Cermin Seorang Hijabi

Kehidupan Awal SMA

Masa-masa SMA memang paling indah menurut para remaja, aku pun meyakininya. Aku pernah membayangkan bagaimana jadinya jika pada masa-masa remaja aku tidak merasakan SMA umum dengan segala kenangannya.
Mashaallah, aku bersyukur masa-masa SMA-ku, aku pergunakan hampir semaksimal mungkin.
Mencontek, terlambat masuk kelas, meledek guru sudah menjad kebiasaanku dan teman-teman sehari-hari. Aku dulu bersekolah di sekolah swasta umum yang cukup populer. Tidak sedikit anak-anak yang berbeda agama denganku. Karena memang murid-murid di sekolah banyak yang berasal dari orang tua blasteran.
Aku dengan segala kepribadianku, hanya mengalir mengikuti apa-apa yang umum. Menggunakan seragam pendek setelan dengan rambut yang biasanya dikepang samping. Gayaku cukup feminin, tidak sedikit teman-teman perempuan yang memujiku.
Aku cukup pintar dan cantik untuk bergabung ke dalam suatu 'geng' perempuan di sekolah. Hari demi hari kulalui bersama mereka, senang, sedih, susah selalu bersama. Aku merasa nyaman sekali berada di dekat mereka. Kami ada 6 orang, yang muslim hanya aku dan Fani. Yang lainnya menganut keyakinan yang berbeda-beda.
Kelasku terdiri dari 25 orang, penganut agama islam hanya 12 orang, ya agak minoritas memang. Pikirku toh sekolah swasta umum, kalau mau yang satu keyakinan mengapa tidak masuk ke sekolah islam?
Di sekolahku ada ekstrakulikuler remaja muslim, tapi tidak wajib diikuti setiap muslim. Aku pun tidak mengikutinya, aku memilih ekstrakulikuler lain yang menurutku lebih seru yaitu fotografi. Aku sama sekali tidak tertarik untuk berbergabung dengan perkumpulan rohis sekolah. Jangankan untuk bergabung, melihat anggotanya saja terkadang aku suka merasa risih. Mereka berpenampilan sangat tertutup, dan tidak seperti muslimah yang biasa aku temui. Banyak dari mereka yang mengenakan kerudung panjang setiap harinya. "Mengapa mereka bersekolah di tempat umum seperti ini jika ingin membanggakan agama?" pikirku.