Dear MyLan!
Grab a blanket, get comfy, and enjoy the read!
•
•
•"Hai, Ella. Mau kemana serapih ini?" Tepat ketika pintu apartemennya dibuka, Ella sudah mendapati tubuh tinggi Zoren di depan sana, menyandar santai di dinding. Masih dengan pakaian yang menjadi sorotan publik selepas wawancara panas Valen terkait perdebatan mereka beberapa jam yang lalu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Ella dengan cepat bergerak untuk menghalangi pintu masuk apartemennya, tetapi sebelum ia sempat menutup sepenuhnya, Zorenlo sudah dengan cekatan melangkah ke dalam. Memijakkan kakinya di lantai marmer dingin apartemen gadis itu, seolah-olah ia telah merencanakan gerakan ini sejak lama, membuat Ella terperangah dalam sekejap mata.
"Zoren!" Ella panik. Ia tidak bisa membiarkan orang asing masuk begitu mudahnya. Bahkan tempat ini hanya boleh diakses oleh orang terdekatnya, jelas-jelas bukan lokasi yang seharusnya dicampuri oleh publik.
"What the hell are you doing here?!" Ella terus mengekori kemanapun tubuh Zoren melangkah, mencoba untuk menghentikan aksi gila laki-laki itu. Namun nyatanya Zoren tidak mendengarkan. Kakinya justru semakin gencar kesana kemari, melangkah pelan dengan mata mengeliling jeli.
"Hanya memastikan," jawab Zoren dari balik punggungnya. Ia terus berjalan ke tengah ruang tamu, hingga berhenti di sebuah kamera CCTV. Zoren tersenyum tipis, menatap benda itu cukup lama.
"Sepertinya Valen senang mengintai mu," ucapnya dengan nada sinis. Buru-buru Ella berlari mendekat dan berusaha menarik tangan Zoren dengan sekuat tenaga, tapi tenaganya tidak sekuat laki-laki itu. Ia tertahan dalam kukungan Zoren, yang mengurungnya dengan erat, sementara wajahnya menghadap langsung ke kamera CCTV yang terletak di belakang Zoren, membuatnya semakin terjepit dalam situasi.
"Aku sudah memutuskan satu hal," bisik Zoren tepat di depan telinganya.
Zoren menyempatkan diri menoleh ke arah kamera dan berbisik, "Sampaikan pesan ini kepada Valen, bahwa..." Tatapan laki-laki itu kemudian beralih ke Ella. "Aku bisa saja melukaimu, membawamu ke atap yang sama," lanjutnya dengan ancaman.
Ella menelan salivah saat matanya menangkap senyum jahat yang bermain di bibir laki-laki itu. Ketakutan jelas terlihat di wajahnya yang tak bisa lagi tersembunyi. Senyum Zoren dan kata-katanya telah berhasil menggali ketakutan terdalam dari dirinya.
"Calm down, El." Kalimatnya berakhir ketika perlahan Zoren mendekatkan kepalanya ke wajah Ella, menutupi wajah gadis itu dari tatapan kamera. "Selagi Valen tidak mengusik ku."
Tuntas menyaksikan tubuh Ella terjatuh ke lantai dengan napas memberat, barulah Zoren menarik langkahnya, meninggalkan kediaman gadis itu dengan keheningan.
Pikiran Ella berputar-putar seperti tornado yang tak kunjung reda. Ancaman Zorenlo bukan sekadar kalimat kosong. Ucapan itu bagaikan seluet ingatan akan sesuatu yang selama ini tersembunyi dalam pikirannya. Rasa gelisah merayap di dalam dirinya, seolah-olah ancaman itu mengulangi kembali sebuah bagian penting dari masa lalunya yang telah lama hilang. Ella merasa seakan ancaman tersebut pernah ia dengar sebelumnya, jauh sebelum kakinya menyentuh kursi piano yang kini berdiri di ruangannya.
Saat kilatan-kilatan masa lalu kembali menerpa benaknya, Ella merasa jantungnya berdebar lebih cepat, seolah-olah mengingatkan kembali. Kenangan itu seperti terputar dalam format yang sama—rasa sakit. Seolah-olah setiap ancaman Zorenlo menarik kembali rasa sakit yang sudah lama tenggelam.
"Ella!!" Dengan tangan bergetar dan napas yang tak menentu, Ella sama sekali tidak mendengar teriakan Davide yang mula-mula jauh kini mendekat.
"El!!" Panik menyerang Davide begitu menemukan Ella di ujung sofa, mencekam rambutnya cekatan. Gerakannya yang cepat justru membuat Ella berteriak ketakutan. Ia seakan tidak bisa melihat jelas siapa orang di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren + Who's that creepy creature
Mystery / Thriller"Who is that monstrous creature?" Ketika Ella bertemu dengan De Volpe, pria misterius dengan tatapan tajam dan aura dingin, Ella merasakan sensasi aneh. Seolah dia mengenal pria itu, tapi ingatannya tertutup kabut tebal. Kejanggalan demi kejanggalan...