Anantara Waktu

40 1 0
                                    


Langit abu. Jalanan basah. Orang-orang lalu lalang kini tampak berjalan dengan jubah berbahan kedap air di sepanjang jalanan. Beberapa orang berlari masih berusaha mencari tempat tertutup. 

Suara derai air menghantam seluruh permukaan tanpa berhenti barang sedetik. Riuh ramai kota yang baru saja terjadi kembali dibungkam. Sekarang yang tinggal hanya suara-suara tak berjeda. Apalagi, ya hujan.

Sudah seminggu terakhir hujan mengguyur kota di siang hari. Biasanya hanya berlanjut hingga matahari condong ke barat. Namun kali ini barang matahari sudah hampir mencapai ujung barat, hujan belum juga mereda. Seakan tidak membiarkan buana tersenyum dengan langit cantik senja.

Padahal ada satu sosok yang ingin sekali cepat singgah di satu tempat. Tentunya tanpa melewati padat kendaraan dan derasnya air hujan yang baginya tampak membuat suasana kelam ini.

Namanya Rindi. Cukup kalian tahu bahwa ia kerap dipanggil Rindi. Seorang mahasiswa jurusan ilmu komunikasi di salah satu universitas di kota yang kini ia diami.

Sekitar setengah jam yang lalu seseorang mengirimnya e-mail. Berisi sebuah pesan singkat tetapi sudah membuat tangan Rindi nyaris berkeringat sejak tadi.

Namun yang jelas, pesan itulah yang membuatnya rela menelusuri jalanan di tengah hujan. Hujan dan langit gelap.

Atas apa yang dia alami setahun terakhir, kali ini semesta juga masih belum mau berpihak padanya. Mungkin iya, tetapi jalanan yang Rindi lalui sedikit lebih sulit. Berbelit.

Meskipun ingin segera sampai dan rapalan doa juga harap cemas diucapnya, tidak mengubah mesin yang ia kendarai untuk bergerak maju.

Rindi pun memutuskan untuk menghubungi seseorang melalui pesan singkat. Lagi-lagi harap cemas karena takut mengacaukan agenda prioritasnya hari ini.

Tetapi ternyata rasa khawatir itu berhasil sirna. Rindi akhirnya lega karena respon yang ia terima masih baik saja. Meski begitu, rasa tak sabar tetap menggerayangi kepalanya.

Detik berlalu, menit berlalu. Semakin lama ia memakan waktu. Deru mesin yang semakin lama terdengar memuakkan karena tak juga membuahkan hasil. Hujan juga tidak mau berkompromi dengan diam semenit saja.

Tidak tahu kenapa, akan tetapi rasanya hujan selalu saja membawa suasana yang buruk. Bukan benci, hanya saja langit gelap dan derai yang tak berjeda menurutnya tidak lebih baik dari suasana cerah dan hangat cahaya matahari.

Tetapi kalau ada alasan lain, mungkin hari ini Rindi masih mau menyimpannya sendiri.

Rindi melihat ke arah jendela. Tampak beberapa cahaya mulai mengisi beberapa titik. Akan tetapi lampu-lampu berwarna tampak memudar. Itu artinya hujan masih sama derasnya.

Namun bagai suatu keajaiban, tiba-tiba mobil di depannya bergerak melaju. Bahkan kini melaju tanpa ragu seperti menit-menit sebelumnya. Tanpa menunggu lama Rindi turut melaju. Entah apa yang terjadi setelah ia sampai nanti, Rindi berharap akan sebuah kabar baik.

Hari ini, sebuah jawaban akan ia terima. Sebuah jawaban yang telah ditunggu berapa lamanya. Sebuah jawaban yang akan menentukan kelanjutan hari-harinya setelah ini.

Mungkin saja.

Hujan dan langit abu. Hari ini Rindi berharap kalian membawa suasana baik.











astanya.candra@gmail.com

Rindi, kakak ada di rumah lama. Hari ini mau bicara sama kamu. Aku tunggu kamu di Antara Jendela, pukul empat sore.
































___________________________

Anantara
     ; bentuk diksi yang berarti antara

Buana
     ; bentuk diksi yang berarti bumi

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selagi Hujan Belum MeredaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang