Bagaimana kabar hari Selasa ini?🌻
Tetap semangat dan tersenyum!🌻
Selamat membaca!🌻🌻🌻🌻
ARYASA
Gue melirik arloji hitam di tangan kanan, sudah jam setengah dua belas malam. Kami masih di ruang tengah, membicarakan kesalahan terbesar yang sudah dilakukan Dhika. Gue heran, bisa-bisanya dia menghamili anak orang dalam keadaan sadar. Padahal dia tahu kalau pertunangannya dengan Sherly sudah ditetapkan.
"Berapa lama kalian pacaran?" Pertanyaan kesekian yang Papa lontarkan pada Dhika dan pacarnya.
"Satu tahun, Pa."
"Berarti ketika makan malam penentuan tanggal pertunangan, Reni sudah hamil?" Papa menatap gadis yang duduk di sebelah kanan Dhika.
"Mungkin sudah, Pa." Dhika menjawab, sedangkan gadis itu hanya diam dan menunduk.
"Mungkin kamu bilang?" tanya Papa dengan suara semakin tinggi.
"Pa, waktu itu Reni belum cek. Dia baru cek kemarin. Dan hasilnya positif. Lagi pula, Dhika sama Reni saling cinta. Apa salahnya, sih, Pa?"
Gue tahu Dhika ingin membela diri, tapi kali ini dia sudah salah. Akan semakin salah jika dia membentak Papa seperti ini. Gue menunduk sambil memijit pelipis. Sedangkan Mama mulai terisak.
"Kalau kamu sudah sadar dengan perbuatan kamu, kenapa kamu setuju dengan pertunangan ini?"
"Dhika gak pernah bilang setuju, Pa."
"Tapi kamu diam!"
"Dhika dan Sherly sudah memutuskan untuk membatalkan pertunangan ini. Kami sudah memilih jalan hidup masing-masing." Dhika berkata tegas, tapi gue meringis mendengarnya.
"Papa akan telepon Om Beni." Papa mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja.
"Sudah, Pa. Kita bahas ini besok aja. Sudah terlalu larut untuk mengganggu Mas Beni dan keluarganya." Mama memberi saran yang dibalas helaan napas pasrah dari Papa.
"Kamu anterin Reni pulang dulu, besok kita bahas lagi. Ini sudah sangat malam," kata Papa kemudian bangkit dari sofa.
"Reni nginap di sini aja gimana, Pa?" Gue melotot ke arah Dhika. Dia ini hobi sekali memancing amarah Papa.
"Anterin pulang." Papa menjawab tegas kemudian melangkah menuju kamarnya.
"Gak waras lo!" Gue melirik sinis ke arah Dhika kemudian meninggalkannya.
Langkah gue terayun menuju lantai dua, membuka pintu dan merebahkan diri di atas tempat tidur. Tangan gue merogoh saku celana, membuka layar ponsel dan menemukan beberapa chat masuk dari Fina.
Dengan cepat gue menekan icon telepon, berharap cewek itu belum tidur dan mau mengangkat telepon dari gue. Nada tunggu berdering tiga kali, tapi Fina tidak menjawab panggilan gue. Ini sudah tengah malam, mungkin Fina sudah terhanyut ke alam mimpi.
***
Masih pagi, tapi gue udah berada di kampus untuk belajar. Bukan belajar, sih, gue berangkat lebih awal hanya untuk menghindari pertengkaran Papa dan Dhika. Terlalu membosankan dan berbelit. Seharusnya Papa mengalah dan membiarkan Dhika menikahi Reni. Kemudian pertunangan dibatalkan dan masalah selesai. Tapi, Papa lebih memilih untuk memperpanjang masalah dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada Dhika.
"Woi! Oleh-oleh gue mana, nih?" Yuda menepuk pundak gue dan duduk di depan gue.
"Oleh-oleh baju kotor, mau lo?" Gue bertanya dengan nada malas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Choice in Summer [Sudah Terbit]
RomanceSampai bertemu di Januari 2022! 💛 Jangan lupa tambahkan kisah ini ke perpustakaan kalian untuk mendapatkan notifikasi update! 😍 🌻🌻🌻 Dua perusahaan besar sedang menggelar kesepakatan kerja sama dalam launching produk terbaru sekaligus acara pert...