Part 6 - The Duty

99 11 2
                                    

Historia pernah melontarkan pertanyaan pada Levi yang membuatnya harus memicingkan mata sebelum menjawab, "Apa Levi-san akan terus mengikutiku?"

"Bukankah itu hal yang sudah pasti? Mengingat aku adalah pengawal pribadinya?"

"...ya. Tentu. Bukankah itu sudah menjadi tugasku?"

Gadis di depannya pun hanya merespon dengan senyuman kecil. Sebenarnya bukan berarti apapun, intuisinya hanya mengatakan ada hal yang sedang dipikirkan Ratu Paradis itu.

***

Disinilah Levi dan Historia berdiri mematung dan meratapi bagaimana hujan deras yang tiba-tiba menerjang mereka. Mengingat sudah memasuki musim dingin, seharusnya yang turun adalah butiran-butiran salju kapas itu. Namun jika dilihat lebih lanjut dari keadaan mereka, bukankah jika hujan salju akan lebih parah ketimbang hujan biasa ini?

Surai pirang keemasan milik Historia terlihat setengah basah. Baju yang dipakainya pun cukup kering mengingat mereka harus tergesa-gesa mencari tempat berteduh. Satu hal yang sangat disyukuri Historia hari itu adalah keputusannya untuk mengenakan sepatu boot. Yah, walaupun jika memang akan berkuda perlengkapan pengendara tak boleh main-main.

Berbanding terbalik dengan Historia, lelaki disampingnya nampak kacau. Surai hitam itu basah kuyup hingga masih meneteskan air sisa-sisa hujan. Kemeja putihnya bahkan hampir berubah menjadi kemeja transparan. Sungguh keputusan yang sedikit ia sesali saat ia memberikan mantel nya tadi. Ia juga merutuki saat Historia enggan membawa mantelnya. "Aku tak ingin terlihat seperti orang yang mencurigakan," dalih gadis itu.

"Kenapa aku merasa Levi-san sedang mengomel dalam hati karena mantelnya kupakai?"

Hanya bola mata yang bergerak ke sudut mata yang dilakukan Levi, "Anggap saja begitu."

Ah, Historia kini tau bagaimana untuk tersenyum canggung.

Tentang bagaimana mereka akhirnya terjebak di hujan deras itu, dapat dikatakan bahwa kurang lebih penyebabnya adalah Historia. Levi sedikit terkejut saat gadis itu tiba-tiba mengusulkan untuk berkuda.

"Aku merasa ingin menyegarkan pikiranku," sahut Historia ditengah-tengah tumpukan dokumen yang perlu ia selesaikan.

Levi yang berdiri tak jauh darinya mencoba mengklarifikasi apa yang didengarnya, "Dan? Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku ingin berkuda."

Mungkin sudah tak dapat dihitung berapa kali Levi harus tercengang, terkejut hingga tak bisa berkata-kata setelah menjadi pengawal pribadi ratu muda itu. Sepertinya semangat masa muda masih mengalir dalam kesehariannya. "Tiba-tiba? Menyegarkan pikiran dengan berkuda?"

Senyuman yang mengembang dari gadis itu seolah sekaligus menjawab pertanyaan Levi.

***

Sebuah perkamen tua tertimbun terlalu dalam di peti dokumen-dokumen lama. Jika saja tali perak yang mengikatnya tidak memantulkan cahaya, mungkin saja benda itu akan terus tertimbun, atau bahkan lebih dalam yang mungkin membuatnya terlupakan atau bahkan hancur suatu saat nanti di masa depan. Penampilan gulungan perkamen itupun tak lebih berbeda dari kertas tua kuning kecoklatan yang menunggu masa akan menghabiskan umurnya. Hanya tali perak yang membuat perkamen itu tertutup yang menarik pandangan Historia, dan entah kenapa tali itu terlihat seperti baru.

"Sejauh yang aku ingat, Waren tidak terlalu menjelaskan tentang peti ini selain hanya berisi dokumen-dokumen tua tentang perjanjian-perjanjian para bangsawan."

Berawal dari rasa keingintahuan, dibukanya gulungan di depannya itu. Isinya tak lebih dari sekedar coretan tinta yang memudar. Bahkan terlihat ada beberapa bagian yang hilang. Namun satu gambar di tengah perkamen menangkap semua perhatian Historia. Tak terlihat ada hal yang janggal, hanya satu pohon tua dengan banyak cabang tergambar dengan tinta yang belum sepenuhnya memudar, di sisi tiap-tiap cabang terdapat tulisan yang seperti bahasa kuno. Namun, Historia malah merasa ada yang ganjil. Bukankah aneh jika perkamen berisi gambaran seperti itu tersimpan hingga saat ini di peti dokumen pemimpin kerajaan?

***

Historia tidak mengatakan pada siapapun atas penemuan perkamen itu. Firasatnya mengatakan Waren juga tak akan banyak bicara tentang perkamen yang asal dan pembuatnya yang tidak jelas. Sebelumnya, ia sudah mencoba menyelidiki di perpustakaan istana, mungkin saja ada sedikit penjelasan tentang gambar pohon yang menarik perhatiannya itu. Tetap saja hasilnya nihil meski ia juga mencoba untuk menggali informasi dengan sedikit bertanya pada pustakawan. Bahkan ketika ia bertanya tentang satu bahasa kuno yang ia ingat dari perkamen, pustakawan sedikit kesulitan.

Pustakawan itu bahkan terlihat sangat menyesal karena tidak banyak yang dapat ia bantu, "Mohon maaf, Yang Mulia. Meskipun saya tahu ini adalah bahasa kuno, tetapi dari dokumen atau buku yang saya baca, tetap saja tidak ditemukan."

Hampir satu minggu pikirannya hanya dipenuhi tentang isi perkamen itu. Mungkin saja ia bisa mencoba melupakan atau menganggapnya hanya sebagai dokumen lusuh yang tidak sempat untuk disingkirkan, tetapi tetap saja firasatnya berkata lain. Karena itulah ia mencoba untuk berkuda demi melepaskan sedikit penat yang ada.

Alam seolah memberi peringatan tidak setuju pada keputusan gadis itu. Langit yang tadi pagi cerah dengan awan cirrocumulus—yang nampak seperti kawanan domba—berubah menggelap hingga turunlah hujan deras ini. Historia sudah mencoba membujuk Levi untuk menerjang saja hujan—yang telah ditunggu hingga satu jam—yang tak kunjung mereda ini, tapi lelaki itu malah memberinya sesuatu. Wejangan? Oh, tentu saja bukan. Baru kali ini Historia mendapati omelan baru selain mengenai kebersihan keluar dari mulut pengawal pribadinya itu.

Mulai dari keputusan tiba-tibanya untuk berkuda, ia yang keras kepala ingin lebih mengenal rakyat sampai-sampai ia menolak mengenakan mantel, hingga sangat tidak mungkin Ratu Paradis pulang ke istana dengan basah kuyup dan kotor akan noda lumpur. Pandangan Levi akhirnya jatuh pada sepatu boot yang ia kenakan, beruntungnya ia mendapat satu pujian atasnya.

"Tapi Levi-san, bagaimana jika hujan ini tidak berhenti?"

Levi menatap Historia dengan ekspresi sedikit tidak percaya, "Tidak mungkin."

Langit yang seolah terus menangis itu seperti menolak mentah-mentah jawaban Levi sebelumnya. Mereka sudah menunggu hampir dua jam, tidak terlihat tanda-tanda hujan akan berhenti atau bahkan mereda hingga hanya menyisakan rintik-rintik. Satu tarikan nafas panjang terdengar oleh Historia dari lelaki di sampingnya itu.

"Sepertinya langit mendengar permintaanmu untuk tidak menghentikan hujan,"

Historia terkesiap dan dengan penuh semangat ingin membalas ejekan itu, "Huh? Bukan begitu maksud—"

"Jika beberapa menit lagi hujan masih juga belum berhenti, mau tak mau kita harus menerobosnya," ujar Levi sembari memandang langit.

Gadis itu masih membuka mulutnya karena perkataan sebelumnya tiba-tiba terpotong. Lisannya menutup dan ekspresinya berubah seolah mengatakan, "Bukankah sudah kubilang untuk menerobosnya dari satu jam yang lalu?!"

Levi menyeringai licik, "Bersiaplah untuk mendengar omelan kepala pelayan yang pastinya akan lebih panjang dan lebih keras saat mendapatimu basah kuyup saat sampai di istana."

Historia tersadar bahwa Femlee Gryfici memiliki kegemaran untuk berkomentar atas segala hal yang tak sesuai di istana. Historia juga teringat satu momen beberapa minggu yang lalu yang membuatnya sedikit terkejut. Gadis itu terkekeh, "Bersiaplah juga, Levi-san. Nyonya Gryfici juga akan membagikan petuahnya karena membuatku menerjang hujan ini. Anggap saja kita adalah komplotan."

Tatapan netra Levi menyipit, "Gadis ini licik juga."

Five Feet and Below [Levi x Historia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang