Selamat hari Selasa!🌻
Dan ... Selamat membaca kisah Dira dan Aryasa!🌻🌻🌻🌻
DIRA
Aku melangkah menyusuri koridor hotel untuk menuju aula. Dress semi brokat selutut membalut tubuhku dengan perpaduan model rambut bridesmaid romantic half updo. Kaki jenjangku beralaskan sepasang heels dengan perpaduan warna senada. Aku baru saja datang dari toilet karena ingin mengangkat panggilan video dari pacarku, Bagas.
Dia adalah cowok paling manis yang aku kenal, selalu melakukan hal romantis yang mampu membuatku tersipu malu. Seperti tadi, dia melakukan panggilan video hanya untuk melihat dandananku kemudian memujiku sepanjang panggilan berlangsung. Bahkan ia membuat story di instagram-nya dengan memamerkan foto selfie yang sempat aku kirim sebelum panggilan video berlangsung.
Ketika aku hendak memasuki aula, seseorang menarik tanganku untuk menuju ke sebuah ... ruangan. Mataku menyapu seisi ruangan, di sana ada Papa juga Om Guntur dan Tante Jenny. Ternyata yang menarik tanganku adalah Mama. Wajah mereka semua terlihat panik, tapi aku tak paham apa yang terjadi.
"Ada apa?" tanya cowok menyebalkan dari arah pintu.
"Dhika dan Sherly gak ada di hotel ini," terang tante Jenny dengan wajah pucat.
"Iya, terus?" Cowok itu menjawab cuek, seolah ini bukan masalah baginya.
"Acara pertunangan mereka akan berlangsung sebentar lagi." Kali ini Papa yang menjawab.
"Aku coba telepon kak Dhika," kata cowok itu sambil mengeluarkan ponsel dari saku celana.
"Percuma. Nomornya gak aktif. Sudah papa coba hubungi dari tadi." Om Guntur nampak kebingungan, terlihat dari tatapannya.
"Dira? Kamu tahu Sherly ke mana?" Mama bertanya dengan nada lembut tapi matanya memancarkan kecemasan.
"Enggak, Ma. Kak Sherly selesai make up duluan. Tadi juga pas acara launching produk Dira gak lihat dia sama sekali." Aku berkata jujur. Sejak acara dimulai, aku sama sekali tidak melihatnya.
Kedua orang tuaku semakin cemas, termasuk Om Guntur dan Tante Jenny yang kini ikut khawatir. Aku melirik cowok bernama Aryasa, yang berstatus sebagai calon adik ipar Kak Sherly.
"Cuma kalian harapan kami," kata papa menatapku dan Aryasa bergantian.
"Maksudnya?"
"Kalian yang akan bertunangan."
Pandanganku mendadak samar, kakiku lemas dan jantungku mengalami aritmia. Iramanya semakin cepat dan tak terkontrol. Aku tidak mencintai Aryasa. Bagaimana aku bisa bertunangan dengannya?
"Enggak bisa!" tolakku dengan suara keras.
"Dira, tolong nak." Mama terlihat memohon.
"Ar! Lo ngomong dong!" Aku masih kukuh, sedangkan Aryasa hanya mematung.
"Ar, papa belum pernah minta sesuatu sama kamu. Ini pertama kalinya papa minta. Demi kehormatan keluarga kita."
Hening, tidak ada lagi yang bersuara. Dengan susah payah aku menahan sesak yang mengganggu di dadaku. Tenggorokanku pun terasa tercekat.
"Baiklah. Aku setuju."
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut cowok menyebalkan bernama Aryasa Yogaswara. Aku menatapnya dalam. Berharap salah dengar. Namun, senyuman dari orang tuaku menarik kesadaranku sepenuhnya. Ya, aku tidak salah dengar!
Papa dan Mama keluar dari ruangan disusul oleh Om Guntur dan Tante Jenny. Kini hanya ada aku dan Aryasa di sini. Ingin sekali aku mengambil pisau dan menusuk perutnya agar dia mati dan pertunangan ini dibatalkan.
"Lo kenapa, sih?!" Aku membentak Aryasa dengan emosi yang memuncak sampai di ubun-ubun.
Dia melirikku tanpa berucap. Sungguh! Aku ingin mencongkel matanya sampai ia buta selamanya.
"Tuli lo?" teriakku semakin keras pada cowok itu.
"Ini hanya pertunangan, bukan pernikahan." Dia berucap tanpa beban.
"Gak waras lo, ya! Gue gak suka sama lo!" Mataku mulai berair menatap Aryasa.
"Emang lo pikir gue suka sama lo? Gue udah punya calon istri. Jadi, lo gak usah takut bakalan nikah sama gue." Aryasa berkata panjang lebar dan aku tidak peduli.
Dia berlalu, bahkan tanpa sedikitpun rasa bersalah di wajahnya. Sejak pertama bertemu dia selalu terlihat menyebalkan, sikapnya yang cuek membuatku ingin menamparnya. Dan sekarang, dia mengambil keputusan tentang aku, tapi tanpa persetujuanku. Detik ini juga aku memutuskan untuk membencinya.
🌻🌻🌻ARYASA
Suara tepuk tangan riuh memenuhi aula megah dengan dekorasi bernuansa putih. Gue bahkan tidak sempat latihan buat melamar seorang gadis dengan romantis. Tapi, yasudah. Ini hanya pertunangan pura-pura. Jadi tidak perlu romantis, 'kan?
Setelah acara tukar cincin, cewek cerewet itu menghilang. Gue tahu dia tidak terima dengan keputusan sepihak yang gue ambil. Tapi ini demi harga diri keluarga, 'kan? Gue juga tidak merasa bersalah. Setelah tamu pulang kami akan membuka cincin. Ini tidak akan merugikan siapa pun. Hanya berpura-pura menjadi Dhika dan Sherly.
Gue mengambil dessert dan duduk di dekat Papa. Menikmati lembutnya lapisan sugee cake yang terbuat dari tepung semolina, kuning telur dan almond yang dihancurkan. Acara hari ini harusnya bisa gue pakai untuk bersenang-senang, bukannya malah menjadi pemeran utama dan naik ke atas panggung.
"Papa bangga sama kamu. Kamu sudah menyelamatkan nama baik dua keluarga." Papa tidak berhenti memuji gue dari tadi.
"Aku gak akan membiarkan keluargaku malu, Pa."
Acara hampir selesai, para tamu bergantian meninggalkan aula. Gue mulai gerah mengenakan jas terlalu lama. Terlebih mulai bosan dengan acara ini.
"Pa, aku ke kamar duluan, ya?"
Papa mengangguk sambil menepuk pundak gue. Tanpa pikir panjang gue langsung menarik kaki menuju kamar dan mengabari Fina tentang hari melelahkan ini. Tangan gue merogoh saku celana dan membuka kunci layar, foto Fina terpampang sebagai wallpaper ponsel. Senyumannya seperti memiliki magnet yang mampu membuat gue ikut tersenyum.
"Kakak di mana, sih?! Gara-gara kakak hilang, aku yang gantiin posisi kakak!"
Suara cewek cerewet itu terdengar keras dari kamar yang sekarang ada di sebelah kanan gue. Jaraknya terpisah lima kamar dari kamar gue.
"Permisi," ucap gue pelan karena pintu terbuka sedikit.
"Ngapain?!" bentaknya saat gue memunculkan kepala dari balik pintu.
"Kakak lo udah balik?"
"Udah balik ke Indonesia!"
"Lah, kok bisa?" tanya gue bingung.
Dia tidak menjawab, hanya terisak dengan riasan yang terlihat kacau. Rambutnya juga sudah berantakan. Namun, gaun putihnya masih menempel.
"Tamunya udah pulang. Lo bisa buka cincin tadi." Gue melepas cincin dari jari manis dan dia mengikutinya.
Dia mengembalikan benda kecil itu. Tanpa diperintah gue langsung pergi meninggalkan dia sendirian. Benar, 'kan? Ngapain gue harus di kamar dia? Nanti disangka bulan madu.
Mandi dengan air dingin saat malam begini memang sangat menyegarkan. Suasana musim panas di Singapura terasa begitu menghangatkan. Jarang-jarang Papa mengadakan launching produk di luar negri. Ini pun karena acara pertunangan Dhika.
Gue baru ingat dia. Dengan malas gue mengetik namanya di kontak lalu segera menyentuh tulisan panggil. Nada sambung terdengar saat ponsel itu sudah menempel di telinga gue. Cukup lama, sampai suara beratnya terdengar menyapa.
"Lo ke mana, sih?" tanya gue malas.
"Hah? Lo hamilin anak orang?!"
🌻🌻🌻
Terima kasih sudah mengikuti kisah Dira dan Aryasa!💛
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar!💛
Sampai jumpa Selasa depan!💛Luv💛
Ar
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice in Summer [Sudah Terbit]
RomanceSampai bertemu di Januari 2022! 💛 Jangan lupa tambahkan kisah ini ke perpustakaan kalian untuk mendapatkan notifikasi update! 😍 🌻🌻🌻 Dua perusahaan besar sedang menggelar kesepakatan kerja sama dalam launching produk terbaru sekaligus acara pert...