Bab 5 Kenapa Harus Menikah Denganku?

221 5 2
                                    

Kemarin, Rani masih membuang-buang waktunya di rumah. Namun, siapa yang dapat memberitahunya apa yang terjadi hari ini?

"Buku nikah palsu ini dibuat di mana? Mirip banget ya dengan yang aslinya," cibir Rani terhadap Dimas dengan suaranya yang bergetar.

Jari-jari Rani menyentuh foto yang dicap di bagian atas. Dari matanya terpancar kesedihan yang sangat mendalam.

"Harganya 18 ribu, dibuat oleh Kantor Catatan Sipil."

Melihat ketidakpercayaan Rani, Dimas menggerakan sudut bibirnya, dan dengan lembut memasukkan kembali buku nikah mereka ke saku celananya.

Tidak masalah jika Rani tidak mengakuinya. Bagi Dimas sudah cukup jika hukum mengakui pernikahan mereka.

Rani juga tidak bodoh. Menurutnya, jenis akta dengan nomor resmi seperti ini dapat diperiksa kebenarannya di Kantor Catatan Sipil.

Namun menurut Dimas, kapan memasukkan nama seseorang ke dalam buku akta nikah bukanlah masalah yang terpenting. Rani menjadi istri sahnya Dimas dalam keadaan linglung. Semuanya tampak seperti mimpi. Kejadian ini sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Rani.

Sial! Kenapa aku masih memiliki sedikit rasa bahagia di dalam hati?, batin Rani.

Secepat kilat, ia membuang pikiran yang tidak benar ini. Kemudian, ia pun berteriak kepada Dimas dengan mata yang penuh dengan api kemarahan.

"Dimas, pernikahan adalah hubungan antara dua orang! Apakah kamu menanyakan pendapatku ketika kamu membuat buku nikah itu? Lalu, bagaimana cara kamu mendapatkan kartu keluarga dan KTP aku?" Rani sangat tidak mengerti apa yang ada di pikiran Dimas.

"Bukankah sudah waktunya untuk bertanya?" Cahaya pada mata coklat Dimas meredup, jernih seperti mata air. Dimas menatap Rani dengan serius.

Cara Dimas sungguh luar biasa!

Pipi Rani mulai menggembung seperti mau meledak. Dia pun mengertakkan giginya. Kemudian, Rani meninggalkan Dimas dan buru-buru masuk ke rumah.

"Ayah, tolong jelaskan dengan sejujur-jujurnya! Apa yang kamu lakukan di belakangku?" Suara Rani yang terdengar dari jauh ditujukan untuk ayahnya.

Edi melihat sekilas seorang wanita cantik sedang terburu-buru masuk ke rumah. Suara Rani yang tajam itu pun bergema di seluruh rumah.

"Nak Deni, tiba-tiba aku teringat bahwa ada banyak hal yang harus aku tangani di kantor, jadi aku harus kembali ke sana sekarang," jelas Pak Edi.

"Tapi Pak, bagaimana dengan masalah Rani dan Dimas?" tanya Deni kebingungan.

"Masalah Rani dan Nak Dimas, aku titipkan kepadamu, ya. Tolong diurus baik-baik."

Ayah Rani menepuk bahu Deni, mengambil tas kantornya, dan secepat kilat menyelinap melalui pintu belakang.

Rani masuk ke ruangan ayahnya dan melihat Deni berdiri sendirian di sana. Deni membungkuk dengan hormat dan berseru.

"Nyonya!"

"Nyonya?!"

Teriakan Deni membuat ubun-ubun kepala dan otak Rani sakit. Efek teriakan Deni seperti menarik rambut dan menggoncang seluruh tubuh Rani.

"Hentikan Deni. Aku punya nama, jangan panggil aku 'Nyonya'!"

"Nyonya itu adalah istri Mas Dimas. Tentu saja, aku tidak dapat memanggil nama kamu secara langsung. Kalau tidak, Mas Dimas akan membuat aku sengsara," kata Deni mengerutkan keningnya dan menjelaskan kepada Rani dengan sabar.

"Seberapa menderitakah kamu?" tanya Rani dengan mata yang dingin menatap lurus ke arah Deni.

"Gambar itu terlalu menyeramkan. Lebih baik Nyonya tidak melihatnya," kata Deni mengalihkan pembicaraan yang menegangkan itu dengan menunjuk gambar yang tergantung di dinding.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, CEO Bucin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang