Bab 11

898 98 0
                                    


"Tidak perlu datang ke sini, Valdo," kata Aline ketika keluar kelas hendak pulang bersama. Ia mendapati Valdo dan dua sohibnya sudah berdiri di depan kelas sejak tadi. Sedangkan kelasnya harus menyelesaikan mata pelajaran yang sedikit tertunda. 

Hadirnya Valdo membuat siswi-siswi di kelasnya menatap penuh puja. Sekali lagi, Valdo cukup populer di kalangan siswi-siswi. Namun sekarang, Ia berdiri di depan kelas kakaknya. Ingat, di depan kelas kakaknya, bukan pacarnya. Desas-desus Valdo dekat dengan wanita juga tidak sehangat berita tentang Aline yang ternyata kakak dari Valdo.

"Gue gak heran sih kenapa Valdo bisa dapet wajah kayak gitu. Kakaknya aja udah buktiin. Sempurna," kata anak-anak lainnya membicarakan tentang dua bersaudara itu.

Aline sebagai siswi baru di kelas tiga sudah cukup menarik perhatian apalagi pindahan dari luar negeri. Dan lebih mencolok lagi statusnya sebagai kakak. Namun lebih tercengang lagi, karena Aline membuat masalah dengan geng berandalan Demon. 

"Gue mau mastiin sesuatu aja," elak Valdo santai. Mereka berjalan bersisian menuruni tangga.

"Memastikan tentang apa?" tanya Aline penasaran.

"Kalau Kakak Gue gak diganggu berandalan itu," jawab Valdo tetap fokus di langkahnya.


Aline mengulas senyum bahagia, dilindungi seseorang yang menyayanginya. Mendapati perlakuan khusus sebagai kakak. Rasanya Ia tidak perlu lagi menyalahkan semesta yang kejam. Atau menyalahkan dirinya sendiri karena gagal. Aline merasa hangat hidup di keluarga kecilnya.

Elon dan Valdo berjalan di belakang mereka. Dua manusia itu selalu berisik memperdebatkan sesuatu. Seperti saat ini,

"Kalo ayam sama telur duluan ayam. Terus ayamnya itu berasal dari mana kalau bukan dari telur?" tanya Elon memperdebatkan siapa dulu yang ada di bumi, ayam atau telur ayam?

Oni menghela napas kasar. Sohib satunya ini tidak mengerti sejak tadi.

"Kalo telur dulu. Telurnya dari mana kalo bukan ayam?!" balas Oni kesal. Ia jengah dengan pertanyaan Elon yang absurd.

Valdo memutar bola matanya malas. Lagi dan lagi dua sohibnya memperdebatkan hal 'penting'.

"Dari pada Lo berdua bingung. Mending cari solusi kenapa korupsi negara makin tahun makin naik?!" timpal Valdo kesal. Ia melontarkan pertanyaan yang semakin menguras otak. Kenapa semakin tahun korupsi semakin bertambah? Apa negara kurang membayar aparat-aparatnya?


Mereka mengambil jalan kecil untuk cepaat sampai di halte. Namun kendati tepat waktu, Mereka di hadang oleh kumpulan Geng Demon.

"Hei bocah tengik!" panggil Demon dengan gayanya yang aneh. Demon dan lima orang lainnya sebagai antek-anteknya siap memakan habis Valdo dan lainnya. 

Valdo terkejut. Ia tidak menyangka akan dihadang berandalan itu di luar sekolah. Ia kira masalahnya dianggap angin lalu, tapi tidak bagi mereka. Valdo menarik Aline mundur untuk berlindung di balik punggungnya. Elon dan Oni maju untuk menutup rapat akses Aline terluka. Tiga cowok itu langsung berada di garden terdepan ketika bahaya menghadang dirinya. Aline melongok ke sela pundak Valdo. Memperhatikan berandalan itu yang akan melawannya.

"Urusan kita tadi belum selesai ya!" kata Demon bersiap melayangkan tinju pertamanya.

"Dan masalah Lo bertambah karena ternyata Kakak Lo berani ikut campur," kata Demon lagi. Valdo dan dua sohibnya bersiap untuk melawan.

"Gue harap Lo mati!" teriak Demon dan melayangkan tinjunya yang melesat. Aline mundur sedikit untuk memberi ruang para pria itu berkelahi. 


Valdo membungkuk menghindari pukulan Demon yang mematikan. Tanpa disangka Valdo langsung diserang tendangan sebagai gantinya.

BUGH!

Valdo tertendang cukup jauh. Perut kirinya pasti mengalami memar karena tendangan itu tidaklah ringan. Dua sohibnya maju untuk membela Valdo. Tiga melawan enam orang sekaligus, jelas sekali Geng Valdo kalah jumlah. 

BAM! PRANK!

Elon dan Oni jatuh telak dari lawannya. Geng Demon tertawa renyah mendapati Valdo dan dua sohibnya kalah.

"Segitu doang?" tanya Demon menantang. Ia tidak menyangka Valdo langsung kalah hanya beberapa menit melawannya.

"Gue kira Lo sehebat yang dibicarain anak sekolah. Cih! Ternyata cuma segini doang?!" 

Tawa Demon dan lainnya meledak. Menghina Valdo yang tidak ada apa-apanya. Mereka kira akan melakukan perkelahian sengit, karena Valdo yang dibicarakan anak sekolah begitu mengagungkan.

"Brengs*k!" umpat Aline.

Tawa Demon berhenti. Telinganya baru saja mendengar umpatan yang ditunjukan untuk dirinya. Ia menoleh ke samping. Di mana Aline berdiri dengan tatapan matanya yang mematikan. Seketika bulu kuduk mereka meremang. Tidak bisa percaya Aline memberika aura mematikan seperti itu.

Mereka saling bertatapan. Demon yang memberanikan diri menatap rendah Aline. Waktu di kelasnya, Ia tidak bisa mengontrol keterkejutannya karena mata Aline sangat cantik. Tapi kini, mata itu berubah menjadi pisau dan siap menyayat kulit dengan irama indah. 

"Sorry, Gue harus nonjok adik Lo tepat di depan Lo," kata Demon senormal mungkin. Ia hendak berbalik dan menyudahi perkelahiannya hari itu.

"Tunggu!" 

ALINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang