TRUE IDENTITY: MYCROFT'S REACTION [sekuel]

94 17 8
                                    

"Selamat pagi, anak-anak!" sapa seorang guru di depan kelas.

"SELAMAT PAGI BU GURU!" balas anak-anak serempak.

Guru itu tersenyum sambil menepuk bahu anak yang ada di sampingnya. "Hari ini kalian mendapat teman baru! Nah, ayo perkenalkan dirimu!"

Anak itu lalu maju ke depan lalu mulai bicara dengan nada gugup.

"H-halo... namaku... Henry Joseph Bell... s-salam kenal!" ujarnya mengenalkan diri.

Anak-anak mulai berseru antusias melihatnya, membuatnya makin gugup.

"Sudah, kalian..." ujar si guru menenangkan. "Nanti kalian ajak Bell untuk jalan-jalan keliling sekolah ya!"

"Ti-tidak usah bu! Kita langsung belajar saja!" seru anak itu dengan wajah memerah.

"Baiklah... Bell, silakan kau duduk di bangku kosong di sana ya," ujar si guru lembut.

Anak itu lalu berjalan cepat lalu duduk di bangkunya. Pelajaran pun dimulai. Tidak ada yang menyadari kalau kalau anak baru itu memukulkan kepalanya ke meja sambil menggeram frustasi.

Mycroft sialan! Bisa-bisanya dia membuatku terjebak di antara anak-anak ini! Awas dia nanti!

.

.

.

TRUE IDENTITY: MYCROFT'S REACTION

Summary: "Apa yang harus kukatakan saat Mycroft melihat Sherlock dalam wujud itu?" [Sekuel dari True Identity: Silver Bullet]

Disclaimer: Moriarty The Patriot (c) Takeuchi Ryousuke dan Miyoshi Hikaru. Terinspirasi dari komik Detektif Conan. Tidak mengambil keuntungan apapun dari pembuatan fanfiksi ini.

Art in this chapter by レイ(pixiv)

Warning: kekerasan, Typo(s), OOC akut, dll

.

.

.

"Sherlock, kamu harus makan."

"Nanti saja, John, aku tidak lapar."

"Kau sudah tidak makan sejak kemarin!"

Henry alias Sherlock itu lagi-lagi mengabaikan perkataan John. John akhirnya menyerah, karena tahu kalau Sherlock sedang banyak pikiran dia pasti takkan menyentuh makanan.

Sudah lewat seminggu sejak tubuh Sherlock berubah menjadi seorang anak berumur 14 tahun.

Luka-luka dari kasus kemarin memang hampir sembuh, tapi tampaknya masalah itu masih menjadi bahan pikirannya. Sherlock kini lebih sering melakukan eksperimen kimia dan membuka buku-buku lamanya.

Dari ekspresinya John tahu Sherlock hendak mencoba membuat obat penawar untuk mengembalikan tubuhnya seperti semula. Tapi pada akhirnya tindakan Sherlock melempar bukunya frustasi cukup untuk menjelaskan kalau dia gagal. Itu wajar, karena tanpa komposisi obat Silver Bullet itu, Sherlock takkan mampu membuat penawarnya.

John kini kembali memerhatikan Sherlock, yang dengan wajah muram mulai memainkan biolanya. Mungkin untuk menghibur diri atau mengalihkan pikirannya. Meski biola itu kebesaran untuk tubuhnya, tapi jemarinya tetap terampil memainkannya.

Sembari mendengarkan alunan gesekan biola, John diam-diam menaruh simpati pada Sherlock. Terjebak dalam tubuh anak-anak, keterbatasan aktivitas seperti merokok atau membuka konsultasi, ketidakberdayaan di hadapan orang dewasa, belum lagi misteri orang berbaju hitam dan obat Silver Bullet pasti terus menghantui pikirannya.

True Identity: Silver BulletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang