Kembali lagi di hari Selasa!🌻
Kita akan bertemu dengan Dira dan Aryasa!🌻
Jangan lupa siapkan kuaci untuk menikmati kisah mereka!🌻
Selamat membaca!🌻
🌻🌻🌻
DIRA
Aku dan kedua sahabatku sudah duduk di kantin untuk menikmati makan siang sambil curhat. Ah, tidak! Ini bukan curhat, tapi interogasi. Aku menceritakan kejadian yang menimpaku saat di Singapura dan sekarang mereka mendesak dengan berbagai pertanyaan aneh.
"Berarti kalian akan menikah?" Erin menekanku dengan pertanyaan ke sekian.
"Bagas gimana?" Acil ikut-ikutan.
"Enggak! Gue gak mau nikah sama dia." Aku berucap sinis.
"Lah, terus?" Acil nampak tidak mengerti.
"Gue mau kabur."
"Kayak berani aja! Gue tahu sifat lo, Ra. Meski lo itu bar-bar, tapi lo nggak akan berani ngelawan perkataan orang tua lo." Erin berkata benar. Aku ini penakut untuk sekedar bicara kepada orang tuaku.
"Gak mau coba bilang dulu ke Om Beni?" Acil mencoba memberi saran.
"Bilang apa?" tanyaku lemas.
"Bilang kalau lo udah punya pacar. Lo juga berhak milih pasangan hidup sama kayak Kak Sherly," kata Acil memberi solusi.
"Iya, coba aja, Ra. Pernikahan itu bukan hal sepele. Lo bakalan ngejalaninnya seumur hidup."
"Berani, gak, ya?" Aku meringis. Membayangkan wajah Papa.
"Berani apa, nih?" Bagas tiba-tiba datang dan duduk di sebelahku.
Kedua sahabatku mendadak bisu, membuat Bagas menatap ke arahku dengan menaikkan kedua alisnya.
"Itu, aku sama mereka mau keluar nanti sore. Tapi aku gak berani bilang sama Papa." Sebenarnya aku bukan pembohong, tapi akhir-akhir ini aku suka berbohong pada Bagas.
"Oh, coba aja bilang, pasti dikasih kalau sama Acil dan Erin. Emangnya mau ke mana?"
Mampus! Aku harap kedua manusia yang duduk di hadapanku ini tidak membuka mulut bersamaan dan memberikan jawaban yang berbeda.
"Nonton."
"Ke kedai kopi."
Tuh, 'kan? Mereka memang tidak berfungsi. Bukannya membawaku keluar dari masalah, mereka malah menambah masalah. Bagas menampakkan wajah bingung, tapi dia tidak berkata apapun.
"Maksudnya ... aku sama Erin mau nonton drakor di kedai kopi. Sekalian nyari wifi gratis. Acil ikut sambil main game." Masuk akal, 'kan, alasanku?
Bagas mengangguk, "Yaudah. Coba aja izin sama Papa kamu, masak ke kedai kopi aja gak boleh." Dia mengusap puncak kepalaku, membuat darahku berdesir.
"Aku ada kelas habis ini, gak apa-apa aku tinggal?" Dia tersenyum, sangat hangat. Sampai aku meleleh.
"Iya, gak apa-apa."
"Aku sayang kamu," katanya sambil mengecup pelipisku pelan.
Bagas sangat manis, bahkan gula kapas kalah olehnya. Tidak mungkin Aryasa bisa menggantikan posisi Bagas. Aryasa sangat jauh berbeda, dia hanya bisa membuatku darah tinggi.
"Kasihan."
"Iya, kasihan."
Kedua sahabatku menatap kepergian Bagas dengan wajah sedih, lebih tepatnya dibuat sok sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice in Summer [Sudah Terbit]
RomanceSampai bertemu di Januari 2022! 💛 Jangan lupa tambahkan kisah ini ke perpustakaan kalian untuk mendapatkan notifikasi update! 😍 🌻🌻🌻 Dua perusahaan besar sedang menggelar kesepakatan kerja sama dalam launching produk terbaru sekaligus acara pert...