YOLA SI ADM

3 1 1
                                    

Itu adalah sebuah pabrik yang memproduksi celana dan jaket untuk dikirim ke luar negeri, seperti Amerika, Hongkong, dan Australia. Dengan jumlah karyawan tak kurang dari tujuh ribu dimana hampir sembilan puluh tiga persennya di dominasi oleh perempuan.

Disitulah Yola menghabiskan tenaga untuk menukarkannya dengan pundi-pundi uang.

Hampir genap dua tahun Yola bekerja di tempat itu. Ia menjabat sebagai Administrasi line yang akrab disebut ADM. Tugasnya adalah mengurusi keperluan orang-orang yang bekerja dalam line-nya. Ah, line sendiri merupakan sebutan untuk satu tim atau regu dimana biasanya berjumlah lima puluh hingga enam puluh orang, tergantung dari jenis dan model celana atau jaket yang dikerjakan.

Sebagai ADM, bisa dibilang Yola mengerjakan tugas dengan baik. Ia tanggap dan cekatan dalam bekerja. Gadis itu juga tak jarang pulang setengah hingga satu jam lebih lama saat ada beberapa masalah yang sedang terjadi di dalam line-nya.

"Mba, loadingannya udah abis. Masih lama gak datengnya?"

Yola yang tengah sibuk berkutat dengan kertas dan angka di meja belakang mengangkat wajah, melihat salah satu anak buah yang bekerja di bagian belakang.

"Udah abis banget?"

Gadis itu mengangguk.

Yola terdiam. Menimbang satu-dua hal sebelum akhirnya kembali berujar.

"Kamu bilang ke Pak Ardi dulu gih. Mba tadi udah ke cutting dan mereka belum motong juga padahal mba udah bilang dari pagi."

Gadis itu terdiam. Bergeming. Yola yang menyadarinya bertanya.

"Kenapa? Kok masih di sini?"

Gadis itu menautkan tangannya. Menatap Yola tak enak hati.

"Takut, Mba," cicitnya.

Yola terkekeh.

"Takut kenapa sih? Pak Ardi gak gigit kok."

Gadis itu masih terlihat enggan. Yola mengangguk paham. Anak buahnya yang satu itu memang masih terbilang baru.

Yola menghentikan aktivitas coret-mencoret sepenuhnya. Dia menghela nafas panjang. Lalu mengulas senyum lembut sembari berujar, "bilang aja kata Mba Yola loadingannya belum siap. Cutting belum motong lagi dan line udah kosong."

"Ah, iya, Mba."

Gadis itu tersenyum kecil. Samar terlihat ragu dalam wajah bulat gadis itu. Namun, ia beranjak pergi. Mencoba melakukan apa yang Yola suruh sepertinya.

Yola kembali melanjutkan kegiatan coret-mencoretnya. Persis saat salah satu lagu favoritnya mengisi penjuru gedung.

"Bukan tak mampu, memilih yang lain. Tapi melihat dirimu kusudah bahagia. Hatiku bahagia...."

Yola mengikuti lirik dengan nada yang mengalun. Kakinya terhentak mengikuti irama. Sesekali senyum terlukis di wajah. Manik hitamnya pun tak jarang ikut menyendu, hanyut dalam melodi.

"Semoga kau mengerti...."

Yola memejamkan mata saat menyelesaikan bait terakhir dari lagu itu. Tersenyum puas untuk kemudian maniknya membola begitu mendapati seorang pemuda dengan usia sekitar dua puluh sembilan tahun sudah berdiri di depannya, hanya terpisahkan meja persegi panjang.

"Nge-halu lagi pasti nih."

Pemuda yang mengenakan kaos hitam tanpa motif itu menggelengkan kepala. Yola menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cukup merasa malu karena sudah tertangkap basah oleh atasannya.

"Eh, Pak Ardi. Tau aja."

Yola tersenyum guyon. Maniknya sedikit menyipit.

"Ada apa, Pak? Tumben nyamperin. Pasti ada butuhnya aja nih," tebak Yola. Sambil mengajukan pertanyaan, tangan gadis itu bergerak dengan cekatan membereskan berkas-berkas dan beberapa lembar coretan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang