Seorang gadis berpakaian kasual. Celana jeans sepaha serta kaus putih yang membalutnya sederhana tengah berdiri di depan rumah sederhana milik keluarga Uzumaki. Jujur saja, ia teramat tidak enak jika terus menerus menyusahkan bibi Hinata tetapi jika ia tidak melakukannya, ia takut keluarga Uzumaki terluka karena merasa tidak dihargai olehnya. Bagaimanapun juga, semenjak kematian papanya dan mamanya koma, mereka adalah walinya.
"Selamat sore, Bibi!" sapa Sarada dengan ramah. Gadis itu membuka gerbang dan menghampiri Hinata yang sedang asik memerhatikan Himawari yang tengah menyiram bunga di pekarangan rumah mereka.
Gadis berambut raven itu menyondorkan rantang kepada Hinata. "Bi, aku punya sedikit makanan ringan! Himawari pasti suka ini, aku yang masak sendiri."
Hinata menerimanya dengan senyuman tulus. "Jangan repot-repot, Sarada-chan! Kau pasti lelah. Ah, nanti malam kau bekerja, ya?"
"Ya, aku titip Mama, ya Bibi Hinata. Maaf selalu merepotkanmu. A-aku harus membayar uang rumah sak--"
Puk! Hinata menghentikan ocehan Sarada. Wanita beranak dua yang masih tampak muda itu menangis. "Sudah kubilang, kan? Urusan rumah sakit Sakura-chan, biar kami yang bayar saja."
Sarada menggeleng keras. "Tidak, bibi! Mama adalah tanggung jawabku!"
Mata Hinata mengilat karena terharu. Wanita itu menarik Sarada ke dalam dekapannya. Lalu, di sore hari itu ... entah mengapa, Sarada merasa jika pelukan ini akan menjadi yang terakhir kalinya. Disela-sela sore hari mereka, Hinata bergumam. Sangat pelan, dan hanya Sarada yang dapat mendengarnya.
"Kau mirip sekali dengan Sakura-chan."
____Sarada meneguk air mineralnya terlebih dahulu sebelum memasang kostum kepala beruang tersebut. Ini pasti hari yang melelahkan. Namun, bayarannya besar sekali. Jadi, Sarada rela jika harus banting tulang hingga seperti ini. Ia sedang berada di ruang tata pesta di belakang panggung.
"Uchiha-san, benar kan?" Sarada memutar tubuhnya dan menatap seorang gadis manis berambut cokelat. Tampaknya, dia adalah orang yang di beri tanggung jawab untuk acara ini. Astaga, seberapa kaya orang ini? Bahkan menurut info dari Nenek Chiyo, ini hanyalah acara ulang tahun gadis seusianya.
"A-ah, ya betul." Gadis berkacamata itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya.
"Namaku Tachibana Nanami. Aku yang bertanggung jawab acara pesta ulang tahun ini. Mohon kerja samanya!" sapa gadis bernama Nanami itu dengan ramah.
Sarada balas uluran tangan itu. "Salam kenal, Nanami-san! Namaku Uchiha Sarada. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Tolong beritahu teknis kerja yang kalian inginkan dariku."
"A-ah aku hampir lupa!" pekik Nanami, gadis itu pun menatap lembaran yang Sarada tak ketahui itu apa. "Kau hanya perlu berdiri di samping panggung! Lalu, berekspresilah dengan cara menggoyangkan badanmu atau bertepuk tangan jika ada sesuatu yang menyenangkan."
"Tapi, kau harus siap dengan yang satu ini, Uchiha-san!" Sarada mengerutkan alis tebalnya dalam. Ia menatap Nanami yang mengeluarkan aura gelap dengan penasaran. Gadis itu tampak menunggu lanjutan dari Nanami.
"Nona muda kita memiliki perilaku yang buruk. Tolong bersabarlah dan terima apa yang ia perlakukan kepadamu." Sarada tersentak kaget. "Jika tidak, kau dan segala tentangmu bisa sekejap hilang dari muka bumi ini."
_____Pupil mata Sarada bergetar tak percaya di balik kepala beruang yang ia pakai. Sumire, gadis yang digadang-gadangkan akan menjadi gadis populer di sekolahnya karena kecantikan dan kekayaannya. Gadis dengan gaun ungu cantiknya berdiri di atas panggung dengan sorak sorai penonton yang menyapa gendang telinga.
Seorang pemuda dengan setelan jas dan rambut jabriknya yang tersisir rapi ke belakang menaiki panggung. Hal itu membuat lutut Sarada melemas. Apalagi pemuda itu merangkul pinggang Sumire dengan mesra. Hal itu tentu saja membuatnya iri dan gundah.
"Apakah kau tidak ingin seperti mereka, Sarada?" Sarada mendongak, menatap Nenek Chiyo dengan pandangan tidak mengerti. "Maksudku, seperti mereka, menghabiskan masa mudamu dengan menghadiri acara ulang tahun atau sekadar nongkrong di kafe setelah pulang."
Tiba-tiba kata-kata Nenek Chiyo melintas di kepalanya. Sarada menggeleng keras. Ia harus tetap pada pendiriannya. Ia harus bekerja keras demi sang Mama. Sarada tidak boleh egois, disini ia adalah tulang punggung keluarga. Sang Mama masih menunggunya disana, dirumah sakit.
"Aku mencintaimu, Boruto-kun."
Mendengar itu lamunan Sarada seketika runyam. Sedangkan pemuda yang sibuk merangkul pinggang Sumire itu membelalak tak percaya. Pemuda itu menatap tak percaya kepada gadis berambut ungu di hadapannya ini. Acara itu, ramai sekali dengan jeritan. Semua orang ramai menyoraki Boruto yang baru saja mendapatkan pernyataan cinta dari gadis terkaya di sekolah mereka. Keadaan mereka yang diatas panggung dan Sumire menyatakan hal tersebut memakai pengeras suara. Siapa yang tidak mendengarnya?
Boruto tersenyum memesona. Ia mengode panitia acara tersebut untuk memberikannya pengeras suara. Setelah mendapatkan pengeras suara, Boruto melangkah maju. Meraih tangan Sumire dan menatap gadis itu dengan penuh cinta.
"Seharusnya kau tidak mengakui itu duluan, Sumire-chan!" Boruto mencium punggung tangan Sumire dengan lembut dan penuh kasih. Tentu hal itu membuat senyuman Sumire tak luntur disertai rona merah yang begitu kentara dikulit putihnya.
"Karena aku ... juga mencintaimu, sangat!"
Kyaa! Perempuan-perempuan berteriak heboh. Semua orang bertepuk tangan atas kemesraan sekaligus hubungan baru mereka malam ini.
Termasuk badut beruang diujung sana yang bertepuk tangan heboh serta bergoyang seolah bahagia. Padahal dibalik itu, ada gadis yang tengah terisak pedih.
_____Sejauh ini tidak ada yang buruk seperti yang dikatakan gadis bersurai cokelat itu. Bahkan, Sarada sempat menganggap bahwa gadis itu berbohong. Sampai ketika seorang Dj ternama mulai menunjukkan kebolehannya. Semua orang menggila dengan botol alkohol di genggaman mereka.
Jujur saja, Sarada cukup bersyukur karena diumurnya yang baru saja menginjak 17 tahun ini, ia tidak pernah menyicip rasa dari minuman alkohol itu. Bukan hanya tidak suka, ia juga tidak sanggup membeli minuman tersebut.
Tubuh Sarada dibalik kostum beruang itu menegang ketika Sumire turun dari panggung dan menatap tepat dimatanya. Ia takut ketahuan, takut sekali. Namun, siapa sangka ketika gadis seperti Sumire menyeretnya tiba-tiba ke tepi kolam renang?
"Aku tahu, kau sudah bekerja begitu keras untuk menahan cemburu." Sumire tersenyum bagaikan iblis. "Kau juga harus menikmati pestanya juga bukan, Uchiha Sarada?"
Byur!
"Sialan!" umpat Sarada di dalam hati. Diceburkan ke dalam kolam renang dengan kostum beruang yang pasti bahannya menyerap air ini menyulitkan Sarada untuk berenang. Sumire iblis! Sarada ingin sekali membunuh gadis itu jika ia tidak ingat kata-kata Nanami sebelum acara ulang tahun ini dimulai.
"Nona muda kita memiliki perilaku yang buruk. Tolong bersabarlah dan terima apa yang ia perlakukan kepadamu." Sarada tersentak kaget. "Jika tidak, kau dan segala tentangmu bisa sekejap hilang dari muka bumi ini."
Disini ada Boruto, pasti Boruto akan menolongnya. Pasti! Sarada percaya itu, karena Boruto adalah orang yang baik. Tapi, entah mengapa Sarada mulai ragu akan hal itu. Apakah Boruto akan membantunya? Atau tertawa seperti mereka? Gadis itu tak tahu, ia hanya berusaha menggapai air tersebut sampai akhirnya pandangannya pun menggelap.
"Boruto, tolong aku ..."
Bersambung ...
Author Note :
Aku tekankan lagi, kalau cerita ini hanya short story. Yaa, paling sampai 5 atau beberapa chapter lagi. Terima kasih sudah selalu menanti cerita ini.
Jangan pada geregetan sama pasangan Borusumi, ya ... Aku masih Borusara kok. Forever kayaknya deh wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone [Borusara]
Fanfiction[Short story] Uchiha Sarada, semenjak kecelakaan maut yang membuat dirinya kehilangan ayahnya serta Sakura yang menjadi koma. Mau tak mau, Sarada menjadi tulang punggung keluarga sejak umurnya 15 tahun. Bekerja sebagai badut panggilan setelah pulang...