Cabin 110

88 1 0
                                    

"Kita akan jadi teman se-cabin di Nippon Maru nanti..." katanya saat kami berpapasan di hotel Bandai, Niigata Prefecture, Jepang.

"Oh ya?" gumam saya tersenyum sambil mengernyitkan dahi dan masuk ke kamar hotel lalu membuka buku panduan, Handbook bersampul kuning yang menjadi 'kitab suci' bagi semua peserta program, dari Administrator hingga PYs (Participating Youths, pemuda peserta program), dari OBSC Representatives (On Board Ship Conference) hingga Fasilitator Discussion Groups. Di Handbook itu saya mencari daftar nama peserta berdasarkan Solidarity Group, saya cari SG-F; ah, ada 3 PYs yang akan menghuni Cabin 110: saya, Kaung dari Myanmar dan yang barusan menyapa saya di koridor, Nabili dari Brunei Darussalam.

Setelah menyelesaikan Country Program di Jepang, kini saatnya kami berlayar menggunakan kapal Nippon Maru untuk mengarungi lautan mengunjungi 4 negara persinggahan yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Thailand dan Viet Nam.

Kami dibagikan kunci kabin berupa kartu magnetik, dan di masing-masing kartu tertulis huruf A, B atau C yang menandakan kasur mana yang akan jadi kasur kami: A kasur tunggal, B kasur tumpuk bagian bawah dan C kasur tumpuk bagian atas. Saya mendapat A, Kaung B dan Nabili C.

Kami membuka pintu kabin kami; aroma segar sprei baru menyergap hidung kami, rasa-rasanya seperti check-in di hotel mewah--begitu rapi dan sepi--yang terapung dan mengarungi lautan luas. Cabin 110 yang terletak di dek 1 terasa begitu hening dan jauh dari hingar-bingar peserta lainnya di dek 2 hingga 4.

Malam pertama yang kami habiskan di Nippon Maru, saya harus menyaksikan Nabil dengan tubuhnya yang gempal merangkak naik ke kasurnya; begitu juga keesokan malamnya.

Setelah Nippon Maru lepas sauh dari Pelabuhan Tokyo menuju Pelabuhan Muara, Brunei Darussalam, kami menerima pemberitahuan dari Staf Administrator bahwa setiap tiga hari sekali akan ada pembersihan kabin dan penggantian seprei kasur, sehingga diharapkan tidak ada barang-barang di atas kasur supaya staf kebersihan bisa membersihkan kabin dan mengganti seprei.

"Begini saja," mulai saya kepada Nabili yang sedang duduk terengah-engah di sofa dalam kabin kami, "setelah penggantian seprei besok, kita akan bertukar kasur—kamu gunakan kasur A saya, dan saya gunakan kasur C kamu, nanti kita lihat, kalau kamu tidak suka kita bisa bertukar lagi." setelah beraktifitas sepanjang hari itu, ia duduk di sofa untuk mengumpulkan kekuatan untuk bisa merangkak naik ke kasurnya untuk tidur—ia mengangguk kelelahan, tanda setuju kepada usulan saya.

Keesokan harinya, nampaknya Nabili sangat menikmati tidur di kasur A. Karena letak kasur A yang persis berhadapan dengan pintu kabin, setiap kali saya masuk selalu akan melihat dia, lalu Kaung yang juga ada dalam ruangan itu.

Selama dalam program, 11 kontingen dari 11 negara dilebur lagi dalam kelompok-kelompok acak yaitu Solidarity Group (SG) dan Discussion Group (DG). Saya, Kaung dan Nabili ada di SG yang sama, sementara untuk DG, Kaung tergabung dalam DG-4, dan saya tergabung dalam DG-7. Bersama Nabili. Jadi hampir semua kegiatan dalam kapal,  bahkan ketika kembali dalam kabin, saya akan selalu bertemu dengan Nabili.

Port of Call, atau Negara tempat persinggahan pertama adalah Brunei Darussalam, negara asal Nabili. kami menikmati 5 hari total Country Program selama di Brunei, dan di dalamnya kami menikmati 3 hari bersama keluarga angkat. Di akhir hari ke 5, kami kembali ke Nippon Maru untuk berlayar ke Port of Call berikutnya, Manila – Filipina.

Di dalam kabin, Nabili mengeluarkan seperangkat Nintendo Switch yang bisa kami mainkan selama free time di atas kapal, biasanya sehari setelah lepas sauh dari Port of Call. Kami bermain berbagai permainan dalam waktu senggang kami, seperti Bomberman, Dragon Balls dan Super Mario Kart. Kami bertiga akan bertanding satu dengan yang lain.

Cabin 110 : Nippon MaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang