Bab 3 Palsu?

8 0 0
                                    

Sebenarnya, Chika membutuhkan nomor ponsel Samuel karena dua alasan. Layanan purna jual adalah satu alasannya. Di sisi lain, ada juga alasan Chika untuk perlahan berkomunikasi dengan Samuel di kemudian hari. Kalau dia bisa dekat dengan tokoh besar seperti ini, Chika yakin dia bisa terbang ke langit di masa depan!

Sayangnya, Samuel juga bukan orang bodoh. Dia secara alami bisa membaca niat Chika. Dengan status yang dia miliki sekarang, Samuel sadar bahwa dirinya mampu membuat seseorang tidak perlu khawatir tentang keperluan sehari-hari untuk seumur hidup!

Kemampuan semacam ini tentunya akan menarik beberapa orang dengan niat tidak murni.

Samuel berpikir sejenak. Kalau orang lain ingin menggunakannya, maka dia juga bisa menggunakan orang lain. Siapa yang tahu kalau Chika ke depannya bisa berguna baginya?

Akhirnya, Samuel pun memberi Chika nomor ponselnya. "Baiklah."

Setelah Chika mendapatkan nomor ponselnya, Samuel bisa dengan jelas melihat bahwa gadis itu memancarkan semangat. Napas Chika sedikit pendek, mungkin tak percaya bisa berhubungan dengan seorang tokoh besar. Pipi gadis itu bahkan mulai merona merah.

Samuel menggelengkan kepalanya sedikit, lalu keluar dari Tiffany. "Mungkin inilah pesona uang ...," batin pria itu dalam hati.

Selesai membeli perhiasan, Samuel memutuskan untuk pergi ke perusahaan Hani. Dia ingin memberikan istrinya sebuah kejutan dengan perhiasan ini.

Istri Samuel, Hani Ardianto, bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan keuangan di Kota DH. Perbulannya, dia digaji sebesar enam belas juta. Penghasilan ini tampaknya sangat tinggi, tetapi tinggal di Kota DH dengan tingkat harga konsumsi yang tinggi membuat pengeluaran sehari-hari sangat besar. Setelah dikurangi pengeluaran rumah tangga, sisa gaji Hani sebenarnya tidak seberapa.

Di dalam ruangan kantor Perusahaan TH, terlihat Hani sedang bekerja di depan komputernya. Jari-jarinya yang lentik mengetik dengan cepat dan matanya yang bulat terfokus pada layar.

Seorang wanita yang terduduk dekat dengan Hani memutar kursi untuk menatap teman kerjanya. "Hani, kita sudah jadi teman sejak kita sekelas di universitas. Paling tidak, sudah ada lima sampai enam tahun kita saling kenal. Apa yang baru saja aku katakan adalah untuk kebaikanmu sendiri." Kening wanita itu sedikit berkerut, memancarkan sebuah kabut kekhawatiran.

Wanita itu mengenakan pakaian kerja profesional berwarna coklat dengan kemeja putih yang terbuka dua kancing, menunjukkan kemolekan dadanya. Secara keseluruhan, penampilan wanita itu sangatlah seksi. Dia memiliki rambut hitam yang tersampir di belakang kepalanya. Diselingi dengan riasan tipis pada wajahnya, wanita itu memancarkan kecantikan alami dengan sentuhan aura keagungan yang menyelimuti tubuhnya.

Vira, presdir dari Perusahaan TH adalah wanita independen sejati. Meskipun sudah seumuran dengan Hani, tapi dia masih belum menikah. Sampai sekarang, dia masih melajang walau ada begitu banyak pria yang mengejarnya dan berniat untuk mendapatkan hatinya. Bukanlah hal yang aneh lagi apabila setiap hari akan ada pengirim surat yang mengantarkan bunga ke kantor.

"Sebenarnya, Samuel itu apa bagusnya, sih?" Vira melanjutkan. "Dia sudah menikah denganmu selama hampir setahun. Bertunangan dan menikah saja tidak pernah memberikan kamu cincin. Jangankan cincin, hadiah biasa saja sepertinya belum pernah aku lihat dia berikan ke kamu." Wanita itu menautkan alis dengan tidak senang. "Apakah dia masih bisa dianggap laki-laki? Tidak hanya itu, dia bahkan belum memiliki pekerjaan tetap. Kerjaannya setiap hari hanya makan dan minum gratis di rumahmu."

"Vir, Samuel tulus mencintaiku, kamu jangan menjelekkan dia begitu," Hani merengut dan memajukan bibirnya, menunjukkan kalau dia tidak suka dengan ucapan Vira mengenai suaminya.

Super Billionare ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang