01

327 41 7
                                    

Untuk yang pertama kalinya, diriku menapakkan kaki di daerah terpencil.

Desiran angin sempat menerbangkan helaian surai, namun berhasil dicegah dengan topi putih gading yang baru kubeli di pelabuhan Shanghai. Si penjual mengatakan bahwa daerah ini sangatlah berangin, bukan angin dingin yang kumaksud saat ini, tapi angin panas yang membawa segumpal pasir.

Tentu saja, aku 'kan berada di pesisir.

Hampir saja diriku terloncat kaget, sebab, suara dentuman ombak nan menyapa batu karang merupakan sesuatu yang asing bagiku.

Sejenak, manikku menilik waktu yang tersemat di arloji. Pukul sembilan pagi. Tepat sekali, kebetulan perahu yang akan kutumpangi tiba sebentar lagi.

Atensi kualihkan pada ikan-ikan yang terserok masuk menuju beberapa jaring. Ada banyak jenis, yang jelas tak bisa kuhitung jumlahnya. Lantas, jaring itu tergulung ke atas menuju dok perahu. Dapat kulihat puluhan ikan melompat kesana-kemari.

Namun, setelah itu, tiba-tiba saja suasana berubah sunyi. Mendadak tak ada angin. Tetapi, aku masih menunggu hal selanjutnya yang akan para ikan alami.

Sekitar dua menit, ikan itu melompat-lompat di dok perahu. Masih tak ada kemajuan. Ah, mana mungkin ikan yang sukar ditangkap kemudian dibiarkan begitu saja. Setidaknya, taruhlah di ember, atau kotak sterofom yang berisi batu es.

Meski penampilanku terlihat apatis, sebenarnya aku itu peduli 'loh. Bahkan pada hal sekecil itu.

Dan, saking pedulinya, aku sampai tak menyadari seorang pria yang daritadi sudah berdiri tujuh langkah dari sini.

"Sejak tadi, kau menatap diriku."

Ia mengambil tiga langkah maju. Lalu, aku juga mengambil tiga langkah mundur, menjauhi dirinya dengan raut terhias banyak peluh.

Karena adegan tersebut diulang terus-menerus, akhirnya ia memberhentikan langkah. Dari sini dapat kulihat, kerutan wajahnya mereda. Rupanya ia tengah mengalah. Sekarang, bisa kusimpulkan pria ini bukanlah pemilik sifat keras kepala; berbanding jauh dengan diriku.

Aku masih menatap dirinya, jadi helaan napas yang terdengar gusar itu membuatku sedikit bertanya.

"Biar kuulang."

Ia melontarkan interogasi, kendati sedikit mengejutkan bagiku, "Sejak tadi, kau tak henti menatap diriku yang tengah menangkap ikan."

Sembari menggaruk surai yang berona dwiwarna itu, ia berlanjut, "Ada yang bisa kubantu?"

SNOLLYGOSTER, shinsukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang