Chapter 5

28 3 4
                                    

Yusuf berdiri di depan papan tulis hendak mengumumkan sesuatu yang otomatis mengambil alih perhatian teman sekelasnya. Sebagai komisariat mahasiswa atau biasa disebut kosma, dia harus menyampaikan beberapa hal yang dititipkan dosen.

Guys, kemarin udah dapet info dari Bu Astuti, kan, kalau beliau ngasih tugas individu dan kelompok?” Semuanya mengangguk serentak kecuali Nana. Gadis itu sibuk melamun sambil menopang kepala mengarah jendela.

“Nana perhatiin gue bentar,” tegur Yusuf melirik Nana sekilas lalu kembali fokus pada ponsel.

“Kurang perhatian lo, Suf, sampe minta gue perhatiin?”

“Yuk yang masih waras pasti mikirnya jago,” ujar Yusuf tidak menggubris jawaban ngaco Nana.

Yang tadinya melamun dan menopang kepala, kini Nana malah sepenuhnya merebahkan kepalanya di meja lalu memejamkan mata. Yusuf segan menegur karena Nana termasuk mahasiswi bebal tidak terima teguran, kritikan dan saran.

“Selama dua minggu ke depan, Bu Astuti nggak bisa menghadiri kelas. Beliau minta mata kuliahnya dikonversikan ke tugas yang udah beliau titipin ke gue. Minggu pertama, tugas kelompok, yaitu bikin mind mapping psikodiagnostik dan minggu kedua bikin makalah sesuai tema yang udah gue bagiin di grup. Udah gitu aja, sih, sekian dari gue.”

Penyampaian informasi selesai, para ambisius jurusan langsung merancang strategi pengerjaan mind mapping dan ribut memilih anggota kelompok yang sepadan. Berbeda sekali dengan mahasiswa mahasiswi malas yang pasrah dan memegang teguh prinsip ‘gimana nanti’.

“Na, kalau lo belum punya kelompok, bisa kok, masuk kelompok gue,” ajak Neva menarik kursi kosong di samping Nana lalu duduk.

“Masalahnya gue mau nggak masuk kelompok lo?” balas Nana malas. Kentara sekali Neva terlihat kikuk dan menanggung malu atas balasan Nana. Terlebih di belakang Nana ada Yusuf selaku laki laki yang ia taksir.

“O-oke. Gue cuma nawarin bantuan aja kok. Siapa tau lo lagi nyari kelompok. Emm, kalau lo bersedia, ayo kita makan siang bareng.”

Wajah Nana kusut karena acara tidur di jam kosongnya terganggu. Mengangkat kepala seraya memicingkan mata ke arah Neva, Nana menggaruk kepalanya menggunakan ujung pulpen dan mengeluh beberapa kali.

“Makasih tawaran makan siangnya, tapi jangan repot repot deh. Gue udah diboxing sama Yusuf  buat tugas kelompok,” keluh Nana berharap Neva cepat pergi dari hadapannya. Yusuf yang sedang mencatat point penting dari jurnal yang ia baca pun hanya menggelengkan kepala maklum atas ucapan ngaco Nana. Siapa sangka, wajah Neva berubah muram mencuri pandang ke arah Yusuf, tetapi tidak mendapat respon.

Ok,” ujar Neva berusaha semaksimal mungkin tegar atas perlakuan dan pernyataan Nana. Kembali ke bangku yang sudah ditunggu oleh teman satu gengnya, mereka tiba tiba berbisik membicarakan Nana yang sok jual mahal. 

“Lagaknya kayak yang pinter aja. Dia menang tampang doang yang disukai sama cowok cowok. Lagian lo kenapa Neva pake acara ngajak si Nana segala? Malu kan lo dihina hina depan mas crush?” ucap Nessi sok perhatian. 

“Jangan gitu, lah, Kita udah semester lima, kayak ngeganjel aja gitu liat Nana masih belum bisa berbaur sama kita. Yang penting niat gue udah baik.”

“Ya udah, deh, Selamat berbuat baik Nev. Semoga kebaikan lo dinotis sama manusia arogan itu. Nana, kan, kalau temenan mandang gender. Coba kalau lo cowo cakep, tanpa ditawari pun, si Nana bakal langsung nyosor,” ucap Nessi sengaja menaikan nadanya.

Neva mencubit tangan Nessi agar lebih bisa mengontrol ucapannya. Dia memang tidak terlalu paham sikap Nana yang selalu menyendiri dan tidak pernah berbaur dengan teman sekelas.

Sehari harinya Nana di kampus selalu menghabiskan waktu dengan Nara.

“Ness, omongan lo jaga. Nana bisa denger,” tegur Neva.

“Bagus dah kalau dia denger. Lagian nggak penting juga ngurusin tuh, bocah.” Bodoh kalau Nana selama ini pura pura tuli dari berbagai sindiran dari teman teman satu gender-nya.

Banyak yang mengatainya murahan, cewek gatel dan lain sebagainya hanya karena dia lebih memilih gampang bergaul dengan kaum laki laki, akan tetapi Nana juga tidak peduli atas pandangan umum itu.

Mengela napas kasar, Nana bangkit beranjak pergi ke kamar mandi sekedar menyegarkan mata. Nessi melihat Nana pergi pun otaknya langsung menemukan ide.

“Nev, jujur nih ya, tadi lo kesel nggak ditolak kasar sama Nana?” Neva melipat bibirnya mencari jawaban pasti atas perlakuan Nana kepadanya tadi. Terlihat bingung mau memberi respon seperti apa, akhirnya Neva hanya diam, takut semua ucapannya berimbas tidak baik.

“Re, kalau ngajak kerja sama bareng Neva, dia terlalu pake perasaan. Gue punya ide buat isengin Nana. Mau bantuin gue, nggak?” Meski bingung apa yang akan dilakukan Nessie, Rere mengangguk setuju.

Tanpa meminta persetujuan Neva, Nessie dan Rere langsung menyusun rencana kecil untuk memberi pelajaran kepada Nana.

****

Nessie dan Rere sangat totalitas ingin memberikan pelajaran untuk Nana yang masih berada di dalam kamar mandi. Meminta paksa air bekas pel dari office boy yang sedang bekerja, lalu mencampurkannya dengan tanah basah.

Mereka sampai rela menunggu Nana keluar dan melarang siapa saja masuk sebelum misinya berhasil. Sepuluh menit berlalu, mereka masih saja setia menunggu dengan berdiri di masing masing sisi pintu toilet.

“Kalian nungguin gue? Bilang dong kalau mau ngajak gue iseng, tadi gue ke kantin dulu beli martabak.” Keduanya menoleh ke sumber suara.

Terdapat Nana berdiri pongah sembari memakan sisa martabak dan menatap keduanya remeh. 

“Lo nyadar nggak sih kalau lo tuh nyebelin?” Rere angkat bicara sudah sangat muak dengan pola tingkah Nana.

“Dari segi apa gue nyebelin? Di kelas, kerjaan gue tidur,” balas Nana santai membuang bungkus martabak ke arah mereka berdua. Jelas saja Nessie yang memiliki temprament buruk langsung menyerbu Nana dengan napas memburu dan tatapan mata menyiratkan marah.

“Seharusnya tidur lo bisa menghasilkan uang kayak nyokap lo yang sering ngelont* di bar,” balas Nessie mendorong pundak Nana hingga membentur tembok.

Senyuman getir terpatri yang langsung dibalut dengan tawa renyah. Dari ucapan Nessi, Nana sepenuhnya sadar bahwa ibunya bukan wanita baik, akan tetapi seburuk buruknya seorang ibu, dia tetaplah wanita yang pernah berjuang melahirkannya. Emosi sudah mengontrol akal sehat, Nana bergegas mengambil alih ember berirsi air kotor itu lalu mengguyurkannya kepada Nessie.

Sebagai sahabat, jelas Rere tidak terima, hendak menyerang Nana semampunya, akan tetapi Nana lebih dulu menendang pintu kamar mandi sampai terbuka dan mendorong Rere masuk. Kebetulan kamar mandi di kampusnya memiliki fitur kunci dari luar, Nana menguncinya.

“Arghhhhh, lo gila?” bentak Nessie kelabakan membersihkan tanah yang menyangkut di rambut, muka dan pakaiannya. Nana diam tidak bereaksi sibuk memerhatikan Nessie dan menikmati alunan jerit frustrasi Rere di dalam kamar mandi.

“Semua orang punya hak membenci, tapi kita nggak punya hak buat ngehina orang lain. Nggak peduli siapa pun itu, nggak peduli lo respect atau enggak, kedudukan kita sebagai manusia nggak pantas dihina atau menghinakan,” jelas Nana geram.

“Pinter ngomong, ya, lo! Terus yang lo lakuin ke Neva apa itu bukan bentuk penghinaan? Dan sekarang, apa yang lo lakuin ke gue, itu bukan penghinaan, hah?”

“Gue Cuma nolak ajakan dia, apa salah? Untuk kasus lo ini, anggap aja ini balasan buat mulut busuk lo.”

“Sialan! Arghhhh.” Nessie berteriak frustrasi karena jijik dengan segala kotoran menempel di tubuhnya. Rere di dalam toilet pun tidak henti berteriak meminta tolong. Nana tidak peduli, memilih langsung pergi dan mengabaikan keduanya.

Saking marahnya akan ucapan Nessie, Nana sampai tidak memerhatikan bahwa Ergaz sudah berdiri di depannya. Tidak mau repot melirik siapa gerangan karena Nana hanya melihat sepasang sepatu mengahalangi jalan, Nana geser ke kiri memberikan ruang agar Ergaz bisa lewat, tetapi laki laki itu pun mengikuti pergerakan Nana hingga seterusnya sampai Nana kesal.

“Jangan bikin gue darah tinggi!” bentak Nana seraya mendongak. Matanya membola sempurna diikuti mulutnya yang menganga shock. Di depannya Ergaz merunduk dan tersenyum tengil.

“Lo ....”

“Lessin Ergaz,” balas Ergaz cepat lantas pergi begitu saja melewati Nana yang masih shock.


Lessin Ergaz

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lessin Ergaz

Hallo, readers....
Seperti biasa, aku gak bakal bosen-bosen minta tolong ke kalian untuk dukung cerita yang banyak kekurangan ini :) dan aku ucapin terimakasih sebanyak-banyaknya buat temen-temen yang sudah mau mendukung cerita aku...
Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa :)
Untuk cast kalian bisa berimajinasi sesuai tipe kalian sendiri ya ☺️

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nice To Meet You 'Arteta'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang