2

4.5K 634 264
                                    

⚘Chapter 02: Annoying misunderstanding

**********
.
.
.


Jimin tidak mengerti keseluruhan situasi yang terjadi saat ini. Tidak mengerti bagaimana semuanya menjadi kekacauan yang sangat rumit. Semua pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban terus berputar-putar di kepalanya yang sakit hingga ia merasa akan meledak.

Butuh waktu seharian penuh baginya untuk menenangkan diri setelah menangis selama berjam-jam. Meringkuk di atas kasur sendirian, mengabaikan panggilan Jungkook dari luar kamar yang terus memanggilnya setiap jam makan dan menanyakan apakah dia baik-baik saja. Ia menghubungi orang tuanya yang menginap di rumah orang tua Jungkook untuk kembali keesokan harinya. Ia butuh banyak penjelasan. Namun lebih dari itu, ia membutuhkan kenyamanan dari eommanya.

Pagi harinya, Jimin kembali duduk termenung di atas tempat tidur. Dagu bertumpu di atas lututnya yang tertekuk dan memeluknya. Lagi-lagi mengabaikan ketukan di pintu kamarnya.

"Jimin, tolong buka pintunya. Kau belum makan apapun sejak kemarin. Aku tidak akan mengganggumu. Jika kau tidak ingin melihatku, tidak apa-apa tapi tolong keluar dan makan. Kau bisa sakit jika terus seperti ini."

Jimin mengabaikannya. Sejak kemarin Jungkook memang terus mendatanginya dan mencoba membuatnya keluar. Namun Jimin tidak mau. Ia tidak bisa melihatnya lagi tanpa mengingat apa yang kemarin mereka lakukan. Ia tahu itu bukan sepenuhnya salah Jungkook karena dirinya juga menikmati setiap ciuman dan sentuhannya. Namun setiap mengingat bagaimana jari-jari itu mencoba masuk ke tempat yang tidak seharusnya, membuatnya terus gemetar ketakutan.

Ia memang pernah mendengar begitulah cara pasangan sesama jenis berhubungan. Namun mengalaminya langsung, apalagi untuk seseorang sepertinya yang sangat tidak berpengalaman dalam hal hubungan maupun seks, ia merasa sangat ketakutan. Itu pertama kalinya seseorang menyentuhnya dengan cara yang sangat intim dan dilakukan oleh seorang pria sama seperti dirinya.

Jujur, meskipun ia tidak pernah memiliki hubungan sebelumnya karena selalu terpaku pada janji dari cinta pertamanya, tak jarang ia membayangkan kehidupannya di masa depan. Terlebih ketika menerima pernikahan ini, ia telah membayangkan tinggal bersama wanitanya dan tentu saja bercinta dengannya.

Pikiran untuk menikah dengan seorang pria dan menjadi pihak bawah, tidak pernah ada dalam kepalanya walau hanya sekilas. Jadi wajar saja bukan, ia ketakutan dan panik ketika Jungkook memulai.

"Minnie..."

Jangan panggilan itu lagi. Jimin memejamkan matanya yang bengkak karena tak henti menangis. Ia bersyukur Jungkook memiliki sopan santun untuk meninggalkannya sendirian dan tidak mencoba membuka paksa pintunya yang terkunci. Kalau tidak, ia yakin mereka akan terlibat pertengkaran lagi.

Hening. Sepertinya Jungkook telah pergi. Jimin bernafas lega. Kenapa hidupnya menjadi kacau seperti ini?

Baru satu minggu yang lalu ia tersenyum seperti orang gila karena akhirnya bisa bertemu dengan cinta pertamanya lagi dan mereka akan menikah, namun lihat dirinya sekarang? Seperti mayat hidup yang pucat dan menyedihkan.



Jimin tidak tahu berapa lama dalam posisi itu. Termenung memikirkan kisah cintanya yang tak seindah drama di televisi yang sering eommanya tonton. Sampai ketukan di pintu kembali terdengar. Ia berdecak kesal, apa itu Jungkook lagi?

So I Married a Man? ∥ KM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang