Ayah dan Ibu

29 3 1
                                    

"Kita akan tinggal di sini?" Lio menatap sekeliling. Rumah di depannya besar bagai istana. Entah apa pekerjaan ibunya, dia tak tau.

"Iya, Lio suka?" Nataya menatap anaknya. Dia khawatir Adelio tak mau.

"Suka, tapi ini bukan rumah Lio."

Jawaban Lio membuat Nataya tersenyum sendu. "Makanya Lio harus cepat besar, biar nanti bisa beli rumah yang kayak gini." Nataya mengelus kepala putranya.

"Kalo Lio udah besar, Mama gak perlu capek-capek kerja lagi, nggak perlu pulang tengah malem lagi, biar Mama ada waktu buat main sama Lio," jawab Lio polos.

Nataya mengangguk. "Iya, cepat besar ya, anak Mama," lirih Nataya.

Dia juga ingin selalu bersama Lio, tapi dia tak bisa. Jika bersama Lio seharian mereka tak akan bisa makan. Dulu saja jika bukan karna tetangganya yang setiap hari mau membantunya menjaga Lio, dia mungkin sudah menjadi gelandangan.

Seorang wanita berseragam maid berlari ke arah Nataya dan Lio yang masih berdiri di depan pintu. "Masuk, Non. Tuan dan Nyonya sudah menunggu." Wanita paruh baya yang merupakan Kepala pelayan di Mansion ini menatap Lio yang menggenggam tangan Nataya lamat-lamat.

"Iya, buk." Nataya melangkah masuk dengan wanita itu di depan menunjukkan jalan.

Mansion ini benar-benar luas, berjalan dari pintu utama menuju ruang tamu saja memakan waktu hampir dua menit.

"Kalau begitu saya permisi, Non." Wanita paruh baya itu menatap Lio sekali lagi. Adelio yang ditatap menunjukkan ekspresi datarnya. Dia tak suka diperhatikan sebegitunya.

"Iya, buk. Terimakasih." Nataya mengangguk, tersenyum. Kemudian melanjutkan langkahnya kehadapan sepasang manusia yang sedang duduk di sofa dengan kesibukannya masing-masing.

Nataya dibuat mematung saat sudah berdiri di hadapan Alondra dan seseorang di sebelahnya. Matanya berkaca, nafasnya sesak. Jika saja tak ingat dia sedang berada di mana Nataya pasti sudah menangis histeris sekarang.

Alondra yang sadar Nataya sudah sampai, mengalihlan pandangan dari ponsel di tangannya.

Dia menatap Adelio sebentar, kemudian menatap Nataya yang masih terpaku dengan keterkejutannya.

"Ini Suamiku, Diego Orlando Dietz." Alondra menyentuh lengan pria itu. Memberi kode agar menoleh.

Pria dengan setelan Formal itu menoleh sekilas dan kembali fokus dengan benda berbentuk persegi di tangannya.

Alondra berdecak. "Putraku sedang tidur, kau bisa mulai bekerja jika dia sudah bangun nanti. Aku akan berangkat hari ini dan mungkin baru akan pulang minggu depan. Saat aku pulang nanti aku tak ingin ada lecet meski hanya seujung kuku. Kau mengerti!" tegas Alondra menatap Nataya dengan matanya yang lumayan tajam.

Nataya tersadar dari keterkejutannya dan segera mengangguk. "Me‐mengerti, Nyonya." Dia mngusap sudut matanya yang sedikit berair.

"Good, jangan lupa menghapal data Alano yang kuberikan padamu."

Alano yang nama lengkapnya Alano Aleandro Dietz adalah putra tunggal Alondra dan Diego, juga merupakan pewaris tunggal keluarga Dietz.

Dering ponsel Alondra membuat wanita anggun itu segera bergegas keluar rumah setelah mengecup bibir suaminya yang sedang fokus dengan Tab di tangannya sekilas. Tanpa ada kata-kata perpisahan, atau semacamnya. Wanita itu keluar dari rumah.

Nataya kembali menatap Diego, dia bimbang, perasaannya kembali campur-aduk. Pria ini, pria yang sama yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang sama dengan pria yang malam itu merenggut hal paling berharga bagi seorang gadis yang bahkan usianya masih 17 tahun. Bukan, bukan merenggut. Dia masih ingat dengan jelas malam itu dialah yang menyerahkan diri kepada Diego, pria yang namanya saja bahkan tak Nataya tau, dan kejadian malam itu benar-benar penyesalan paling besar dalam hidupnya. Karna pada akhirnya penyebab dia melakukannya tetap pergi, tetap meninggalkannya sendirian.

Not HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang