Buah jatuh tak jauh dari pohonnya

32 4 1
                                    

Diego melangkah memasuki mansion mewahnya setelah Eric membukakan pintu mobil untuknya. Dia bergegas menaiki tangga menuju lantai dua, letak kamar Alano berada. Dia merindukan putra bawelnya itu, sekalian ingin melihat bagaimana Alano ingin membuat pengasuhnya yang baru menyerah.

Membuka pintu kamar Alano yang tertutup, dahi Diego berkerut bingung saat tak menemukan putranya di dalam sana. Biasanya di jam seperti ini Alano akan memilih bermain dikamar. Dia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi bibi Grace, wanita itu pasti tau dimana Alano berada.

"Dimana dia?"

"Tuan muda berada di dapur, Tuan."

Diego langsung memutus panggilan setelah mendengar jawaban wanita itu. Dia kembali menuruni tangga menuju dapur yang letaknya lumayan jauh dari tempatnya berdiri selarang.

Diego mengernyit bingung saat mendengar suara anaknya yang sepertinya sedang berdebat. Pria itu semakin mamasuki kawasan dapur yang sebelumnya belum pernah dimasukinya.

Dia berhenti diambang pintu, memilih menonton interaksi tiga orang di depan sana yang sama sekali tak menyadari keberadaanya.

Alano melipat tangannya di depan dada, pose yang sama dengan anak lelaki di depan Alano. Ah ... Diego ingat, anak itu adalah anak yang tadi datang bersama pengasuh baru Alano.

"Kenapa kau memanggil Mama baruku Mama?" Diego mengernyit heran mendengar pertanyaan Alano.

"Mama barumu? Siapa? Mamaku?" Ah, pria kecil yang tampak sangat tenang itu mewakili pertanyaan di dalam kepala Diego.

Doa dapat melihat Alano tersenyum angkuh sekarang. "Tentu saja, siapapun yang menjadi pengasuhku, dia kan menjadi Mama ku. Aku akan memanggilnya Mama."

Diego tersenyum miring, kebohongan Alano terasa menggelikan. Mana pernah dia memanggil orang lain Mama, dia hanya tak ingin yang sudah menjadi miliknya direbut orang lain. Sikap putranya yang itu menurun darinya, posesif.

Anak di depan Alano kelihatan marah, terbukti dari wajahnya yang tampak memerah, bahkan dari tempat Diego berdiri. Namun, Diego dibuat geleng kepala melihat perubahan ekspresi di wajahnya, dari yang tadinya kelihatan marah, sekarang anak itu terlihat kembali begitu tenang.

"Terserah kau ingin memanggil apa, karna aku akan tetap menjadi anak yang sebenarnya." Sekrang gantian, wajah Alano yang tampak memerah, Diego yakin tak lama lagi keduanya akan saling berteriak atau paling parah akan saling melukai, tapi sepertinya itu tak akan terjadi karna wanita yang sedari tadi hanya menonton sekarang bertindak. Melakukan sesuatu yang entah kenapa membuat Diego tersentuh sedikit, hanya 'sedikit'.

Dia melihat wanita itu memeluk keduanya, lalu mendudukkan mereka di kursi pantry. Kemudian mengelus kepala putranya dan anak yang satunya. "Hei, dengarkan aku—"

"Mama!"

Dan sebelum wanita itu selesai bicara kedua pria kecil itu sudah berteriak dengan ekspresi yang berbeda. Alano dengan ekspresi jengkelnya dan yang satunya dengan ekspresi tenang di wajahnya.

"Ma-ma, kau bemar-benar ingin memanggilku begitu, Tuan muda?" Pertanyaan wanita itu terdengar ragu.

Diego menunggu, apakah Alano serius atau memang hanya ingin menggungguli anak lelaki yang saat ini terlihat enggan melihat Alano yang mengangkat dagunya tinggi.

"Tentu saja, dan satu lagi. Mama tak boleh memanggilku Tuan muda lagi, sekarang aku ini anakmu panggil aku Alano."

Diego cukup terkejut mendengar balasan putranya yang bahkan tak canggung sama sekali saat memanggil pengasuhnya itu Mama.

"Tapi bagaimana jika Tuan Diego marah?"

Diego mengangkat sebelah alis, masih menunggu.  "Dia tak akan marah, kalau tau aku yang meminta. Jika aku mau aku bahkan bisa meminta sepuluh Mama."

Not HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang