Bab 13

904 103 0
                                    

Aline duduk di meja belajarnya. Jam sudah menunjukkan 08.00 Wib, tepat setelah menyelesaikan makan malam keluarga. Kali ini Ia harus menyelesaikan tugas dari sekolah. Hal yang tidak pernah Ia lakukan. Karena dari dulu PR nya hanya latihan fisik dan menganalisa kasus-kasusnya. Di mana Ia melakukan itu di tempat yang luas, penuh foto-foto target dan berkas-berkas yang mendukung. Tidak seperti sekarang, duduk di meja belajar dan menulis kata demi kata yang bisa Ia dapatkan dengan mudah di internet.

Tangan Aline terjulur ke bingkai foto terbarunya. Foto tiga manusia di sana adalah Aline, Bibi Yeni dan Valdo. Mereka mengambil foto ketika Aline pertama kali menginjakkan kakinya di bandara. Senyum Bibi Yeni begitu cerah di dalam foto, Ia ingat ketika Bibinya tidak berhenti menangis haru atas kembalinya Aline. Hal itu membuat hatinya menghangat, Aline merasa sangat ditunggu di keluarga kecil ini. Sedangkan Valdo tersenyum kaku. Ya, wajar saja. Mungkin, saat itu Valdo canggung karena langsung bertemu kakaknya setelah berusia 17 tahun. Sepuluh tahun lamanya berpisah dan dikabarkan meninggal bersama kedua orang tuanya, Valdo terbiasa hidup dengan Bibinya yang super baik. Bahkan Bibi Yeni tidak mempermasalahkan tentang pernikahannya, karena Ia sudah disibukkan mengurus anak dari kakaknya.

Aline melukis tanda love di ujung foto dengan spidol merahnya. Semenjak kakinya menginjak di negara baru ini, hatinya mulai melemah. Bukan berarti Aline mempunyai hati batu. Ia hanya mudah tersentuh dengan hal-hal keluarga. Apalagi, Valdo dengan gagahnya berani melindunginya meski Dia sendiri payah dalam bela diri.


Benda pipih canggih miliknya berdering. Satu panggilan masuk dari seseorang. Aline melirik, di sana tertera nama yang sudah lama tidak Ia kabari sejak kembalinya. Dave, rekan satu timnya yang sudah menjadi ketua dalam 3 tahun terakhir ini. Dave juga yang banyak membantu sampai Ia bisa pulang dengan selamat. Aline berhutang budi banyak pada rekan satu timnya itu.

"Aline!" teriak Dave di sebrang ponselnya. Aline menjauhkan benda pipih itu demi keselamatan indra pendengarnya. Tidak hanya Dave yang antusias. Semua rekannya ikut berteriak heboh memanggil namanya.

"Tidak perlu berteriak, Dave!" kata Aline. Ia bangkit dan mulai merebahkan dirinya di kasur. Pandangannya menatap langit-langit kamarnya yang putih terang.

"Astaga! Bocah nakal ini!" gerutu Dave.

"Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Dave berlagak seperti orang tua padahal usianya baru saja 32 tahun dan Ia berencana akan menikah.

"Baik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," balas Aline santai.

"Kau nyaman di sana, Aline?" kini suara Keni. 

"Tentu saja. Bibi Yeni dan Valdo menyambutku dengan meriah. Aku bersyukur bisa kembali dan menjalani hidup bersama mereka," kata Aline penuh rasa syukur.

"Terima kasih, Dave. Dan semuanya," celetuk Aline haru. Rasanya Ia tidak bisa membalas banyak hal pada mereka karena kini disibukkan menjalani kehidupan biasanya.

"Kami sedih Kau tidak ikut dalam misi-misi ini. Tapi Kami juga bahagia, Kau akhirnya kembali dengan keluarga aslimu. Jangan buat masalah dengan mereka, mengerti?" cecar Dave mengingatkan kembali.

Obrolan mereka berakhir singkat, karena waktu mengharuskan mereka berhenti. Aline memahami, rekan-rekannya tentu saja disibukkan dengan misi-misi menegangkan. Bahkan di hari istimewa, mereka seringkali mengorbankan demi menuntaskan misi. Setelah itu akan mendapat jatah libur yang tidak banyak. Karena masalah demi masalah seakan menunggu dituntaskan segera.

Pintu kamarnya terbuka, Valdo melongokan kepalanya dan berkata, "Aku boleh masuk?"

Aline mengangguk dan mempersilakan adiknya untuk duduk di kursi belajarnya. Entah apa yang akan dibicarakan adiknya, Ia hanya perlu menunggu pertanyaan darinya.

"Ada apa?" tanya Aline ramah. 

Senyum Aline sangat mudah diumbar di depan Valdo dan Bibi Yeni. Tapi selalu memasang wajah datar ke yang lainnya termasuk Elon dan Oni sebagai sohib adiknya.

"Hmm, Gue cuma ..., hmm," kata Valdo ragu-ragu. Aline tetap menunggu.

"Katakan saja. Kakak akan mendengarkan dengan baik," kata Aline berusaha memberi kenyamanan pada adiknya.

"Itu..., hhmm. Apa Kakak baik-baik saja?" tanya Valdo pada akhirnya. Aline mengangkat satu alisnya dan terkekeh. Sikap Valdo sangat lucu.

"Apa Aku terlihat buruk sekarang?" balas Aline seraya menunjukkan senyum ramahnya. Terlihat jelas Aline dalam keadaan baik mulai dari fisik dan hatinya.

"Enggak sih..," kata Valdo seraya menggaruk kepalanya tidak gatal. Ia tidak terbiasa berbicara serius seperti ini. Apalagi bersama Kakaknya yang baru kembali dari 'matinya.'

"Kalau gitu, Gue balik aja," kata Valdo dan buru-buru bangkit. Ia melangkah keluar sebelum sepenuhnya menutup pintu, valdo mengatakan, "Gue bakal ngelindungi Kakak. Jadi jangan berkelahi seperti tadi." 

Dan pintu kamar Aline tertutup rapat. 

Aline menelengkan kepalanya, berusaha menyerap perkataan adiknya. Kemudian Ia berdecih, "cih! dasar anak-anak!" di akhiri kekehan Aline karena tingkah Valdo yang menggemaskan.


Sekarang, Ia tahu apa makna keluarga. Yaitu Valdo dan Bibi Yeni yang tidak berhenti memberi warna pada Aline. Tingkah Valdo yang berusaha melindungi kakanya. Serta Bibi Yeni yang selalu berusaha menjadi orang tua baik. 


ALINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang