CTB || PART 3

14 4 6
                                    

Vena tak pernah berharap bahwa suatu saat ia akan bertatap muka dengan Alex. Dan malam yang penuh ingar bingar ini dan berbagai tatapan teman-temannya seolah menjadi saksi akan pertemuan sakral kedua mantan pasangan ini. Vena bersedekap dada memasang wajah seolah tak senang dengan kehadiran Alex. Namun, pria di depannya ini masih saja tersenyum manis.

“Gue anter pulang, ya.”

Vena mengernyit sebentar sebelum menggeleng, menolak keras ajakan mantannya itu. “Gue mau pulang sama Adit.”

Sedangkan Adit hanya terdiam menatap interaksi Vena dengan Alex. Lelaki itu dengan sabar duduk di atas jok sepedanya berharap Vena segera mengakhiri percakapannya.

Alex masih memutar otaknya untuk membujuk Vena. Sejak pertemuan mereka Alex tak bisa melupakan wajah Vena, jantungnya tetap berdetak setiap melihat wanita itu. Ia membulatkan tekadnya untuk menemui Vena.

Karena sejak pertama kali ia bertemu gadis itu, Vena selalu menghindarinya, bahkan tidak mau melayani  Alex waktu ingin membeli sofa, dan kali ini Alex memberanikan diri untuk menyapa langsung.

“Kalau gak ada yang dibicarakan lagi, gue mau pulang,” kata Vena yang merasa tak nyaman dengan posisinya saat ini.

Alex yang sedari tadi menatap Vena, merasa bingung. “Iya.”

Terpaksa, hanya kata itu yang dapat Alex keluarkan dari mulutnya. Sedangkan Vena segera berjalan ke arah Adit. “Yuk, kita pulang.”

Adit tersenyum senang. Lalu, Vena dengan tergesa-gesa langsung naik ke atas motor dan memakai helm. Namun, sebelum Adit melajukan sepeda motornya, Alex menarik tangan Vena supaya wanita itu melihat ke arahnya.

“Ada apa lagi, sih?” tanya Vena dengan nada jengkel.

Alex mengeluarkan ponselnya. “Minta nomor wa-nya dong.”

“Hah.”

Vena hanya bisa mengerjap, lalu menatap ponsel Alex. “Gu-gue gak punya ponsel,” balas Vena dengan cepat. Namun, ia menyesali jawaban yang kurang tepat itu. Jaman sekarang siapa yang gak punya ponsel, pikirnya sambil mengulum bibir.

Dari raut wajah Vena yang selalu menghindar, tentu Alex sudah tahu bahwa wanita itu enggan bertemu dengan dirinya. Alex menarik kembali tangannya lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku.

“Sudah, kan, urusannya? Gue mau nganterin Vena,” kata Adit pada Alex.

Alex tak menjawab. Sedangkan Vena menepuk bahu Adit berkali-kali. “Ayo, cepat jalan, Dit.”

Adit mengangguk dan segera menjalankan motornya. Alex yang menatap keduanya telah pergi hanya bisa menghela napas kasar. “Dia sudah berubah,” lirihnya dengan menunduk lesu.

****

Sejak kejadian tadi malam, Vena merasa galau. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan, kenapa Alex tiba-tiba ingin meminta nomornya? Padahal, mereka tak ada hubungan apa-apa lagi sekarang. Ya, mungkin Vena terganggu dengan sikap Alex yang tiba-tiba datang di kehidupannya lagi. Akan tetapi, ia tak bisa mungkiri bahwa ada sedikit rasa bahagia di sudut hatinya yang paling dalam.

Vena mendesah sambil menenggelamkan wajahnya di atas meja makan, memikirkan perasaannya yang bimbang. Haruskah ia bahagia atau mengasihani nasibnya saat ini?

“Kenapa, Kak?” tanya Dina

Vena menoleh. “Bingung.”

“Masalah cowok, ya?”

Vena mengangguk pelan.

Dina tertawa cekikikan. “Tumben, Kak. Padahal selama ini gak ada cowok yang mau sama Kakak.”

Cintaku Terhalang ( BIAS ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang