[20 Vote + 20 Komen? Next!]
"Papa, kini aku jatuh cinta dengan pemuda kuning itu. Sebut saja ia tampan dan menyebalkan."
_____Angin berhembus kencang ketika sepeda yang digunakannya melaju cepat. Membuat rambut hitam panjangnya beterbangan ke segala arah. Kemeja putih serta rok abu kotak-kotak melekat pada dirinya. Ketika ia merasa hampir sampai di rumah sederhana milik pemuda menyebalkan itu, gadis malam itu pun memelankan laju sepedanya.
"Selamat pagi, Hinata-san!" sapa gadis itu setelah memarkirkan sepeda usangnya di halaman rumah sederhana milik keluarga Uzumaki.
"Pagi, Sarada-chan! Kau pasti belum sarapan, kan? Ayo, masuk dan duduk dulu ... mereka sudah menunggu," sahut Hinata yang sibuk memasak di dapur. Gadis bernama Sarada itu menganga lalu menggeleng cepat.
"Tidak perlu, Hinata-san! Aku akan makan di sekolah saja, lagipula aku jadi merepotkan kalian akhir-akhir ini," sahut Sarada tak enak. Terdengar tawa kecil Hinata yang begitu merdu di dengar.
"Kau ini ... seperti sama orang lain saja." Hinata menoleh kearah Himawari yang baru saja keluar dari kamar.
"Hima-chan, ajak Sarada-nii untuk sarapan bersama kita, ya?" Gadis yang kini sudah menginjak kelas akhir itu menoleh kearah sang ibu dan beralih menatap Sarada yang masih berdiri di depan pintu rumah. Gadis bernama Himawari itu mengangguk lalu berjalan menuju pintu rumah.
"Ohayou, Sarada-nii!" sapa Himawari riang. Senyum Sarada merekah sambil menatap Himawari dengan tatapan menyipit bahagia.
"Ah, ohayou Himawari!" balasnya singkat. Karena setelah ia membalas sapaan Himawari, gadis dengan mata saphire yang melekat pada dirinya itu menarik Sarada. Ia tak sempat memberontak karena tiba-tiba dia sudah duduk diantara keluarga Uzumaki.
"Wah, Ohayou Sarada!" sapa Naruto, riang seperti biasanya. Sarada tersenyum sambil membalas sapaan ringan tersebut. Lalu, netra segelap batu pualam itu teralihkan kearah pemuda yang baru saja keluar dari kamar sambil memakai dasi.
"Ibu, tolong pakaikan aku dasi!" pinta pemuda itu terdengar seperti rengekan manja. Hinata yang tengah sibuk memasak pun menoleh sambil mendengus.
"Ibu sedang masak, Bolt." Lalu netra lavender itu mengarah pada Sarada. "Bagaimana jika kau minta tolong pada Sarada?"
Boruto terkejut. "Hah? Sarada?" Pemuda itu buru-buru menoleh kearah meja makan dan menemukan sosok Sarada yang tengah menatapnya dengan datar. Wajah Boruto berubah memerah. Ia malu sekali karena sempat merengek seperti anak kecil kepada Hinata dan Sarada ternyata memerhatikan itu sejak tadi.
Sarada sendiri langsung bangkit dan berjalan menuju kearah Boruto. Gadis itu memakaikan dasi milik Boruto dengan teliti. Wajahnya yang cantik itu tampak serius membuat pemuda kuning itu sesekali mencuri pandang.
"Kekencengan, tidak?" tanya Sarada membuat lamunan Boruto buyar. Pemuda itu menunduk sambil menatap Sarada yang mendongak karena tinggi badan mereka cukup berbeda.
"Tentu saja tidak, kurasa ini ag-- Argh!" jerit Boruto tiba-tiba karena Sarada tiba-tiba mengeratkan tali dasinya. Sarada sendiri melihat reaksi Boruto hanya tertawa pingkal. Ingat, hanya! Boruto yang melihat tawa Sarada di atas penderitaannya pun berkelit kesal.
"Kalau kau seperti itu lagi, bisa-bisa aku mati!" omel Boruto yang tak juga menghentikan tawa mereka.
"Kau bilang, agak kelonggaran!" sahut Sarada tak mau kalah tapi tak memberhentikan gelak tawanya. Boruto yang melihat gelak tawa Sarada pun gemas. Ia tak mungkin murka kepada Sarada. Jadi untuk melampiaskan kekesalannya, Boruto menarik hidung kecil Sarada membuat gadis itu meringis sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Borusara]
Fanfiction[Short story] Uchiha Sarada, semenjak kecelakaan maut yang membuat dirinya kehilangan ayahnya serta Sakura yang menjadi koma. Mau tak mau, Sarada menjadi tulang punggung keluarga sejak umurnya 15 tahun. Bekerja sebagai badut panggilan setelah pulang...