Fauzan merenggangkan tubuhnya, menggeliat seraya menguap untuk menyambut hari ini. Matanya masih terpejam, sulit untuk terbuka karena rasanya seperti seseorang menaruh lem diantara kelopak matanya. Sumpah. Sesulit itu ia untuk bangun.
Tangan kanannya bergerak untuk menggaruk perutnya sementara tangan kirinya menggaruk-garuk kepalanya. Lama ia bertahan dalam posisi nyamannya hingga matanya menangkap jam dinding besar yang berada di hadapannya. Sekarang sudah jam tujuh pagi. Ia tidur lagi setelah salat subuh dan baru bangun jam segini. Biasanya sih Fauzan bangun jam enam, tapi ia lelah karena pekerjaannya semalam sehingga Fauzan merasa butuh waktu untuk tidur lebih lama.
Pria itu bangkit dari ranjang, ia menatap handuk dan baju yang telah siap sedia di sana, padahal setelah Fauzan salat tadi subuh, tidak ada apapun di sana. Catat. Tidak ada! Jangankan handuk atau baju, sehelai rambutnya saja tidak ada. Tetapi setiap hari, ketika Fauzan bangun di pagi hari, sofa abu kesayangannya selalu memangku handuk dan pakaian baru untuknya, dan itu berbeda setiap harinya. Kalau hari ini handuknya warna putih, besok bisa warna biru, besoknya lagi bisa ungu, dan besoknya lagi bisa berubah menjadi hitam. Benar-benar bervariasi tergantung mood yang menyiapkannya.
"Ner bener," gumam Fauzan.
Ia mengalihkan pandangannya ke sudut ruangan dimana terdapat kursi dan meja kerjanya yang selalu berantakan ketika Fauzan tidur, dan lihat sekarang. Jangankan buku dan kabel yang berserakan, sisa-sisa kopi dari gelas Fauzan saja tidak ada. Mejanya bersih. Benar-benar bersih. Seperti baru. Seperti baru sampai dari Ikea tadi pagi. Sumpah!
Haruskah Fauzan mengatakan bahwa semua ini adalah kenikmatan? Ketika semua yang kau perlukan sudah tersedia dan semua kekacauan yang kau buat sudah diselesaikan. Pada kenyataannya Fauzan menganggap bahwa semua ini sangat menyeramkan.
Tahu-tahu sudah ada pakaian, tahu-tahu kamarnya sudah rapi, tahu-tahu debu di kamarnya sudah menghilang. Dan ulah siapakah semua ini? Tentu saja ulah sesosok makhluk hidup yang seingatnya ia persunting tiga bulan lalu. Ia cium keningnya dan ia genggam tangannya, tetapi masalahnya... istrinya ini sudah menjelma jadi hantu karena ia tak pernah menunjukkan wujudnya di hadapan Fauzan. Padahal Fauzan sendiri belum merasa mengurus dan mengubur jenazah istrinya. Kalau sudah dikubur kan jelas ya, status istrinya memang hantu. Lagi pula, hantu mana bisa beres-beres rumah?
"Emang dia nggak capek ya kayak gini tiap hari?" gumamnya.
Fauzan mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia selalu berharap kalau makhluk Tuhan yang satu itu akan menampakkan dirinya ketika Fauzan keluar dari kamar mandi. Semoga saja hari ini dia beruntung.
****
Roti selai blueberry, cek.
Susu, cek
Apel, cek.
Fauzan mengabsen menu wajib yang selalu hadir di meja makannya tanpa Fauzan minta. Bahkan tanpa bertanya pada Fauzan, istrinya itu selalu menyiapkan makanan yang sama, tentu saja bervariasi setiap harinya. Hanya saja Fauzan sudah sangat hapal menu-menu sarapannya.
Senin, Rabu, Jum'at; menu barusan
Selasa, Kamis, Sabtu; nasi goreng dan teh hijau atau kadang teh madu.
Minggu; menu spesial yang berganti-ganti. Bisa croissant, sandwich, salad, nasi uduk, bubur, ketoprak, bahkan sampai lontong sayur. Ha. Apakah sebenarnya Fauzan menikahi seorang bandar sarapan pagi? bisa-bisanya menu yang ia berikan pada Fauzan adalah menu-menu yang biasanya ada di Pasar Kaget Kalibata Utara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strange Marriage | PROSES PENERBITAN
RomanceSatu atap, tapi tak saling tatap. Jangankan mempunyai kesempatan untuk bertatapan, bertemu saja tidak. Fauzan hanya bertemu istrinya tiga kali. Pertemuan pertama ; perkenalan Pertemuan kedua ; pertunangan Pertemuan ketiga ; pernikahan Setelah i...