07 : Extricate

611 96 6
                                    

Sepulang sekolah, Ni-Ki sudah bersiap menunggu Sunoo di depan kelas sang empu. Ia berniat untuk pulang bersama. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menunggu karena tidak lama kemudian Sunoo sudah keluar dan menatap bingung. “Ada apa Ni-Ki?”

“Aku hanya ingin mengajak Kak Sunoo pulang bersama, mau tidak?”

Sunoo terdiam sebentar sebelum kemudian mengecek ponselnya. Tidak ada pesan dari Jake sama sekali, jadi ia pun mengangguk mengiyakan ajakan Ni-Ki. “Boleh, sekalian saja aku ingin mentraktirmu sebagai rasa terima kasih karena selalu membantuku.”

Tentu saja Ni-Ki sangat senang dan segera menyetujuinya. Mereka pulang bersama menggunakan motor milik Ni-Ki, tidak memedulikan setiap orang yang selalu menatap mereka penuh dengan rasa cela. Sebetulnya Sunoo sadar akan hal itu, tetapi ia hanya berpura-pura tidak tahu. Lagipula pandangan cela seperti itu sudah biasa ia terima semenjak dulu juga.

Di perjalanan, Ni-Ki sesekali melihat kaca spion hanya untuk mengamati wajah manis lelaki yang berada di belakangnya. Padahal mereka belum lama bertemu tapi rasanya hati Ni-Ki teramat menyukai Sunoo melebihi apapun. Dulu saja ketika ia memiliki seorang pacar, rasanya tidak sehebat ini.

Untungnya di persimpangan jalan ada kafe yang sedang hits, keduanya memutuskan untuk makan camilan di sana.

Mereka duduk tidak jauh dari pintu masuk, berhadapan dengan kaca lebar yang memperlihatkan pemandangan jalanan.

“Mau pesan apa?” tanya Sunoo pada lelaki yang duduk di hadapannya.

“Apa saja.”

“Aku pesan kue coklat lava dan minumnya green tea. Kalau Ni-Ki?”

“Sama.”

“Berarti pesan dua,” ujar Sunoo pada pelayan.

Sembari menunggu pesanan tiba, Ni-Ki tiba-tiba mengajukan pertanyaan, “Kak Sunoo sudah tahu rumor tentangku?”

“Rumor yang mana?”

“Tentang aku yang melenyapkan sahabatku sendiri.”

“Oh yang itu.”

“Kak Sunoo tidak terkejut?”

Sunoo menghela napas. “Soalnya aku tidak percaya kamu melakukan hal itu. Di mataku kamu lelaki yang baik, kamu memperlakukanku sangat baik padahal kita belum lama saling mengenal. Selama kamu baik padaku, dan aku tidak melihat hal yang orang katakan. Aku akan tetap percaya padamu.”

Perkataan Sunoo membuat Ni-Ki terdiam. Entah sejak kapan matanya terasa kabur. Pertama kalinya ia bertemu seseorang yang tidak mengatakan hal-hal jelek padanya. Tidak menekannya. Sunoo berbicara sangat lembut, ia kemudian tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya, mengelus punggung tangan Ni-Ki.

“Jika kau membutuh seseorang, kau bisa katakan padaku. Aku akan membantu selama aku bisa, tetapi aku akan berusaha membantumu. Di kota ini, kau adalah satu-satunya teman yang ku percaya.”

“Kak Sunoo, aku sangat senang. Terima kasih. Lain kali aku akan menceritakan sesuatu padamu agar Kak Sunoo lebih mempercayaiku lagi.”

Sunoo mengangguk.

Tidak lama kemudian makanan yang mereka pesan sudah datang. Baik Sunoo dan Ni-Ki memakannya dengan lahap. Sesekali Ni-Ki meraih tisu untuk mengelap sisi mulut Sunoo yang belepotan. Tetapi kemudian Sunoo segera meraih tangan Ni-Ki untuk berhenti. Meskipun Sunoo suka sekali dimanjakan, tetapi ia tidak menyukai jika Ni-Ki yang melakukannya. Sunoo merasa bahwa ia harus lebih dewasa dari Ni-Ki. Terlalu memalukan jika Ni-Ki terus memanjakannya.

“Sebentar.”

Sunoo mengangkat telpon dari Jake, kakaknya menelpon lebih dari 7 kali. Sedari tadi Sunoo tidak menyadari karena ponselnya dalam mode diam.

Noo, kamu di mana?

“Kak Jake dari tadi menunggu di depan gerbang sekolah.”

„Aku sedang bersama teman. Di kafe dekat sekolah—”

Oh ... baiklah, Kak Jake sudah liat kafenya.” Sebelum Sunoo menjelaskan Jake sudah memotong, bahkan lelaki itu telah kembali berkata, “Kak Jake datang.

“Baiklah. Aku juga akan bilang pada temanku.”

“Kakakmu?” tanya Ni-Ki.

“Benar. Sepertinya kita tidak bisa banyak menghabiskan waktu lagi. Jika kakakku sudah menyuruh pulang, aku harus segera pulang. Dia selalu mengkhawatirkanku.”

“Dia pasti sangat menyayangimu.”

“Ya begitulah, tetapi terkadang dia menjengkelkan jika sedang usil.”

„Berani sekali, membicarakanku di belakang,” kata Jake yang kini sudah berdiri tidak jauh dari Sunoo. Kehadiran Jake sangat cepat sehingga Sunoo tidak menyadarinya. Ia tidak menyangka Jake akan datang secepat kilat. Ia tersenyum kecil memohon agar Jake tidak menghukumnya. Tetapi Jake sudah mendekati Sunoo dan langsung menjitak dahi Sunoo pelan, ia tidak tega jika terlalu keras.

“Ayo pulang!” Jake menyeret tangan Sunoo. Sehingga Sunoo harus berkata pada Ni-Ki, “Aku pulang ya.”

Selama diseret ke parkiran, tidak henti-hentinya Jake mengomel karena Sunoo tidak memberitahunya terlebih dahulu bahwa ia akan bermain bersama teman.

“Kak Jake! Kakak itu bagaimana? Tadi ada Ni-Ki. Mengaoa tidak coba saling mengenal? Main tarik-tarik aja, tidak ada sopan santunnya.” Sunoo menatap kesal Jake setelah mereka memasuki mobil.

“Tetapi aku tidak mau mengenalnya,” balas Jake kemudian melajukan mobilnya membelah jalanan. Ia sama sekali tidak peduli dengan lelaki bernama Ni-Ki itu. Setelah lelaki itu memberi Sunoo ponsel, ia tidak percaya. Anak lelaki itu pasti berniat memanfaatkan Sunoo yang polos.

Di dalam kepala Jake, sudah ada beribu-ribu cara untuk menjauhkan Ni-Ki dari Sunoo. Lelaki itu harus melewatkan mayatnya terlebih dahulu jika ingin berteman dengan Sunoo.

***

Udara semakin mendingin setelah langit mulai menggelap. Ni-Ki berjalan pelan menyusuri jembatan layang di atas sungai. Di setiap beton sisi jembatan dipenuhi banyak tulisan kata-kata mutiara tentang kehidupan yang dimaksudkan agar orang-orang yang memilih untuk melompat segera mengurungkan niatnya setelah membaca tulisan-tulisan itu. Namun, meskipun upaya ini cukup efektif tetap saja masih ada segelintir orang yang tetap nekat mengakhiri hidupnya. Mereka sudah tidak peduli jika harus meninggalkan orang-orang di sekitar mereka.

Di atas jembatan. Ni-Ki dapat melihat ketenangan air sungai, tetapi di balik tenangnya air sungai itu. Di dalamnya sangat berbahaya. Sangat dalam, dan terdapat tumbuhan berakar yang dapat menjerat tubuh jika seseorang menjatuhkan dirinya ke dalam sana.

Salah satu tangan Ni-Ki mengelus pembatas. “Jungwon, kenapa kau memilih melompat?” pertanyaan itu masih terus ia ucapkan setiap kali datang ke tempat ini.

Lelaki yang ia sebut adalah seseorang yang ceria namun juga bijaksana. Ni-Ki tidak pernah mengerti mengapa orang seperti itu memilih untuk mengakhiri hidupnya?

Apa Jungwon memiliki masalah yang Ni-Ki tidak ketahui selama ini?

Lalu mengapa harus memilih jalan itu?

Ni-Ki mengusak rambutnya, kepalanya pusing hampir meledak. Hingga detik ini, ia belum tahu alasan tentang sahabatnya memilih pergi. Jika ada seseorang yang menganggu Jungwon, sehingga sahabatnya memilih melompat dari atas jembatan—Ni-Ki tidak akan segan untuk membalas dendam seribu kali lipat dari rasa sakit yang diterima Jungwon.

Vixiato | JakeNoo ✗Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang