❝ halaman kelima

2.8K 734 187
                                    

Musim hujan tahun 2009

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim hujan tahun 2009. Sekarang, sudah cukup lama waktu berlalu sejak sang pendosa diberi kesempatan.

Rintiknya terjatuh, membasahi bumi. Membiarkan airnya diserap oleh tanah. Bau hujan yang begitu khas memasuki indra penciuman dikala dua insan muda berlari berdampingan.

Tangannya bertaut dengan erat. Seolah tak ingin terlepas, juga berbagi kehangatan.

"Oh, ada bekas toko di sana!"

Rindou menunjuk bangunan di hadapannya.

"Uh, ayo. Langsung masuk saja!"

Sang gadis menjawab tanpa pikir panjang. Mengangguk dengan cepat, meminta kekasihnya menuntun segera.

Ke dalam bangunan, dengan gambar malaikat tanpa kepala di dindingnya.

•••

Napas tersengal-sengal. Keduanya menatap penampilan diri yang begitu kacau.

Kemeja putih (Name) benar-benar basah kuyup. Wajahnya terlihat bersemu merah saat sadar kini pakaiannya tembus pandang. Ia sungguh beruntung sekarang, setidaknya dia memakai celana hitam panjang.

"Huft, bajuku benar-benar basah," gumam Rindou. Ia menyisir ke belakang rambut basahnya. Helaiannya semakin panjang, lelaki ini tidak ada niatan memotongnya.

Kemudian, setelah beberapa saat, barulah keduanya sadar.

Di dalam bangunan ini.

Hanya ada mereka berdua.

Ini bahaya.

Rindou membalikkan tubuhnya, menatap kekasih yang kini meragu. Apakah mereka akan baik-baik di dalam sini?

Berdua, dengan badai di luar.

Diri merasa skeptis. Sebab pada dasarnya, manusia sangat mudah dikuasai hawa nafsu.

Jantung berdebar, pipi bersemu merah.

Keduanya bertatapan ragu.

"... ngomong-ngomong. Ini sepertinya berkas markas Valhalla."

Rindou adalah orang bodoh dalam mencari topik. (Name) yang sekarang tidak tahu-menahu tentang dunia berandalan, apa yang Rindou harapkan?

"Oh? Ah ... iya."

Gadis ini hanya menjawab dengan kikuk.

Membawa masuk suasana yang dibenci kebanyakan orang. Canggung. Sungguh semakin sulit mencari topik.

Lampu remang-remang, serta udara dingin menusuk tulang. Masuk ke dalam pori-pori, membuat tubuh menggigil.

"(Name), apa kau kedinginan?"

Dengan ragu, gadis itu mengangguk.

Tanpa tahu akibatnya.

Sebab sang adam melangkah mendekat. Mengulurkan tangan ke arahnya, dengan wajah yang terhalang gelap menarik daksa pada pangkuan. Membuat tubuh oleng namun berhasil ditahan.

Rindou duduk di atas kursi-sudah usang-dengan seorang gadis di pangkuannya. Satu tangan memeluk pinggang, sementara satunya merengkuh punggung.

Kedua tangan (Name) melingkar di lehernya.

"Huh? Rin?!"

(Name) bukanlah gadis bodoh. Dia kini tahu betul apa yang hendak dilakukan kekasihnya. Tahu juga akan apa yang ada dalam benaknya. Sebab tatapan Rindou sekarang sungguh mengerikan. Terlihat seolah hendak memangsanya.

"... tidakkah kau merasa dingin?"

Rindou menengadah. Ia tersenyum sinis dikala sepasang mata menatapnya.

"Ugh ... "

(Name) tak dapat menjawab. Ia hanya memiringkan kepalanya dengan ragu. Tidak mengiyakan atau pun menolak.

Tanpa meminta izin, serta dengan kasar. Rindou meraih tengkuk gadisnya. Menggigit kasar labium merah muda. Penuh hawa nafsu, tanpa adanya jejak kelembutan.

"Ri-"

Setetes cairan pekat mengalir, bersamaan dengan dua bibir yang menjauh. (Name) mengerutkan kening dengan napas terengah, sementara Rindou menjilat bibirnya sendiri. Menikmati rasa amis dari darah yang mengalir.

Dia menyeringai.

"Apa kau masih mau menolak?"

Merasa nafsu, walau ada sedikit rasa ragu. Jika dipikir, bukankah sekarang Rindou lebih tua dari (Name) sebelas tahun? Untuk sesaat, Rindou seakan tengah berciuman dengan gadis kecil.

"Itu sangat kasar," ujar (Name). Menjilat sisa darah pada bibir.

"Bukankah kau lebih suka jika aku kasar?" seringai kian lebar pada wajah sang adam.

Namun Rindou tak peduli. Bagaimana pun, dia tetaplah (Name) yang dicintai. Umur tidak masalah. Toh di kehidupan kali ini, mereka hanya berselisih satu tahun.

Kegilaan merasuki dirinya.

"Jangan berlebihan," kali ini, sang puan menyahut seraya tersenyum.

Rindou menelan ludahnya.

Sang gadis meraba permukaan wajah kekasihnya perlahan. Dari alis, kini turun menuju pangkal hidung. Dengan gerakan lembut, terus bergulir ke arah bibir.

Rindou tidak keberatan sedikitpun. Sebaliknya, lelaki ini menikmati tiap detik yang berjalan. Dikala sang gadis yang dicintainya mengukir senyum, bersamaan dengan jarinya yang menyentuh bibir.

Tangan Rindou terangkat, menggenggam erat punggung tangan (Name). Kemudian, dia mendekatkan wajahnya.

Kelopak mata sang puan perlahan tertutup.

Dari satu jengkal, terus dikikis hingga-

BRAK!

"Aduduh! Hina, aku kan tidak tahu kalau bakal hujan!"

"Takemichi-kun! Kau menghancurkan kencan kita!"

"Uh, aku minta ma-"

"Eh?"

"Eh?"

Takemichi dan Hinata menatap bingung pasangan yang tengah duduk dalam posisi ambigu di hadapannya.

(Name) berada dipangkuan Rindou dengan tangan yang melingkari leher kekasihnya. Sementara Rindou sendiri memeluk erat tubuh (Name), belum lagi jarak dimana bibir mereka akan bersentuhan kapan saja, serta bibir yang bengkak dan berdarah-terlihat jelas mereka baru saja berciuman dengan ganas.

Wajah Takemichi memerah, sementara Hinata dengan segera menutup matanya sendiri.

"M-MAAF!"

Sialan.

Dalam hati mengumpat. Rindou bersumpah akan membunuh mereka berdua seandainya (Name) tidak ada di sana.

•••

1 Agustus 2021

𝐌𝐀𝐑𝐒! haitaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang