SARAPAN PERTAMA DUA ORANG ASING

3 1 0
                                    

Pagi menyapa. Bukan lewat bisikan manja jua sentuhan lembut di pipi. Ah, jangan harap ada kecupan selamat pagi. Di dalam rumah sederhana yang didominasi warna abu juga biru, hanya akan ada dua hal yang mengawali fajar, bunyi alarm atau teriakan penuh semangat tukang bubur keliling. Sempurna, bukan?

Rinai menguap lebar sambil membawa kakinya berjalan ke arah dapur. Yola sudah rapih dengan seragam biru kebanggaannya. Tangan kanan gadis itu tengah memegang penggorengan dan tangan satunya sibuk membolak-balik buku catatan kecil berwarna biru.

"Pagi, Rinai!"

"Pagi!"

Rinai berjalan ke lemari pendingin, mengambil air minum.

"Kamu hari ini free, kan?"

Yola meletakan masakannya ke atas piring. Itu adalah telur balado dengan potongan kentang.

"Sepertinya."

Yola menatap Rinai penuh selidik.

Rinai menyerah, mengangkat ke-dua tangan. Menipu atau membohongi gadis itu memang susah sekali.

"Oke, baiklah. Aku akan menjaga gadis itu."

Yola tersenyum lebar. Rinai mendengus sebal.

"Pergilah, kau harus kembali berbakti dengan sepenuh hati pada pekerjaanmu, bukan?" sindir Rinai.

Yola terkekeh. Dari dulu Rinai memang sangat membenci tempat kerja gadis itu. tak terhitung berapa banyak kali Rinai menyuruhnya berhenti. Tapi mau bagaimana lagi, hati Yola sudah terpaut di tempat kerja yang sekarang.

Yola mengecup pipi Rinai lalu berlari kecil menuju pintu.

"Dasar Yola sialan!"

**

Setelah selesai dengan sarapan, Rinai memilih duduk di ruangan makan. Sesekali gadis mungil itu melihat kamar yang berada di sebrang ruangan, memastikan apakah gadis itu sudah terjaga atau belum untuk kemudian kembali fokus ke layar laptop.

"Ah, sudahlah. Dia juga udah gede. Kalo laper pasti instingnya bekerja dengan sendirinya, bukan?" Rinai menghempaskan tangannya, lalu lanjut mengetik.

Itu adalah sebuah blog atas nama Bintang Biru. Sudah sekitar satu minggu Rinai mulai menggeluti hobi baru itu. Pagi ini gadis itu sudah asik dengan ide baru tulisan yang akan di postingnya. Sudah dari semalam ia memikirkan untuk kemudian mendapatkan ilham tepat pukul empat pagi. Lebih tepatnya setelah ia menyelesaikan tiga episode drama korea yang tengah digandrungi oleh para pecinta drama belakangan ini.

Itu adalah sebuah tempat tergelap yang pernah aku kunjungi. Kelam menutup sejauh mata memandang. Aku memeluk tubuhku dengan kuat, mencoba memberi semangat jua mencari hangat dari hawa dingin yang perlahan menyebar.

Aku pikir aku akan mati. Aku pikir ini sudah saatnya. Namun, sepertinya tidak. Takdir justru berkata lain.

Hari itu, untuk pertama kalinya, aku melihatmu. Ingatanku masih segar akan manik hitam milikmu yang menatapku dengan penuh khawatir. Tangan itu berkeringat dingin. Peluh membasuh wajahmu. Ada banyak luka di sekujur tubuh tinggi itu. Di sudut bibir, di bawah mata, di pipi kanan, di lengan kiri, di ke-dua betis dan entahlah dengan luka yang tak terlihat lainnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku padamu saat itu. Aku penasaran, tapi lebih dari itu, aku sangat bersyukur akan hadirmu.

Kau...

Rinai menghentikan gerakan jemarinya. Gadis itu menoleh, lalu mendapati seseorang sedang berdiri di depan pintu yang tak terhitung berapa banyak kali ia lihat.

PALETTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang