Bab 20

780 90 3
                                    

TAP!

Aline menghalangi tangan Baron yang hendak menyentuh bahu adiknya. Ia tidak mengizinkan pria di depannya menyentuh secuilpun anggota keluarganya. Baron cukup terkejut karena kehadiran Aline tidak diketahuinya, begitu juga dnegan Valdo.

"Kak Aline ...," panggil Valdo tidak menyangka Kakaknya akan datang tiba-tiba.

Lagi, kejadian kali ini menjadi pusat perhatian karena mereka berada di koridor dekat kantin. Di tambah jam istirahat menjadikan banyak murid yang lalu lalang. Tapi, Aline tidak peduli. Ia hanya tidak sudi Baron menyentuh keluarganya.

Aline mendorong Baron cukup kuat sampai menabrak dinding koridor. Aline memutus jarak di antara mereka, menatap nyalang pada Pria yang bisa jadi ancaman.

Baron tersenyum kecut. Ia merasa tindakan Aline terlalu berlebihan terhadapnya. Tapi mendapati Aline dnegan tatapan dingin berhasil membuat nyalinya menciut seketika.

"Salam kenal Baron," ucap Aline seraya mengulas senyum mencurigakan. 

Baron menelan ludahnya susah payah. Mendengar suara dingin dari Aline membuat bulu kuduknya berdiri ketakutan.

"Sekali lagi Aku bilang. Tidak suka ikut campur urusan orang lain. Jadi, Aku tidak peduli hal apa yang dilakukanmu. Urus urusan masing-masing jangan saling mengganggu," kata Aline bernada dingin. Matanya tidak henti melayangkan tatapan mematikan. Tapi orang-orang melihat posisi mereka cukup itim. Bagi Valdo 'pun Kakaknya terlihat vulgar karena mengurung Baron dengan kedua tangannya yang menempel di tembok.

Aline mendekat ke telinga Baron. Tindakannya membuat orang-orang memerah pipinya. Aline seperti akan mencium lawannya.

"Dengar! Aku tidak segan menghancurkan masa depanmu. Jadi jangan berani-beraninya menyentuh orang-orangku, Baron. Oh! Bahkan Aku sudah mengetahui kehidupanmu secara menyeluruh. Aku harap Kau mengerti maksud 'ku dengan baik," bisik Aline penuh ancaman.

Baron bergidik ngeri. Memang berhadapan dengan Aline adalah sesuatu yang salah. Ia kira bisa melawannya dengan sempurna karena sudah berlatih sekuat tenaga. Tapi hal itu tidak berguna hanya dengan bisikan ancaman.

Aline kembali pada posisinya dan mengulas senyum palsu.

"Selesaikan tugasmu dengan baik, Tuan," kata Aline seraya menepuk pundak Baron.

Aline pun berbalik meninggalkan Baron yang tercengang sejak tadi. Rasanya ingin mati berhadapan dengan wanita ganas itu. Aline mendekat ke tempat Valdo dan dua sohibnya yang berada di belakangnya.

"Dasar bocah! Apa sulit menuruti perkataanku?" tanya Aline marah. Tatapannya dingin dan menusuk. Itu bukan tatapan yang biasa Aline tunjukkan pada saudaranya. Valdo merasa sangat bersalah, Ia hendak menyentuh tangan Kakaknya namun dielak.

"Dengar! Ini peringatan pertama," kata Aline tegas. Ia pun menoleh ke belakang Valdo di mana dua sahabatnya berada.

"Dan Kalian berdua. Berhenti mencari masalah!" celetuk Aline menusuk ulu hati mereka bertiga. 

Aline 'pun berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga di koridor. Sedangkan Valdo dan lainnya merasa Aline sangat berbeda. Untuk pertama kalinya, mereka mendapatkan tatapan dingin mematikan itu. 

"Kak Aline ... marah?" tanya Oni merasa bersalah. 

------- 

Aline membanting pintu toilet perempuan. Hal itu mengagetkan siswi lainnya yang berada di sana. Aline duduk di atas closet dan mengusap wajahnua gusar. 

'Astaga! Apa yang barusan Aku lakukan?' batin Aline kelepasan emosi pada adiknya. Hal yang selalu Ia tahan karena tidak ingin membuat adiknya merasa takut. Tapi dirinyalah yang terlalu takut jika Valdo berhadapan dengan 'masalah'.

Karena ketakutan itu, Ia tidak sengaja memberikan peringatan kejam pada adiknya. Ia akui selama kembali pada keluarganya, emosinya sulit terkontrol dibandingkan dulu. Aline merasa setiap langkahnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi keluarganya. Maka dari itu, Ia menghadapi ketakutan sendiri. 

'Ayo, Aline! Kamu harus mengontrol emosi mu lebih baik lagi!' batin Aline menyemangati dirinya sendiri.

ALINE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang