"Kita kayak pengantin baru, ya?"
Celoteh Arga sukses membuat Sherly yang tengah memilih bawang bombay sampai berhenti dengan kegiatannya. "Kayak apa, Ga?"
"Nggak ada siaran ulang," katanya sambil senyam-senyum, sementara dengan perlahan Arga merebut kantung plastik berisi bawang bombay pilihan teman berbelanjanya hari ini. "Udah, nih? Kalau udah, aku timbangin ke masnya yang di situ. Kamu cariin aku bumbu basic yang lain."
"Sekalian aja kenapa?" Perempuan itu kembali merebut kantung plastik berisi bawang bombay dari tangan Arga dan meletakkannya pada kereta belanja yang kali ini isinya sudah berupa bahan-bahan dapur dan bumbu-bumbu.
Kegiatan berbelanja peratan dapur sudah selesai sejak satu jam tadi. Setelah itu mereka bergegas pindah ke sini. Ke department store dekat rumah Arga untuk berbelanja bahan-bahan dapur.
"Ntar kelamaan, lho," kata Arga yang langsung mendapat cubitan lagi, namun kali ini pada pipinya.
"Ya enggak, lah, Arga ganteng se-negara Catur Tunggal, Yogyakarta, Indonesia. Orang cuma nimbang barang, bukan ngurus skripsi."
"Bukan. Maksudnya nungguin kamu peka. Lama."
"Idih! Kalo aku nggak peka aku nggak bakalan mau nemenin kamu belanja seharian ini, lho. Nggak bakalan aku susah-susah ngasih klarifiaksi kalo aku nggak pacaran sama Daniel. Nggak bakalan—"
"Iya, iya." Ocehan Sherly langsung terhenti saat Arga mencondongkan tubuhnya dan mengusap puncak kepala gadis itu. "Makasih, ya, udah peka. Sekarang kita belanja apa lagi, nih? Daging-dagingan kali, ya? Dari tadi aku belum lihat ada daging masuk ke trolley."
Dan Arga dengan berani meggandeng satu tangan Sherly lewat genggaman tangannya yang menganggur, sementara tangannya yang lain mendorong kereta belanja menuju bagian yang menjual daging segar.
Toh gadis itu tidak menolak.
Mungkin tanpa perlu ritual khusus untuk mengabsahkan status sebuah hubungan, keduanya sudah saling tau kalau sejak Arga menggandeng tangannya tadi artinya lelaki itu benar-benar serius ingin mengubah hubungan pertemanan mereka menjadi sedikit lebih spesial.
Sedikit berbumbu rasa sayang.
Mungkin saja bisa ditambah cinta.
"Beras udah. Indomie kalo kepepet juga udah. Daging, sayur, bumbu-bumbu, saos, minyak, butter, gula, semuanya udah. Kamu butuh apalagi, Ga?"
"Butuh istri kayaknya."
"Mulai, deh..." Sherly segera mendaratkan satu pukulan kecil pada lengan Arga namun lelaki itu segera menghindar dan memilih untuk segera menyelesaikan transaksi pembayarannya. Baru saja Arga menyerahkan kartu kreditnya pada petugas kasir, kegembiraannya sedikit terusik dengan Sherly yang kini tengah menerima telpon dari si sultan sound system yang selalu mengantar jemput gadisnya.
Gadisnya? Kalau masih ada nama Daniel di sekitar Sherly berarti gadis itu belum sah menjadi miliknya. Rasanya setelah ini ada yang perlu diperjelas sebelum semuanya terlalu rancu.
"Gimana, Dan? Iya, jadi. Ini aku lagi sama Arga. Gimana? Oh, besok kamu ke kantor aja ketemu Mas Vicky yang biasa itu, lho. Inget kan? Ya besok kalau urusan di rumah udah selesai aku ke kantor, deh. Iya... Iya ntar aku salamin. Oke... Bye! See you tomorrow!" Dan gadis itu pun menutup panggilan telepon.
"Daniel?"
Gadis itu mengangguk sembari membantu Arga membawa belanjaan yang sedikit ringan.
"Ada apa?"
YOU ARE READING
delapan
RomanceTentang bagaimana Arga melanjutkan hidup setelah melepas delapan tahun-nya yang sangat berarti.