Prolog

81 6 0
                                    

       

       

        Dengan tergesa-gesa Tisha menyusuri lorong-lorong yang ada disekolahnya. Tangannya mendekap buku-buku tebal. Keringat mengcur deras disekujur tubuhnya. Langkahnya semakin lama semakin cepat. Ia mencoba secepat mungkin bisa sampai ke Laboratorium IPA.

            Pagi ini, Tisha terlambat datang kesekolah. Kelas IPA sudah dimulai dari 15 menit yang lalu. Sedangkan Tisha baru saja sampai disekolah, karena ia bangun kesiangan. Padahal hari ini adalah hari pertamanya ia belajar bersama Kakak kelasnya dalam satu ruangan yang sama. Berbagai macam pikiran buruk sudah ada dikepalanya. Tisha sudah membayangkan hukuman apa yang akan diberikan oleh gurunya karena keterlambatannya.

            Tisha sudah sampai didepan pintu Laboratorium IPA. Ia masih takut untuk membuka pintu Laboratorium, karena takut ia akan menjadi pusat perhatian.

            Dari arah yang berbeda, ia melihat sosok Lelaki bertubuh tinggi, dan berwajah dingin sedang berjalan kearahnya. Headphone hitam tergantung dilehernya, ia menggandeng tas hitam dipunggungnya sambil berjalan dengan santainya. Tangan kirinya memegang sebuah buku tebal. Lelaki itu melirik Tisha sejenak, lalu memalingkan mukanya. Tatapan matanya begitu tajam, membuat jantung Tisha berdegup kencang.

            Semakin lama, lelaki itu semakin dekat. Tisha mulai gelisah, takut akan terjadi sesuatu dengannya. Ia mencoba mencari kesibukan dengan melepas sepatunya, dan meletakkannya ditempat sepatu.

            Saat ia berbalik, Tisha hampir merasa jantungnya lepas. Karena, lelaki itu sudah berdiri tepat dibelakangnya. Wangi parfumnya yang menyengat membuat Tisha berdiri kaku. Lagi-lagi lelaki itu menatap mata Tisha lalu kembali berpaling. Untuk beberapa saat Tisha sadar bahwa dia sedang berdiri tepat didepan rak sepatu. Dengan pelan, ia berjalan pindah dari rak sepatu.

            Setelah meletakkan sepatunya, lelaki itu membuka pintu laboratorium IPA. Dengan sigap Tisha mengikuti dari belakang. Sesuai seperti yang Tisha bayangkan, seisi Labor memperhatikan mereka berdua. Suasana hening sejenak, semua mata menatap Tisha dan lelaki tadi.

            “Dua orang terlambat hari ini,” Kata guru perempuan yang berada di Labor tersebut, “Kalian sudah melapor dimeja piket?” tanya guru tersebut.

            Tisha terdiam, ia tidak tahu bahwa setiap orang  yang terlambat harus melapor ke meja piket dan mengisi buku kasus. Berbeda dengan tanggapan lelaki yang berada didepannya. Ia mengangguk pelan dan menyodorkan sebuah kertas kecil kepada gurunya.

            Setelah menulis sesuatu dikertas tersebut, guru IPA itu langsung mempersilahkan Tisha dan lelaki tersebut duduk dimeja masing-masing. Hal itu, cukup membuat Tisha kebingungan, sambil berjalan perlahan kebangkunya. Ia memperhatikan lelaki tersebut yang duduk dibarisan kelas  12.

            Tisha terseyum kecil, Lelaki itu adalah Kakak kelasnya. Matanya tertuju padanya. Ia telah membantu Tisha untuk bisa aman masuk ke Laboratorium tanpa harus terkena hukuman dari guru.

            Pertemuan tadi, memberikan kenangan indah untuk Tisha. Muncul niat dibenak Tisha untuk berkenalan dengan Kakak kelasnya itu dan mengucapkan terima kasih padanya. Tisha berjanji pada dirinya bahwa dia akan mencapai keinginannya itu.

        

Love One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang