"Seokjin," panggilnya.
"Aku sedang sibuk, Sojung," jawab Seokjin menghela napas. "Sebentar lagi ada acara lomba dan aku adalah panitia penyelenggaranya. Bukankah kau tau itu?"
"Iya, aku tau," jawab Sojung dengan mempoutkan bibirnya. "Aku juga panitia kok."
"Oh ya? Bagian apa?"
"Aku bertanggung jawab di bidang lomba lukis sih. Aku jadi tidak sabar ingin segera ikut melukis juga!" seru Sojung senang, namun dahi Seokjin mengeryit.
"Sebenarnya, apa untungnya melukis, Sojung?" tanya Seokjin sambil menatap Sojung serius. "Seperti ... itu hanya suatu oret-oretan saja dan sepertinya tidak bisa membawamu menjadi orang-orang yang lebih sukses."
"Kenapa kamu bilang begitu?"
"Yah, faktanya ... pelukis di negara kita kurang diminati. Ada pun, mereka tidak akan bertahan lama menjadi pelukis karena kurangnya minat pasar," ujar Seokjin. "Jadi saranku ... berhentilah melukis dan cobalah hal yang lebih bermanfaat, seperti belajar sains untuk kedokteran atau---"
"Cukup," sela Sojung dengan raut wajah yang merah padam. "Aku mau ke kelas dulu."
Seperti yang Seokjin kira, jika ia membahas bagaimana agak aneh hobi melukis itu, Sojung akan marah dan langsung pergi meninggalkannya.
Agak keterlaluan memang, tapi ini cara paling ampuh agar Sojung tidak mengganggunya di saat ia sibuk sebagai ketua OSIS. Lagipun, menurut Seokjin, pernyataan yang ia ucapkan itu ada benarnya juga. Jadi, ia tidak salah 'kan?
Sojung memang sesekali harus tidak dimanja. Kekasihnya itu memang dambaan semua orang, Seokjin tahu itu. Dia cantik, pintar dalam bidang melukis, pintar di kelas IPS-nya, ceria, pandai bergaul, mampu membuat Seokjin nyaman dalam bercerita. Tak jarang Sojung selalu mengeluh karena digoda lelaki lain, entah kakak kelas, teman sebayanya. Itu karena Sojung memang tampak perfect di mata para lelaki di sekolah ini. Tapi, ada satu yang tidak Seokjin sukai yaitu Sojung yang manja.
Lomba-lomba yang diadakan seminggu lagi sangat penting bagi Seokjin dan nama baik sekolah. Sebagai tuan rumah untuk lomba antar sekolah dari satu kota yang sama, Seokjin tidak boleh main-main. Dia sangat ingin semua diadakan secara maksimal.
Setelah lelaki itu selesai dengan urusannya, dia meregangkan otot tubuhnya sejenak. "Kalian jika sudah selesai, boleh beristirahat sejenak. Jangan terlalu dipaksa."
Tiba-tiba terbesit rasa ingin menemui Sojung, ingin meminta maaf kepada Sojung karena mungkin perkataannya agak menyakitkan baginya.
Tentu saja Seokjin melakukan hal seperti tadi, karena ia tahu Sojung hanya akan marah sebentar padanya. Sojung akan langsung memaafkannya dengan mudah, jika ia mengajak Sojung untuk jalan-jalan ke taman kota.
Tapi, tunggu dulu ... sepertinya terakhir kali ia ke taman kota dengan Sojung adalah dua bulan yang lalu. Jadi, beberapa kali ini Seokjin hanya membual agar Sojung memaafkannya.
Seokjin akui sekali lagi, dia jahat. Tapi, dia juga jadi merasa bersalah.
"Aku ingin ke kelas Sojung dulu ya," ujar Seokjin kepada teman-teman OSISnya. "Kalau ada apa-apa yang darurat, telepon saja."
"Seokjin!" panggil Yerin yang membuat Seokjin menoleh. "Bisa tolong sekalian beri ini ke Sojung? Ini adalah daftar anggota ekstrakurikuler lukis yang akan berpartisipasi dalam pertunjukkan lukis cepat di hari H lomba nanti. Minta tolong suruh Sojung untuk meminta tanda tangan anggotanya."
Seokjin menerima beberapa lembar kertas dari Yerin dan membacanya sekilas. "Sojung ternyata ketuanya ya? Kenapa selama ini aku tidak tahu?"
"Pacar Sojung ini memang benar-benar payah," ejek Yerin. "Masa begitu saja tidak tahu? Ini pacarmu loh."
Seokjin hanya mengendikkan bahu. Kemudian bergegas menuju ke kelas Sojung.
"Sojung mana?" tanyanya ke Jisoo---teman satu kelas Sojung.
"Dia daritadi tidur di mejanya. Soalnya memang sedang jamkos sih," jawab Jisoo. "Ke bangkunya saja."
Seokjin mengangguk, kemudian menuju ke bangku Sojung. Ia duduk tepat di sebelah Sojung setelah mengusir teman sebangku Sojung---Sinbi---yang sekarang tengah menatap Seokjin kesal setengah mati.
Ia menatap wajah cantik kekasihnya ketika tidur. Sambil mengelus surai halus rambut Sojung, Seokjin berkata, "Sojung, ayo bangun."
"Tidurmu sangat pulas ya." Seokjin tertawa kecil. "Aku ingin minta maaf, ayo bangun."
Seokjin mulai merasa ganjal saat Sojung tidak bangun meski ia menggoyangkan bahu sang kekasih. Hingga akhirnya ia mencoba membuat Sojung duduk dengan memegang punggungnya.
Jantung Seokjin berdetak kencang saat ia tidak melihat dada Sojung naik turun, ia tidak bisa mendengar napas Sojung, tangan gadis itu juga dingin.
"Sojung! Bangun, Sojung!"
Teriakan Seokjin membuat satu kelas menatap Seokjin heran.
"Kenapa, Seokjin? Ada apa?"
"Sojung tidak bernapas!" seru Seokjin dengan air mata yang siap jatuh. Pernyataan Seokjin jelas membuat satu kelas terkejut dan panik. Ada yang langsung memanggil guru dan membantu Seokjin untuk membaringkan Sojung di lantai.
Seokjin melakukan pertolongan dengan teknik CPR, menekan dada Sojung sambil berharap detak jantung gadis itu bisa kembali lagi.
"Ku mohon, Sojung. Apa yang terjadi padamu."
Lelaki itu benar-benar menangis sekarang, sambil memberikan napas buatannya.
Mendadak, Seokjin benar-benar menyesal dengan apa yang ia ucapkan beberapa jam lalu ke Sojung.
Sekarang, ia sangat berharap Sojung dapat mendengarnya dan bangun kembali.
***
Halo! Aku kangen nulis dan kangen sowjin banget makanya mutusin buat nulis lagi. Semoga ga ada hambatan yes 😭.
Terima kasih sudah membaca! Mohon dukungannya dengan vote dan komentar ya! Makasih ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope -ft Sowjin
FanfictionSeokjin mempunyai banyak harapan. Namun, bisakah ia berharap pada sesuatu yang mustahil? Seperti .... Berharap bahwa sang kekasih dapat hidup kembali?