Eutanasia resmi dilegalkan di Indonesia mulai 13 Agustus 2019 hari ini. Banyak kontroversi, tentu saja. Namun, pemerintah meyakinkan masyarakat dengan––
"Kenapa dimatikan?" gadis dengan rambut kusut masai yang terkuncir berantakan menoleh ke arah ibunya kesal, tangan kanannya menjejalkan snack kentang bertabur bumbu ke dalam mulutnya.
"Tidak ada mutunya berita seperti itu. Sama saja melegalkan bunuh diri, bedanya ada campur tangan dokter. Lebih bagus kamu lompat dari jembatan sana." Dengus ibunya sambil melipat pakaian dan menyusunnya di lemari.
"Beda dong, bu." Si anak perempuan membalikkan badannya. "Kalau melompat dari jembatan ibu akan merasakan sakitnya ketika paru-paru terisi oleh air, kalau eutanasia ibu akan mati seperti pergi tidur. Tidak merasakan sakit."
Hening sejenak.
"Sama saja." Jawab ibunya ketus. "Duh, berbeda dong. Ada banyak orang yang lelah hidup dengan selang dan ventilator, muak dengan kemoterapi. Karena itulah mereka melakukan eutanasia. Agar mereka tidak perlu hidup seperti itu." jelas si anak perempuan panjang lebar.
Si ibu mengaku kalah, tidak mengatakan apapun, sementara putrinya mengambil remot dan menekan tombol powernya kuat-kuat.
...
"Mau kemana?"
Lia mengusap-usap matanya, masih mengantuk. Lagipula, jam masih berdetak di sekitaran angka lima, yang artinya masih pagi sekali. Ibunya tampak pucat, ditambah dengan menyadari bahwa putrinya melihat dirinya hendak memegang kenop pintu.
"Ibu menemukan pekerjaan baru, Lia. Ibu akan pulang nanti sore. Akan ibu bawakan ayam goreng." Ucapnya. Si anak perempuan mengangguk-angguk dan kembali tertidur. Alarm akan berdering pukul enam nanti, masih ada waktu untuk tidur.
Dia sama sekali tidak mengetahuinya, belum. Kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.
...
SHERLI BANGUN BODOH, KAU TERLAMBAT!
Gadis itu terkesiap dan langsung terbangun. Mulutnya berdecih dan tangannya mencari pemicunya. Ponsel. Itu suara dirinya sendiri yang ia rekam untuk alarm. Agar ia lebih mudah terbangun. Walau prosesnya menjengkelkan.
Seragam putih birunya mendadak menghilang dari lemari, membuatnya panik. Pasalnya, kelas akan dimulai pukul 06.30 dan dia masih memakai piyama––dia bahkan menolak mandi, hanya memakai lotion. Padahal bulan ini diperkirakan sebagai puncak musim panas
Ia hanya meneguk air putih yang diberi es dan segera mencomot tasnya. Ternyata seragamnya terselip di seragam pramuka. Pasti ibu sengaja, batinnya.
Untunglah, ia tidak terlambat menjejakkan kaki ke sekolah. Ia melemparkan punggungnya ke kursi kayu cokelat, di sebelah Ariya yang menatapnya sambil menggelengkan kepala. "Apa lihat-lihat?"
Ariya tersenyum kecut, mengendikkan bahunya dan kembali fokus pada buku pelajarannya.
"Ah, soal latihan PKn!" serunya. Ia lantas membalikkan setengah badannya dan mengeduk isi tasnya, berharap buku itu masih berada di tempatnya.
"Pasti lupa," celetuk Ariya yang dihadiahi jitakan dari Lia. "Sudah tahu begitu, kenapa kau perlu memberitahuku? Setidaknya beri aku harapan."
Ariya hanya menatap kosong dan lanjut membaca buku paket, seolah itu adalah novel.
...
Hari Senin selalu membawa kesialan, bukan? Maka, itulah yang terjadi. Klub Buku yang ia ikuti 'dilabrak' orang-orang dari Klub Seni, karena Wina, ketua Klub Buku tidak sengaja mencoret lukisan Hilma, dari Klub Seni.
Apa yang terjadi? Hilma dan kameradnya mencoret-coret proyek buku bersama.
Sialan. Ini keterlaluan.
Wina mengataka bahwa ia akan mengurusnya, namun malah pulang duluan. Akibatnya, hanya sedikit orang––termasuk dirinya––yang membereskan kekacauan akibat Klub Seni itu.
Siang itu benar-benar panas, ditambah dengan matahari yang seolah mengejek keberadaannya di bumi. Sesampainya di rumah, ia merebahkan dirinya di kasur, lelah.
Namun, sebuah kenyataan membuat dirinya terkejut. Buku sastra. Tertinggal di laci kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euthanasia D-1E
Mistero / ThrillerEuthanasia dilegalkan di Indonesia pada 2019, membuat Sherlia kehilangan ibunya, yang mengikuti praktik tersebut. Bersamaan dengan itu, sebuah obat euthanasia bernama D-1E, yang menjamin seseorang mati dalam kebahagiaan. Namun, bagaimana kalau denga...