Ephemeral 02

5 2 0
                                    

Lizzy tidak pernah sedekat ini dengan seorang lelaki, kecuali ayahnya. Dan kakak kelas yang selama ini cuman sering dia dengar dan pas-pasan dikoridor, kini justru bersikap kurang ajar ?

Dengan tergesa Lizzy mendorong bahu lebar didepannya. Memperpanjang jarak antara dirinya dengan Farraz yang menurutnya berbahaya, apa lagi kalau ada seseorang yang melihatnya.

Akan runyam.

"Loh, katanya pengen deket. Kok malah ngejauh?" Farraz berkata retorik. Senyum yang terpatri diwajah yang sialnya tampan itu membuat Lizzy darah tinggi.

Lizzy berharap ada orang lain yang akan datang ke uks. Dia bukan berdoa agar ada yang sakit, tapi setidaknya ada petugas uks atau siapa pun itu. Lizzy merasa dirinya seekor kelinci dihadapan singa.

"Kakak yang apa-apaan! Konteks yang aku bilang itu berbeda tahu!" Lizzy bahkan terdengar menekankan beberapa kalimat agar Farraz paham.

Seolah memberi pengertian pada anak kecil yang keinginannya tidak dituruti, seperti itulah Farraz, sulit.

"Ya udah coba jelasin sama aku,"Farraz mengganti kata ganti bicaranya, "biar aku paham maksud kamu." Farraz berkedip genit.

Sungguh Lizzy bukan si pemarah Squidward dalam kartun Spongebob. Tapi dirinya merasa berubah menjadi seemosional Squidward saat ini.

"Kakak juga kenapa bicara aku-kamu? Emang kita pacaran?"

"Emang cuman orang pacaran doang yang aku-kamuan?" sebelah alis Farraz terangkat, "kan kamu duluan yang mulai..."

Tabahkan Lizzy, dirinya tidak pernah sekesal ini berbicara kecuali bersama Kayla.

"Aku itu pakai gaya bicara gini itu untuk menghormati kakak tahu." Lizzy menghembuskan napasnya. Dia cepat sekali merasa terengah-engah hanya dengan berbicara bersama kakak kelasnya yang satu itu. "Biar gini-gini, aku bakalan bicara sopan sama yang lebjh tua. Apa lagi statusnya aku sama kakak sebagai murid yang beda dua tingkat. Jadi wajar dong, kalau aku bicara sopan."

Entah mengapa Farraz merasa tak suka ?

Farraz bukan tak suka penjelasan atau gaya bicara adik kelas dihadapannya ini. Dia hanya tidak suka penjelasan yang menyatakan murid yang beda tingkatan? Farraz mengabaikan kegelisahannya.

"Jadi kalau sama tiap kakak kelas lo bicara gini?" lupakan gaya bicaranya tadi, Farraz geli sendiri mendengarnya.

Lizzy mengangguk. "Gak sama kakak kelas aja, sama guru dan keluarga juga gitu. Bedanya kalau sama guru atau orangtua, kan tingkatannya beda dibanding kakak kelas ini, jadi aku biasanya pakai nama."

Lizzy tidak mengerti kenapa dia menjawab setiap pertanyaan Farraz? Apa karena ia kakak kelasnya? Atau ada hal lain?

Farraz mengangguk-angguk saja, dirinya hanya tidak ingin gadis dihadapannya berhenti mengoceh.

"Terus yang lo maksud deket itu kayak gimana, kalau bukan soal jarak?"

"Dekat itu banyak artian menurutku, kak." Lizzy berpikir sejenak. Memilah-milah kata yang tepat mendeskripsikannya.

"Yang dari kecil ngerawat aku aja belum bisa aku anggap dekat. Soalnya mereka belum tentu paham aku, atau hal-hal remeh kesukaan aku,"

"Hal-hal remeh?" beo Farraz.

Lizzy kembali mengangguk. "Misalnya hari ulang tahunku. Apa yang aku suka dan gak suka," Lizzy kemudian menggeleng kembali.

"Kenapa?" tanya Farraz melihat tingkat Lizzy yang tiba-tiba menggeleng saat menjelaskan.

"Sebenarnya dekat juga gak harus hapal suka atau gak sukanya yang aku mau. Tapi bisa enggak dia buat aku nyaman ngobrol santai tanpa canggung.

Bisa gak dia buat aku diposisi terbuka buat cerita apa aja keluh-kesah dan hari-hari yang aku alami, tanpa harus dia tanya."

"Misalnya?"

"Seperti pas dia lagi sama aku, aku bisa cerita kejadian yang aku alami tanpa takut. Tanpa rasa canggung yang mendera. Tanpa mikir dia bakalan mau dengerin atau gak. Tanpa adanya dinding pembatas tak kasat mata yang buat aku gak nyaman." Mendengar penuturan gadis dihadapannya Farraz lagi-lagi mengangguk.

Farraz memang tidak begitu memahami, tapi rasanya ada ribuan makta tersirat di dalamnya.

Farraz mengangkat tangannya, mengajak salaman. Walaupun di dera rasa bingung, Lizzy menyambut uluran tangan tersebut.

"Gue Farraz Gautama. Kakak kelas yang pengen ngerubah tingkatan itu jadi lebih deket lagi diantara lo," Farraz menunjuk Lizzy, "dan gue." Kemudian dirinya menunjuk diri sendiri.

"Kalau mau ningkatin jadi temen gampang kok, kak!" sahut Lizzy riang, salah mengartikan yang dimaksudkan Farraz. "Maaf ya tadi belum kenalan, habis kakak langsung nanya-nanya," Lizzy menggerutu.

"Aku Lizzy Analisa, adik kelas kakak, hehe." Lizzy mengurai senyumnya, Farraz terpana untuk sejenak.

"Oke, Lily. Sampai ketemu kembali." Farraz melepas genggaman mereka, mengusak sebentar rambut Lizzy dan pergi keluar dari uks.

Lizzy menatap pintu uks tempat Farraz berlalu, "Padahal gue bilang Lizzy, kenapa dipanggil Lily?"

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang