Sekolah sudah sepi tersisa beberapa siswa yang sedang melakukan ekstrakurikuler. Aku berjalan menuju gerbang sekolah, sedangkan Selatan atau yang biasa dipanggil dengan Atan, menuju parkiran.
"Arin!" seseorang berlari dari belakang, ia menghampiri ku, Regandi.
"Eh, Rega." aku tersenyum menyapanya.
"Tumben baru pulang?" tanya Rega.
"Eh iya. Ketiduran di perpus." jawabku berbohong. "Baru kelar ekskul ya?" tanyaku mengalihkan pembicaraan sebelum dia bertanya lebih lanjut.
"Iya. Mau ada lomba. Jadi bakal tiap hari latihan."
"Widih. Good luck ya basketnya." aku tersenyum.
"Makasih Arin. Eh gue ambil motor dulu ke parkiran ya Rin. Pulang bareng." Saat Rega hendak melangkah, Atan datang dengan motor besarnya.
Astaga, mau ngapain dia? Kadang, jika masih ada orang di sekitar, ia akan melaju dan pulang duluan. Kenapa sekarang malah berhenti sih?
"Ega, Arin" Atan menyapa.
"Eh Atan, ngapain lu? Biasa juga jam istirahat udah ilang."
"Mau sekolah bener gua sekarang." Atan tertawa disusul dengan Rega.
"Gila, bisa tobat juga."
"Sialan lo. Ada yang bikin tobat." sahut Atan melirikku.
"Guru bimbingan konseling?" tanya Rega melawak.
"Sialan lo." Rega terbahak. "Eh Arin lu nunggu angkot?" Atan bertanya, tentu saja ia berakting.
"Iya." jawab ku seadanya.
"Eh gue baru tau Arin kenal sama lo Tan." Rega terheran. Tentu saja Rega bakal bingung, aku dan Rega saat kelas sepuluh kan satu kelas. Dan ia tentu tahu teman-teman ku.
"Kita..."
"Kita teman sekelas, Ga." aku memotong perkataan Atan sebelum ia menjawab. Atan mendengus.
"Oh." Rega manggut-manggut.
"Mau ikut gua gak Rin?" tanya Atan.
"Hah? Eh?" aku kebingungan. Anjir, ngapain Atan ngajak segala sih?
"Lu duluan aja Tan, gua bareng Arin."
Atan menatapku dan langsung menancapkan gas.
****
"Nih diminum." aku menyodorkan teh es di atas meja lalu duduk di samping Rega.
Setelah aku turun dari motor Rega dan menunggunya pergi, dia malah tak pergi-pergi juga. Aku jadi berbasa-basi menawari nya mampir dan ia malah mampir. Padahal aku ingin tidur, pegal sekali rasanya badanku setelah bermain dengan Atan tadi.
"Emang sepi ya biasanya jam segini?" Tanya Rega.
"Iya. Bokap gue lagi dinas terus nyokap gue biasalah di toko roti." Sahut ku. Rega tak menjawab ia terus menatap mata ku. "Rega?" Aku mencoba menyadarkan Rega. Wajah Rega semakin mendekat dan membuatku siaga.
"Gue cuman keinget. Dulu kalau gue gak tiba-tiba menjauh, apa kita bakal pacaran ya?" Rega menyelipkan anak rambutku ke telinga.
"Ya udahlah, udah lalu juga." Aku membuang muka. Ah, aku jadi teringat kenangan tahun lalu. Memikirkannya saja aku sudah muak.
"Gue masih suka sama lo." Ungkap Rega tiba-tiba.
"Tapi-"
"Gimana kalau kita coba lagi?" Tanya Rega.
"Rega-"
"Yah, coba jalan aja dulu." Potong Rega, lagi.
Aku menatap mata Rega yang penuh harap. Tidak tega, aku malah mengangguk dan membuat Rega tersenyum senang. Apakah keputusanku benar?
****
Besoknya, pelajaran kosong dan tentu saja harus digunakan untuk belajar mandiri. Banyak siswa yang bolos, sedangkan aku berada di perpustakaan. Perpustakaan sepi yang bahkan penjaga perpustakaan pun entah pergi kemana.
Tak sengaja beberapa buku yang aku bawa terjatuh, saat aku sedang memungutnya, seseorang memegang bokongku dan memaju mundurkan miliknya yang terasa besar di balik rok ku. Aku berdiri.
"Mau posisi begini gak?" Tanyanya frontal, berbisik di telingaku.
"Atan!" Aku kegelian. Atan menjilat telinga ku. "Ahh..."
"Kamu seksi banget dari belakang."
Sial, cuman dia sentuh sedikit aku langsung ingin lebih.
Aku menarik tangan Atan. Pergi menuju ke tempat yang sedikit tertutup dari pandangan. Jaga-jaga jika ada yang masuk.
"Di sini aja." Aku menatap mata Atan dan langsung melumat bibirnya. "Mmh... Hhh..."
"Mmh... Belakang ya, sayang?" Bisik Atan setelah melepaskan cumbuan kami. Atan menoel hidungku.
Aku balik badan dan Atan langsung mengangkat rok pendekku dan menurunkan celana dalam. Atan menggesek-gesekkan miliknya di pantatku.
"Rega langsung pulang kan habis nganter?" Aku menangguk. Atan mengelus pantatku.
"Bener?" Tanyanya memastikan. Ia masih mengelus pantatku.
"Iya." Sahutku. Sudah sangat ingin dimasukin, malah banyak basa-basinya.
Plak! Atan menampar pantatku.
"Awh!" Aku mendelik. Atan hanya nyengir. Mentang-mentang sepi!
"Mulai sekarang, gak ada ampun pokoknya." Atan berbisik. Entah kenapa, nada bicaranya jadi kesal.
Lewat belakang, Atan langsung menusukkan miliknya dengan satu kali hentakan.
"Ah!" Sakit campur kaget, tentu saja. Masih selalu sakit saat Atan memasukan miliknya. Atan langsung menggenjot miliknya.
"Ahh... Ahhh... Atannn..." Lewat belakang, Atan terus memaju mundurkan miliknya. Begitu kasar dan nikmat saat batang Atan menyodok melalui belahan pantat ku.
"Uuuh... Na, jangan pernah bohongin gue!" Aku mengangguk. Namun, rambutku langsung ditarik Atan ke belakang. Atan menjambak rambutku.
"Ahh... Pelan pelan Atan. Ahhh... Ahhh..." Aku terus mendesah.
"Ahhh... Ouuh... Ahh... Na, badan lo punya gue." Aku tidak menyahut. Rasanya tidak ada tenaga untuk menjawab ucapannya. Aku hanya bisa mengeluarkan desahan.
Dengan tangan kirinya, Atan kembali menarik rambut. Tangan kanannya digunakan untuk meremas payudara ku. Dan entah sejak kapan, kutang ku terlepas.
"Uhh... Gue mau keluar, Atan." Ucapku lemas.
****
Setelah Atan mengenakan celananya, Atan membantuku merapikan baju dan celanaku.
"Kamu duluan aja ke kelas. Aku masih ada urusan." Pamit Atan sambil berjalan menjauh, menuju pintu keluar perpustakaan.
Dia kenapa sih? Rasanya Atan sedikit berbeda. Saat main tadi, Atan bahkan berhenti ketika aku sudah keluar padahal ia belum keluar. Apa dia sudah puas?
****
Crooooot
"Ah gila, nahan nanggung gini gak enak banget."
Lelaki itu menyirami toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAS KHUSUS [18+]
RomansaKamu tahu seberapa jeniusnya aku? Kamu tahu berapa penghargaan akademik yang sudah ku dapatkan? Lalu kenapa aku berada di kelas terburuk di sekolah ini??! Ini cerita ku bersama Selatan, siswa bandel dan bodoh di kelas.