“Kenapa kamu tiba-tiba baik banget sama aku?” Samuel akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, memecah keheningan.
Pierre tidak langsung menjawab, hanya tersenyum kecil tanpa melepaskan pandangannya dari jalan. “Nggak ada alasan khusus. Ku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa. Udah segitu aja.”
Samuel memandang Pierre dengan alis berkerut. Jawaban itu terdengar simpel, tapi dia tahu ada sesuatu yang lebih dalam. “Tapi kamu nggak biasanya peduli soal hal kayak gitu. Kamu selalu—”
“Samuel,” potong Pierre sambil meliriknya sekilas. “Kalau aku bilang aku yang antar, ya kuantar. Jangan ribet.”
Samuel terdiam, menelan kembali pertanyaannya. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, melihat lampu jalan yang berkilauan di malam gelap.
Setelah beberapa menit, mobil berhenti di depan kos Samuel. Pierre mematikan mesin dan menoleh ke arahnya. “Sampai. Jangan lupa istirahat,” katanya dengan nada datar, tapi matanya memperlihatkan sesuatu yang lain, entah rasa peduli atau hanya basa-basi.
Samuel mengangguk pelan, membuka pintu dan melangkah keluar. Samuel terdiam, menatap Pierre dengan bingung. Tapi sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Pierre sudah menutup kaca jendela mobilnya dan pergi, meninggalkan Samuel berdiri di depan kosnya dengan pikiran yang semakin penuh tanda tanya.
Setelah mobil Pierre menghilang di tikungan, Samuel masih berdiri di depan kosnya, memandang jalan yang kini sepi. Hatinya berdebar, bercampur antara rasa bingung dan penasaran. Apa yang sebenarnya Pierre maksud?
Dengan langkah gontai, Samuel akhirnya memasuki teras kos nya, melewati lorong yang kosong dan sunyi. Ia naik keatas tangga sambil memainkan tali tas kecilnya. Ia melangkah masuk ke lantai dua, tetapi pikirannya tetap melayang pada Pierre. Tatapan pria itu, nada suaranya, dan perubahan sikapnya sejak tadi terasa tidak biasa.
Sampai di dalam kamar, Samuel membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia melepas sepatu, meletakkan tas di kurai, dan duduk dengan tubuh lelah. Samar-samar ia masih bisa mengingat sentuhan Pierre, cara pria itu menahannya sebelum ia pergi tadi. Hatinya berdebar lebih cepat.
"Kenapa dia tiba-tiba berubah?" gumam Samuel, menatap kosong ke arah lantai. Ia mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi kenangan dari malam itu terus berputar dalam benaknya. Mulai dari momen intim mereka di kamar Pierre hingga perhatian yang tidak biasa ketika pria itu bersikeras mengantarnya pulang.
Samuel menghela napas panjang dan memutuskan untuk mandi. Ia berjalan ke kamar mandi, menyalakan shower, dan membiarkan air hangat mengalir di tubuhnya. Namun, bahkan di bawah pancuran, bayangan wajah Pierre tak kunjung hilang dari pikirannya.
Selesai mandi, ia mengenakan piyama dan merebahkan diri di tempat tidur. Samuel menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang masih kalut. Ia memegang ponselnya, mempertimbangkan untuk mengirim pesan ke Pierre, tetapi akhirnya hanya meletakkan ponsel di meja samping tempat tidur.
Kata-kata Pierre terus terngiang di benaknya. Ia tidak tahu apa yang akan Pierre bicarakan, tetapi entah mengapa, ia merasa malam besok akan menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Dengan perasaan campur aduk, Samuel perlahan terlelap, membiarkan mimpi mengambil alih pikirannya yang penuh tanda tanya.
Saat mengendarai mobil sedan biru-nya, Pierre melajukan kendaraan melewati jalan-jalan kota yang sudah lengang. Sinar lampu jalan memantul di kaca depan, tetapi fokus Pierre seolah tertinggal di tempat lain. Dengan satu tangan di kemudi dan satu lagi menyentuh dagunya, pikirannya melayang.
![](https://img.wattpad.com/cover/279798789-288-k628215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perundung Nafsu [SELESAI]
RomansaSamuel Matthew Hendrawan, seorang pemuda manis berusia 18 tahun dengan wajah imut dan poni jamurnya yang khas, menjalani hari-hari sekolah yang penuh tekanan. Tiga tahun terakhir hidupnya terasa seperti neraka akibat Pierre Dacosta Ananta (19), tema...