BUNUH DIRI

6 2 0
                                    


Rinai kembali memandangi gerbang berwarna biru itu lamat-lamat. Gadis itu lalu ber-puh lagi saat seseorang yang ditunggunya masih belum terlihat. Senja sudah sempurna tenggelam saat Rinai kembali menekan layar ponselnya untuk menghubungi seseorang itu.

Dering lama menggantung di langit saat akhirnya panggilan Rinai mendapat respon.

"Ya, sabar sih. Bentar lagi juga aku keluar kok."

"Gak tau diri emang kamu, ya!" Rinai bales mengomel. "Buruan keluar. Kalo gak, aku tinggal!" ancam gadis itu.

"Ya, ya, bawel."

"Ngeselin!"

Panggilan itu terputus.

Rinai berdecak sebal. Dia lalu membuka aplikasi pemutar musik miliknya. Memutar lagu mungkin bisa sedikit mengusir rasa bosan yang sudah menempeli tubuhnya itu.

"Lagu apa ya yang enak didengerin di situasi menyebalkan seperti ini?" Rinai bersenandika. Itu sudah menjadi kebiasaan anehnya.

"Ah iya," Rinai berseru girang. "Lagu ini aja."

Rinai lalu memutar lagu Mawar Hitam-nya Tipe X.

Setelah menjejalkan earphone ke dalam telinga, Rinai asik menghentakkan kakinya mengikuti irama musik. Bibir mungilnya bahkan tak mau diam, ikut menyenandungkan liriknya.

"Dan ternyata keyakinan tak cukup mampu untuk melawan..."

Rinai menggelengkan kepalanya.

"Beuh, emang dahsyat banget lirik bagian ini."

Rinai membuka akun blog miliknya. Jemarinya lalu menekan layar dengan cepat. Sesekali gadis itu tersenyum kecil. Tak jarang ia mendengus lalu tertawa sarkasm.

"Ayo, buru pulang! Udah telat nih!"

Rinai mendelik, maniknya menatap tajam seseorang yang tadi menepuk pundaknya dengan kencang itu.

"Udah selesai Yol acara berbaktinya?"

Yola, seseorang yang sudah satu jam Rinai tunggui itu tertawa kecil. "Udah kok, udah. Yuk pulang."

Rinai memutar matanya, sebal. Namun, tak urung gadis itu bangun juga dari duduknya.

Mereka lalu berjalan beriringan menyusuri trotoar jalan yang sudah mendapat cahaya ilahi dari sang rembulan.

"Hari ini jadwal kamu masak, kan, ya?" tanya Rinai.

Yola mengangguk. "Kamu lagi mau makan, apa?"

Rinai tak langsung menjawab, gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Ada jembatan di depan mereka. Kendaraan yang lalu lalang bisa dibilang tidak terlalu banyak. Lingkungan di sekitar sini memang terkenal cukup sepi. Menengadah ke atas, Rinai melihat langit malam yang terang, penuh akan bintang-gemintang dengan menjadikan sang Rembulan sebagai pusat yang diagungkan.

"Lama banget mikirnya." Yola menyenggol bahu Rinai. "Jangan bilang kamu lagi tenggelam dalam imajinasi luar biasamu itu," sindir Yola.

Rinai terkekeh.

"Sesuai suasana malam ini yang begitu syahdu nan menghanyutkan, seorang Rinai ingin makan roti isi sayur dan telur mata sapi."

Yola memutar bola matanya.

"Lagi?"

"Kenapa?" Rinai balas bertanya dengan polos.

Yola menepuk keningnya. Dia menghentikan langkahnya. Lalu memutar tubuhnya hingga sempurna menghadap Rinai.

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang