Prolog

48 2 0
                                    

"Kau, Nataya?" Wanita anggun yang ada di hadapan Nataya bertanya dengan pandangan yang meneliti Nataya dari ujung rambut hingga kaki.

"Iya, Nyonya." Nataya menjawab gugup.

Wanita yang dipanggil nyonya itu menganggukkan kepalanya. "Kau sudah membaca kontraknya?" tanyanya lagi.

"Sudah, Nyonya."

"Katakan apa yang ingin kau katakan."

Nataya terkejut. Wanita di depannya tau dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tak mempunyai keberanian.

"Apakah saya memang harus menetap dan hanya boleh pulang satu kali dalam sebulan?" Nataya bertanya dengan lirih.

"Itu poin yang paling utama. Anak ku terlalu aktif, dia butuh seseorang yang menjaganya selama 24 jam." Wanita itu menatap ekspresi Nataya yang semakin ragu.

"Apa yang membuatmu ragu? gaji yang kau terima sepadan dengan pekerjaanmu, bahkan lebih."

"Saya tak bisa menetap, Nyonya. Saya tak bisa meninggalkan anak saya sendirian." Jawab Nataya sedih. Dia butuh bayak uang, tapi dia juga tak bisa meninggalkan putranya sendirian.

"Anak? Kau punya anak?" tanya wanita itu.

"Benar, usianya baru enam tahun bulan depan." Nataya tersenyum mengingat putranya.

Wanita itu diam, tampak berfikir sebentar. "Kalau begitu, bawa anakmu. Anakku juga baru berusia enam tahun." Dia menatap ekspresi Nataya yang tampak berfikir. Kemudian tersenyum saat Nataya menganggukan kepalanya.

"Tanda tangan kontraknya. Jika kau melanggar kontrak, denda 10 milyar. Itu tertera jelas di kontrak, kau sudah membacanyakan?"

Nataya menganggukkan kepala. Dia yakin akan bertahan hingga 1 tahun kedepan, jika tak tahan pun dia akan tetap berusaha.

Selesai dengan urusannya dia pulang kerumah. Dia akan pindah hari ini juga, karna wanita yang baru diketahui bernama Alondra itu akan pergi dan harus meninggalkan anaknya besok.

"Mama." Panggilan dari putranya langsung menyapa gendang telinganya begitu memasuki rumahnya yang sederhana.

Nataya berjongkok untuk menyamai tinggi sang anak. "Anak mama sudah bangun?" tanya Nataya setelah memeluk dan mencium pipinya singkat.

"Sudah, Mama sudah pulang?" Anak itu bertanya. Dia bingung ini masih siang tapi ibunya sudah di rumah. Biasanya ibunya akan pulang malam saat dia sudah tidur.

"Iya sudah pulang, mulai besok kita akan tinggal di rumah baru mau?"

Sang anak langsung menunjukkan ekspresi datar saat dia bertanya. Meskipun masih balita tapi anaknya itu mempunyai pemikiran yang melebihi usianya. Kadang dia bisa bersikap layaknya orang dewasa membuat Nataya merasa bersalah. Anaknya harus mengerti dan memikirkan segala hal disaat anak seusianya hanya tau bermain karna keadaannya.

"Mama akan menikah? jika iya, Lio tak akan ikut." Setelah mengatakan itu Lio, yang bernama lengkap Nathaniel Adelio itu memasuki kamar meninggalkan ibunya yang masih berada di depan pintu, membuat wanita itu mengejarnya ke kamar.

Nataya meraih bahu Adelio, kemudian menangkup wajah mungilnya agar menatap matanya. "Mama tak akan menikah, Mama mengajak Lio tinggal di rumah majikan Mama," jelas Nataya.

Adelio menatap mata Mamanya. "Kenapa?"

"Mama akan bekerja dan tak bisa pulang kerumah setiap hari."

"Tapi selama ini Mama selalu pulang. Kenapa sekarang tidak pulang?"

Nataya tersenyum, anaknya ini memang cerdas. "Karna Mama mempunyai pekerjaan baru. Sekarang Mama bisa bersama Lio setiap hari."

"Tak pulang saat Lio sudah tidur, dan pergi saat Lio belum bangun?" tanyanya. Matanya berbinar, dia senang Mama nya tak sibuk bekerja lagi.

Nataya tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, Lio mau kan?"

"Mau, Mama." Jawabnya riang. Meski tak menunjukkan dengan gamblang, tapi mendengar suaranya Nataya tau Lio bahagia.

Sudah sangat lama anak itu tak menunjukkan ekpresi seperti itu. Nataya semakin merasa bersalah, selama ini putranya kesepian dan dia tak bisa berbuat apa-apa.

Selesai dengan urusannya di rumah, Nataya dan Lio memasuki mobil jemputan menuju rumah yang akan menjadi tempat singgahnya untuk satu tahun kedepan.

Not HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang