5

23.5K 74 6
                                    

Aku sedikit gelisah dengan Dina. Apa dia dengar percakapan aku dan Atan? Apa Dina akan menyebarkan kedekatan aku dan Atan? Aku mendesah, membuang nafas dengan kasar.

"Gue malem ke rumah lo." Atan mengetuk-ngetuk mejaku, membuyarkan lamunan. Ia menggendong ransel. Apa dia mau membolos lagi?

"Ngapain?" Tanyaku panik.

Atan dengan gerakan seperti bermain gitar sambil berjalan mundur menuju pintu.

"Oh iya tugas seni." Teriakku dengan sengaja, tidak ingin seisi kelas salah paham. Atan tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku. Aku balas tersenyum.

"Sebaiknya lo gak deket sama Atan deh." Saran Dina saat aku berdiri.

"Gue juga gak dekat kok sama dia." Elakku. Dina hanya tersenyum.

****

Aku menyeruput pop ice bersama Tesa dan Sinta di belakang sekolah. Seperti piknik, kami duduk ditemani cemilan di bawah nenaungan pohon yang besar. Tidak hanya kami, banyak siswa-siswi lain yang melakukan hal serupa.

"Sedih banget lo beda kelas sama kita berdua." Sinta mengelus rambutku. Sejak bertemu tadi, Sinta terus memainkan rambut panjangku.

"Dia sedih soalnya banyak tugas, gak tau mau nyontek siapa." sahut Tesa. Sinta nyengir.

"Gak gitu ih. Lo kan tau Tarina ini introvert mampus, pasti dia kesepian deh."

"Gak kesepian kok. Kadang juga kan kita masih kumpul." Sahutku.

"Malah enak gak ada orang berisik kayak lo." Tesa tertawa dan membuat Sinta tampak merajuk. "Bercanda elah. Katanya lo ada yang mau diceritain Sin?"

"Ih iya, kan gue malem tadi tembak dong sama Bayu." Sinta sumringah.

"Asik, pajak jadian." Seru Tesa. "Akhirnya gak sia-sia permainan tarik ulur lo."

"Selamat ya, gue juga nunggu traktirannya." Timpal ku.

"Hahaha gampang ntar. Eh tapi nih, kan si Bayu udah nyiapin surprise gitu di ruang karaoke. Eh taunya si Selatan berantakin ruangannya." Ekspresi Sinta berubah.

"Selatan?" Tanyaku penasaran. "Kok bisa sih?"

"Dia temen deketnya Bayu juga sih. Jadi diundang buat bantuin persiapan Bayu. Eh malah dipake berantem." Curhat Sinta.

"Ganteng doang ya, attitudenya minus." Sahut Tesa.

"Tapi si Selatan kasih voucher dinner gitu di restaurant nyokap dia. Hehe."

"Gak jadi minus deh." Ralat Tesa.

"Berantem kenapa? Gara-gara apa?"

"Gak tau gue juga, denger-denger sih, cewek." Jawab Sinta kembali serius.

"Cewek?" Tanyaku makin penasaran.

"Iya. Nih ya kan gue buka duluan ruangannya, eh malah gue lihat adegan perkelahian di depan mata gue dong. Balon udah pada pecah, terus ya ada tulisan wanna be my girl juga udah robek. Aduh, campur aduk perasaan gue malem tadi." Cerita Sinta.

"Gila kacau banget. Gue begitu mah pulang."

"Ceweknya siapa?" tanyaku lagi.

"Gak tau deh. Kayaknya anak sekolah lain."

"Tumben banget Arin kepo. Kayaknya gue mati juga lo gak bakal tanya gue kenapa bisa mati." Sahut Tesa. Sinta tertawa.

"Ya kan udah keburu mati. Paling gue langsung selamatin ponsel lo biar cowok-cowok lo gak lihat isinya."

Entah kenapa aku kepikiran hingga tidak terasa jam pelajaran berakhir. Aku melihat ponsel. Rega mengajak pulang bareng melalui chat, tapi rasanya tidak ada tenaga yang tersisa hanya untuk membalas pesan. Aku memesan ojek online dan ingin segera pulang ke rumah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KELAS KHUSUS [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang