Chapter 1

82 16 30
                                    

Kita putus!”
Fakta yang beredar, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Tapi sekarang, Nana memutuskan kalau Roy lebih kejam daripada fitnah. Hubungannya apa? Wah Nana mulai kumat, pola pikirnya yang kadang bodoh dan pintar rupanya berulah lagi.

Ya ... Nana pikir, Roy adalah fitnah, karena fitnah lebih kejam daripada pembunhan. Intinya sama saja. Roy sudah dinobatkan sebagai pembunuh setelah mengucap kata ‘putus’.

“Gila lo? Kasih gue alasan pasti kenapa kita harus putus?” Nana meremas botol minumannya kuat lantas membuangnya ke tong sampah terdekat. Gadis itu sudah tersulut emosi atas keputusan Roy.

Roy nampak sekali ragu mengutarakan perasaan yang sebenarnya. Dia hanya tidak ingin membuat Nana down dan tersinggung. Menggaruk tengkuk lehernya kikuk, Roy pun mengumpulkan tekad untuk berbicara jujur. “Karena ... kita udah nggak cocok lagi. Gue selalu dituntut imbangin lo, Na. Awalnya its okey, tapi seiring berjalannya waktu, gue tersiksa dan nggak dapet kepuasan apapun selama pacaran sama lo.”

Nana tersenyum miring. “Sia sia banget hidup lo, Buat apa ngebaperin gue dengan penuh perjuangan, setelah gue luluh dan mau nerima lo, mulut busuk lo bilang kita nggak cocok? Rip akal sehat.”
Ucapan sarkas itu meninju telak ulu hati Roy. Dia sama sekali tidak menyangka kekasihnya ini bisa berbicara kasar. Keputusan akan hubungannya sudah ia otak atik secara matang.

Roy mendesah kecewa akan sikap dan ucapan Nana. “Sumpah Na, ini pertama kalinya gue liat sisi lain dan liar dari lo. Gue bener bener nggak nyangka, lo bisa sekasar ini. Lagi pula, gue minta putus demi hati kita masing masing, Na,” gumam Roy seraya menggelengkan kepala. Nana yang ia kenal sebelum masa pdkt berlangsung adalah sosok periang dan memiliki positive vibe, rupanya sama saja. Nana tidak lebih seperti perempuan kebanyakan yang memiliki mulut busuk.

“Emangnya apa yang lo harepin dari gue, hah?” Perlahan berjalan mendekat, Nana menantang tatapan bingung Roy. “Satu yang harus loe garis bawahi. Bukan loe yang berusaha imbangin gue, Tapi gue yang selama ini berusaha ngikutin apa kemauan loe! Gak usah play victim!” Tak bisa di pungkiri, rasa kecewa sudah merambat telak ke hatinya. 
Lubna yang sering dipanggil Nana pun meninggalkan sang kekasih, ralat, mantan dengan pandangan bertanya tanya.  Belum genap empat langkah, Roy sudah memanggilnya.

“Lubna, sekali lagi, gue gak nyangka ternyata loe punya temprament buruk kaya gini, syukur deh gue ngelepasin loe sekarang. Gue gak tau apa yang bakal terjadi kalo gue sampe ngenalin loe ke orang tua gue,” ucap Roy lantang sampai menarik beberapa atensi mahasiswa di sekitarnya.
Nana berbalik memasang wajah datar, kepalanya dimiringkan tiga puluh derajat, lantas jari tengahnya mengacung percaya diri mengarah Roy. “Fu*k me!”

***

Kamarnya dipenuhi tissue dan remasan kertas dari buku diarinya yang menceritakan semua perasaan cinta kepada Roy. Mengingat bagaimana laki laki tampan itu mengucap kata putus, membuat Nana begidik jijik melihat bualan cinta yang tertoreh di kertas curhatan itu. gadis itu kembali menangis sesegukan meratapi kemalangannya. Nara mengulurkan dua lembar tissue agar Nana menyusut ingus.

“Jadi ini yang keberapa kali? Sembilan kah?”
“Tujuh, hiks, lo jangan ngingetin gue putus yang keberapa kalinya dong,” rengek Nana masih dengan tangisan sedunya, malahan semakin menjadi yang reflek membuat Nara harus menutup telinga.

“Ya salah lo sendiri sih, setiap dibaperin ama cowok, lo mah luluh luluh aja,” celetuk Nara sebelum beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan susu coklat hangat. Ini sudah seperti tradisi setiap Nana putus dengan mantan mantannya. Dan lagi lagi Nara yang harus kerepotan meladeni segala keinginan sahabatnya itu.

Satu jam berlalu nana akhirnya berhenti menangis.

“Kedepannya mau gimana, hm?” tanya Nara ikut berbaring di samping Nana dalam ukuran ranjang lumayan besar.
“Gue gak mau pacaran lagi pokonya!” tegas Nana yakin sambil mengepalkan tangan.

“Ini ke tujuh kalinya loe ngomong gitu, terus beberapa hari kemudian loe ngenalin pacar baru lagi,” ujar nara santai

“Dan lo pun udah ngomong ini percis ketujuh kalinya setiap gue putus,” jawab Nana pasrah. Kepalan tangannya melemah.

“Begitulah, kita berdua selalu ngulang percakapan ini setiap lo putus. Kalau ada kejuaraan buaya darat cewek, lo pemegang rekornya Na. Belum yang dulu waktu loe masih SMA. Gak keitung, fiuh.” Nara menggeleng lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang.

Malam pasca putusnya hubungan Nana pun disambut dengan obrolan panjang dari kedua sahabat yang sudah dekat bagaikan urat nadi. Mengulas masa lalu, bercerita random bahkan dalam situasi memuakan setelah diputuskan pun, Nara berhasil menjadi obat pelipur laranya.

***

Nana memang mencintai Roy karena parasnya yang nyaris sempurna. Terlebih sikap buaya daratnya yang membuat kaum hawa cepat sekali luluh. Termasuk Nana sendiri.

Kalian tahu boy grup Korea yang akhir akhir ini banyak diperbincangkan di media? Yah kudet sekali kalau tidak tahu. Beranggotakan lima orang remaja yang memiliki banyak sekali talenta dan terkadang media media julid kerap menyebutnya adik BTS. Wahh pasti kalau boy group itu kalian sudah tahu.

Mereka adalah Tomorrow by Together yang baru saja melakukan comeback beberapa minggu lalu. Hebatnya lagi mereka menyabet empat penghargaan music show secara berturut turut. Terima kasih, karena mereka Nana tidak terlalu galau memikirkan Roy. Alasan Nana dan Nara begadang pun karena streaming gila gilaan tittle tracknya mereka yang berjudul “0X1 LOVE SONG: I KNOW I LOVE FEAT SEORI”.

Say you love me say you love me
Say gye ye kut ka ji
All or nothing, i want all of you

***

Alarm menggema sudah ketiga kalinya. Namun si empunya alarm masih bergelung di dalam selimut karena terbuai oleh mimpi halu bersama Choi Beomgyu. Dari luar kamar, Nara dengan sekuat tenaga menggedor pintu agar Nana bangun.

“Berisik! Kenapa si?” gumam Nana setengah sadar.
“Liat jam!” titah Nara tegas.

Alam bawah sadarnya menyuruh Nana untuk membuka mata sebentar. Meraih jam waker yang sudah berhenti, Nana pun seketika tersentak kaget melihat jarum jam mengarah pukul tujuh lebih empat puluh sembilan.

“Mampus!” Tanpa babibu atau perenggengan otot terlebih dulu setelah bangun tidur, Nana langsung melesat ke kamar mandi. Terburu waktu yang mepet, dia sampai kelupaan membawa handuk. Mau tidak mau, Nana harus kembali ke jemuran mengambil handuk.

Persiapan membersihkan badan pun hanya memakan waktu sepuluh menit kurang satu menit lebih dua puluh dua koma lima detik. Nara yang sudah menyiapkan buku dan ransel Nana pun sedang santai sarapan sambil menunggu gadis itu memunculkan diri.

“Untung lo bangunin gue,” ucap Nana terengah meminum susu yang sudah disediakan.

“Makanya kalau alarm nyala bangun Na, kalau gue gak gedor-gedor kamar lo mungkin sekarang lo masi ngebo,” ujar nara mengunyah apel.

“Mau gue buang aja tuh alarm, masa kagak nembus kuping gue si suaranya.”

“Lonya aja yang ngebo kebangetan. Gue baik banget kan udah nyiapin tas lo?” ujar Nara menyerahkan ransel milik Nana.

“Heheh thank yo. Omong omong loe gak kuliah? Kenapa? Sakit? Apa gue nggak usah ke kampus aja ya? Siapa yang tahu kalau lo tiba tiba muntah kelabang gimana? Tapi nggak panas ah,” ujar Nana heboh mengecheck suhu tubuh Nara yang faktanya baik baik saja.

“Lo lupa? Gue kuliah cuma empat hari Na, separah itu kah Roy nyakitin loe? Sekarang gue yang hawatir,” balas Nara malas.

Nana cemberut setelah mendengar nama jahanam itu disebut tepat di depan wajahnya. Dihh gelay sekali every bodyh. “Nggak usah mancing mancing ya, Roy terlalu kerak bumi buat gue yang drajatnya setinggi langit. Udah ah, bye, gue mau berangkat mencari cowok baru. Doakan yang terbaik ya kawan!” Seolah kemarin putusnya hubungan dengan Roy bukan sesuatu yang menyakitkkan, Nana melenggang pergi sambil bersiul menyanyikan lagu Anti Romantik by TxT.

“Dah stress tuh bocah. Katanya nggak mau pacaran lagi, lah ngapain ikhtiar nyari pacar baru coba?” gumam Nara tidak habis pikir.

Nice To Meet You 'Arteta'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang