5. Passed Away

791 92 48
                                    

"Tolong mengertilah. Kau temanku kan, Sarada?"

Mendengar itu, alis tebal Sarada berkedut. Ia tertawa pedih. Tidak ada kebahagiaan di matanya. Ia tampak heboh sambil bertepuk tangan. Ia pun menunjuk tepat ke arah mata Boruto. Senyumannya tercetak, senyuman menyakitkan yang tidak pernah ada di sejarah Uchiha Sarada terkecuali sebab kematian ayahnya.

"Apakah sebegitu rendahnya aku dimatamu, Boruto? Sampai-sampai aku dijadikan bahan taruran dan tontonan untuk orang-orang brengsek. KENAPA? KENAPA KAU BERUBAH, BORUTO?! Kenapa kau menyebar vidio hubungan kita malam itu?" Sarada mengusap matanya dengan kasar.

"Tidak ada kah perasaan yang terselip untukku, Boruto? Setidaknya malam itu. Tidak ada, kah?" lirih Sarada dengan lelehan air mata yang sudah tak bisa terbendung.

"Ada."

Deg! Sarada mendongak, menatap Boruto yang kini tengah menatapnya dengan pandangan dingin. Tuhan, mengapa pemuda di hadapannya ini berubah?

"Hanya sebatas teman. Kuakui, kau sangat cantik bahkan melebihi Sumire tetapi kau adalah sahabatku dan Sumire adalah kekasihku, aku mencintainya." Jawaban Boruto bukanlah suatu hal yang Sarada ingin dengar. Ini terlalu menyedihkan dan menyakitkan. Ia tidak menyangka jika pemuda di hadapannya akan berkata seperti itu.

"Lalu, jika memang aku ini sahabatmu. Kenapa kau melakukannya malam itu dan kenapa kau menginginkan itu, Bolt?" amuk Sarada sambil menjambak rambutnya frustasi. Mendengar itu, Boruto malah mendengus marah.

"ARGH, Pertanyaan itu lagi! Sebegitu berharganya keperawanan bagimu, Sarada? Kita ini di Jepang! Kau tidak malu masih perawan? Kau seharusnya berterima kasih padaku karena ak--"

Plak! Omong kosong Boruto terhenti ketika Sarada melayangkan tamparan kencang. Sarada menangis sesegukan, penampilannya sudah kacau balau.

"Aku hanya akan memberikannya untuk orang yang kucintai. Kau memang orang yang kucintai, tapi bukan berarti aku terima jika kamu menginjak-injakku, Bolt!" teriak Sarada terdengar begitu pilu. Beberapa orang yang tak sengaja melewati koridor sepi itu pun merekam perdebatan mereka.

"A-apa?" Boruto membelalakkan matanya lalu mencengkram bahu Sarada dengan kuat. "Katakan sekali lagi! Kau mencintaiku?"

Sarada tertawa renyah layaknya psikopat. Ia menepis tangan Boruto lalu membersihkan bahunya dengan mengibaskan-ngibaskan tangannya seolah Boruto adalah pemuda paling menjijikan di matanya.

"Tidak, untuk sekarang, sayang."
____

Setelah menutup pintu kamar mandi, Sarada menumpahkan segala kepedihannya. Semuanya mengapa begini? Mengapa dunia seolah menolaknya untuk bahagia semenjak kecelakaan yang berhasil merenggut Papanya dan menghilangkan kesadaran Mamanya hingga sekarang. Sarada ingin bahagia. Ingin merasakan bagaimana menjadi anak muda.

Dan dengan keberadaan Boruto, Sarada merasa dunianya akan baik-baik saja walau tak harus semenyenangkan pemuda-pemudi lain di masa mudanya. Namun, mengapa ia berkhianat? Menusuk Sarada, menghancurkan Sarada, merenggut sesuatu yang ia miliki. Kenapa? Kenapa semua orang pergi satu persatu dari kehidupannya.

Drrt! Sarada merogoh ponselnya. Ia menyerngitkan alis hitamnya dalam ketika menerima telepon dari rumah sakit. Hatinya berdebar, akankah sang mama kembali membuka mata dan menyambut dunia dengan pesonanya yang luar biasa?

"Dengan nona Uchiha?"

"Ya, dengan saya sendiri." Sarada membasuh wajahnya lalu menatap kearah kaca. Matanya bengap, wajahnya pucat, bibirnya pecah-pecah.

"Saya dari rumah sakit Takamani ingin memberitahu tentang keadaan nyonya Uchiha Sakura."

Clek! Sarada menoleh ketika pintu toilet terbuka. Gadis berambut ungu beserta teman-temannya masuk. Sumire yang melihat Sarada dengan keadaan kumal serta ponsel yang menempel di telinganya. Niat hati ingin menjahili, namun itu semua berhenti ketika tiba-tiba ...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friendzone [Borusara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang