TIGA

19 3 13
                                    

Tempat kos tempatku tinggal terbagi menjadi dua rumah dengan satu lorong penghubung. Masing-masing rumah memiliki lima kamar yang terletak di lantai satu dan lima kamar lainnya berada di lantai dua. Jadi total kamar yang tersedia adalah dua puluh kamar tidur.

Sesampainya di depan kamar nomor 17, aku berhenti untuk mengetuk pintu sambil memanggil Andini. Tak sampai lima menit, Andini membuka pintu dan menyambutku.

"Lagi apa, Ndin?" tanyaku sambil meluruskan kaki di atas karpet berwarna ungu. Barang-barang di kamar Andini tidak jauh berbeda dengan barang-barang di kamarku. Tapi Andini menambahkan beberapa ornamen untuk mempercantik kamarnya. Mungkin lain kali aku bisa meminta bantuan darinya untuk mendekorasi kamar jika aku ingin suasana yang berbeda.

"Aku sedang mengerjakan tugas gambar saja, Na," jawabnya sambil memegang alat tulis dan mulai menggoreskannya di buku gambar A3.

Saat aku masih di SMA, aku memiliki teman sebangku yang pandai menggambar bangunan seperti Andini. Jadi, sekilas aku merasa flashback saat melihat Andini yang sedang fokus menggambar taman. Berkuliah di jurusan Arsitektur pasti berat, dan Andini baru saja memasuki semester pertama, tetapi tugasnya sudah begitu banyak.

"Kamu belum beli makan malam, kan? Ayo kita beli bareng!" ucapku agak berteriak karena terdengar bersamaan dengan suara petir.

"Boleh. Tapi, ibu kos masih ada di bawah, kan?" Aku melihat ekspresi wajah Andini yang kurang nyaman ketika dia menanyakan hal itu.

"Iya, hujannya masih deras begini, Ndin. Kamu masih marah dengan ibu kos, ya?" aku mencoba menanyakan perasaannya karena sejak kejadian seminggu yang lalu, aku belum bertanya langsung ke Andini.

"Enggak marah sih, Na. Aku sudah cerita dengan ibu setelah kejadian itu. Ibu kos hanya ingin kita lebih hati-hati dalam menjaga diri dan kehormatan kita sebagai perempuan. Ayah dan ibu menyebutnya sebagai menghargai diri sendiri. Sebagai perempuan, kita harus memiliki harga diri yang seharusnya tidak dinilai hanya dari penampilan. Tapi, karena kita hidup di dunia yang didominasi oleh penilaian visual, kita juga harus tetap menjaga diri dari apa yang kita tampilkan. Sangat berat rasanya menjadi perempuan, Na."

Saat Andini menceritakan pemikiran orang tuanya, aku tidak berhenti menatap bangga ke arah Andini. Bagi perempuan yang belum berusia 20 tahun seperti kita, pasti tidak mudah menerima perlakuan yang cukup keras dan blak-blakan dari ibu kos. Karena kita cenderung belum stabil secara emosional dan ego kita masih sangat tinggi. Kejadian minggu lalu seharusnya menyakiti ego Andini, tapi Ia bisa menerima penjelasan yang sangat baik dari orang tuanya.

Setelah saling terdiam selama beberapa saat, aku menepuk pundak Andini sekilas dan membisikkan "You'll be a good woman, Ndin." kataku tulus.

-----------------------------------------‐‐------------------

-----------------------------------------‐‐------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Instagram : @kost_anti_galau

KOST ANTI GALAUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang