"Papa, apakah rasanya cinta itu semenyakitkan ini?"
_____Sudah hampir satu bulan berlalu. Gadis dengan rambut hitam legamnya yang tampak indah itu memilih terdiam. Oniksnya fokus kepada motor sport yang baru saja masuk ke dalam wilayah sekolah. Gadis itu memilih terdiam sambil memegang stang sepede bututnya.
Tak perlu waktu berbulan-bulan, apalagi sampai satu tahun. Sarada tahu, Boruto akan menjadi siswa populer. Bagaimana tidak? Pemuda itu sangat ramah kepada siapa saja. Berbeda sekali dengan dirinya yang lebih banyak diam dan terlalu sibuk bekerja hingga tidak bisa sekadar kumpul bareng teman.
"Oi, Sald!"
Suara itu menggema, membuat beberapa gadis yang tadi mengerubungi Boruto mundur perlahan sambil berdecak dan mengumpat kesal. Sarada menaruh sepedanya dan mulai menatap Boruto yang kini tengah berlari kearahnya. Senyuman itu, saphirenya juga. Menyengat ulu hatinya dan membuat ia berdebar gila.
"Kenapa kau tidak ada di rumah, Sarada?" tanya Boruto sambil merangkul dirinya. Sarada terdiam beberapa saat karena ia merasa tubuhnya akan meledak saat itu juga. Sambil berjalan di koridor dan menyapa orang-orang. Tentang sapaan, mungkin hanya Boruto yang melakukannya. Sarada hanya akan tersenyum tipis dan anggukan sopan.
"Kemarin aku tidur di rumah sakit untuk menemani mama. Kau tahu? Aku itu tidak mau mama kesepian, tahu!" cerocos Sarada. Beginilah dirinya, ia hanya akan banyak bicara kepada orang yang menurutnya nyaman saja.
Boruto tertawa lebar lalu mengacak rambut Sarada gemas. "Yah, setidaknya kau harus mengabari kami. Kau tahu? Kemarin Ibu hampir saja ingin meminta ayah untuk membobol rumahmu karena takut kau kenapa-kenapa."
Sarada langsung menoleh. "Benarkah?"
"Ya." Boruto mengangguk. "Lain kali, kabari kami jika kau memang tidak akan tidur dirumah. Kau hampir saja membuatku sakit jantung semalaman."
Sarada terdiam. Sibuk menatap mata saphire yang kini mengilatkan sebuah kekhawatiran. Diam-diam Sarada tersentuh, hatinya membuncah. Gadis itu menunduk sambil mengulum bibirnya karena gugup. Lalu, kembali mendongak sambil menyelipkan rambutnya ke telinga.
"Maafkan aku," ucap Sarada dengan lirih. Boruto menghela nafas berat, lalu mulai memeluk Sarada. Membuat gadis itu membelalakkan matanya kaget. Wajahnya merah merona, siap meledak. Boruto tak sadar dengan detak jantung Sarada yang berdegub kencang.
Pemuda itu malah mengusap rambut Sarada dengan penuh kasih dan mengecup puncuk kepala Sarada. Sarada menelusup, membiarkan wajahnya terbenam di dada bidang milik Boruto. Merasakan kehangatan yang selalu ia miliki sejak dahulu.
"Aku suka aroma rambutmu."
Deg!
Sarada semakin membenamkan wajahnya yang sudah memerah matang. Gadis itu mengerang frustasi dan tidak terlalu terdengar oleh pemuda Uzumaki ini karena teredam. Sarada pun agak mendongak dan menaruk dagunya di bahu pemuda itu. Mengusel hidungnya dengan leher jenjang milik Boruto.
Siapapun yang kini tengah melihat mereka, pasti berpikiran bahwa mereka itu sepasang kekasih. Untung saja mereka sedang di koridor belakang.
"Sarada ... geli!" Peringatan sudah terdengar dari lidah pemuda tersebut. Sarada malah terkikik dan terus melancarkan aksinya. Bahkan kedua tangannya mengalung sempurna di leher Boruto. Sarada tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Kehangatan dari tubuh Boruto membuatnya.
"Ekhem!"
Sarada tersentak kaget ketika Boruto tiba-tiba mendorongnya membuat tubuh mungil itu hampir saja terjatuh. Sarada berdecak lalu mendongak untuk menatap sang pelaku. Gadis itu tersentak kaget. Wajah Boruto merona malu, matanya melirik kesana dan kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Borusara]
Fanfiction[Short story] Uchiha Sarada, semenjak kecelakaan maut yang membuat dirinya kehilangan ayahnya serta Sakura yang menjadi koma. Mau tak mau, Sarada menjadi tulang punggung keluarga sejak umurnya 15 tahun. Bekerja sebagai badut panggilan setelah pulang...