelayan di salah satu klub malam. Berbagai kesulitan ia hadapi mulai dari percobaan pelecehan dari pelanggan hingga perlakuan tak mengenakkan dari rekan kerjanya. Di umurnya yang terlalu muda, Sasaki Hoshiko sudah mengalami kebangsatan hidup di kehidupan malamnya.
Salah satu kebangsatan hidupnya apa yang ia alami saat ini. Salah satu rekan kerjanya memakai namanya untuk peminjaman uang di rentenir. Salah satu kebodohan Sasaki kala itu adalah menerima ajakan rekannya untuk minum-minum sebagai perayaan usianya yang menginjak ke-18 tahun. Saat mabuk, gadis itu menandatangani surat yang akan membuat hidupnya semakin menyedihkan. Hidupnya tak pernah dikelilingi oleh orang-orang baik.
Oleh karena itu, Sasaki terpaksa keluar dari pekerjaannya dan pindah tempat tinggal demi menghindari rentenir yang menagih bagai zombie gila. Sasaki masih mengingat nominal utang yang disebut oleh rentenir. Hal itu membuatnya seketika ingin menjual ginjalnya agar utang yang bukan tanggung jawabnya itu terlunaskan. Namun, ia masih memiliki akal sehat. Ia harus memiliki raga yang lengkap luar dalam untuk mencari uang.
Tepat saat ia berada di titik terburuk kehidupannya, ia mendengarnya. Tawa ringan seorang pemuda yang begitu ceria di dalam kepalanya. Ah, Sasaki lupa soal belahan jiwa yang menjadi sistem berjalannya bumi ini.
Pemuda yang menjadi belahan jiwanya itu merupakan pemuda yang periang. Terbukti dari frekuensi tawa yang sering ia dengar. Pemuda yang menjadi belahan jiwanya ini pasti memiliki kehidupan yang tentram. Sasaki hanya bisa menyimpan iri di dalam hati.
Semakin sering ia mendengar tawa adamnya, semakin Sasaki kecanduan untuk mendengarnya. Suara riang sang adam perlahan menjadi kekuatannya untuk bangkit. Bekerja keras untuk melunasi utang-utang rentenir.
Selama tiga tahun, Sasaki berhasil mencicil utang rentenir walau nominal itu semakin bertambah lantaran bunga yang diberikan. Kehidupannya kembali berjalan stagnan. Keberuntungan menghampiri dirinya karena ada seseorang yang merelakan rumah kecilnya secara gratis di pinggiran kota.
Sasaki hidup untuk bekerja dengan emosi yang datar. Seperti biasa, ia mati rasa akan kehidupannya.
Namun, setiap manusia memiliki masa merenungi kehidupan yang ia jalani. Kini Sasaki mengalaminya. Ia berjalan di taman kota dan melihat orang-orang berlalu lalang bersama keluarga dan pasangan. Wajah mereka menunjukkan kebahagiaan. Sasaki tersadar jika kebahagiaan belum pernah menghampiri dirinya lagi. Ia sudah lama tidak menikmati bersenang-senang.
Kehidupannya hanya berpusat pada satu titik. Mencari uang untuk bertahan hidup. Kemudian Sasaki mulai berpikir, sampai kapan ia menjalani hidup seperti ini? Kehidupan tanpa bersenang-senang, tanpa hal-hal yang membahagiakan.
Tawa terdengar ...
Juga ... kapan ia bisa bertemu dengan sang adam? Sudah tiga tahun lamanya. Sampai kapan ia harus menanti dan mencari?
Semua emosi bercampur membuat dada Sasaki sesak. Putaran kehidupannya yang melesak dalam kepala juga pertanyaan-pertanyaan akan masa depan mulai memberatkan kepala. Sasaki merenungi kehidupannya yang tak sempurna.
Tengah malam, ketika semua orang menuju alam mimpi, Sasaki di sini teronggok di gang sempit yang gelap. Menyumpahi hidup, membangsati takdir, menumpahkan amarah dan semua emosi yang terpendam selama bertahun-tahun. Tangisan yang memilukan atas kehidupannya yang pahit.
Sasaki menangisi semuanya. Menangisi apa-apa yang terjadi dalam hidupnya. Menangisi keresahan akan masa depan. Menangisi kebahagiaan yang enggan datang. Air matanya ia tumpahkan dalam segukan yang menyiksa.
Dalam sela tangisnya, Sasaki Hoshiko tidak menyangka bahwa jawaban atas kehidupannya datang tepat saat itu juga.
"Akhirnya aku menemukanmu ..."
Pemuda berambut jingga dengan senyuman cerah berdiri di hadapannya. Iris cokelat madu sang adam berkaca-kaca. Tawa kecil yang sangat sangat sangat Sasaki kenali itu menguar.
Sasaki terpana. Ini tengah malam, suhu dingin, dan bulan bintang di atas sana. Namun, entah mengapa Sasaki merasakan hangatnya sinar matahari menerpanya. Dengan senyuman dan ekspektasi-ekspektasi masa depan.
Kala itu, Sasaki merasakan bahwa titik balik kehidupannya terjadi tepat ketika ia mendengar tawa yang menjadi candunya secara nyata.
◈ ━━━━━━ ● ━━━━━━ ◈
◈ ━━━━━━ ● ━━━━━━ ◈
KAMU SEDANG MEMBACA
Cry and Laugh ✓
Fanfic[Hinata Shouyou x OC] Delapan belas tahun, kita bertemu melalui suara. · Hinata Shouyou tidak pernah mendengar tangisan sang hawa yang menjadi belahan jiwanya selama tiga tahun. ──────────────────────── Haikyu!! © Haruichi Furudate Cry and Laugh Pro...